Menegur Para Pelaku Bid’ah dan Kesyirikan Saat Haji dan Umrah

Dari Abdullah bin Rabah, ia berkata, sekelompok orang mendatangi Mu’awiyah, kala itu aku dan Abu Hurairah berada di dalam sekelompok orang tersebut. Itu terjadi pada bulan Ramadhan. Maka, Mu’awiyah menyebutkan peristiwa penaklukan kota Makkah dengan panjang lebar. Lalu, berkatalah Abu Hurarah, ‘maukah kalian aku beritahukan tentang hadis di antara hadis kalian, wahai kaum anshar, lalu, ia pun menyebutkan peristiwa penaklukan kota Makkah. Ia mengatakan : Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam- kala itu datang, kemudian masuk ke kota Makkah, lalu ia menyebutkan hadis dengan panjang lebar, dan mengatakan : maka Nabi menuju ke Hajar Aswad, lalu menyentuhnya dan beliau melakukan tawaf di seputar ka’bah, sambil memegang busur panah. Beliau mengambil gagang ujung busur panah tersebut, lalu mendatangi patung yang ada di samping Ka’bah yang tengah disembah oleh sebagian orang. Lalu, beliau segera menusukkan busur panah tersebut pada bagian kedua mata patung tersebut sambil mengatakan :

 

جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ


“Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap”.


Kemudian, (seusai tawaf) beliau datang ke Shafa, beliau naik ke atasnya hingga dapat melihat Ka’bah. Lalu, beliau mengangkat kedua tangannya, lalu beliau berdzikir kepada Allah dengan sesuatu yang beliau inginkan untuk berdzikir, dan beliau juga berdoa kepada-Nya, sementara orang-orang Anshar berada di bawah.
Kemudian, Abu Hurairah menyebutkan sisa hadis tersebut…

(HR. Ibnu Khuzaemah. Diriwayatkan juga oleh Muslim 12/344, hadis no. 4599)

 

@ Ihtisab 
dalam Hadis :


Dalam hadis ini terdapat banyak faedah dan pelajaran yang dapat dipetik yang terkait dengan masalah amar ma’ruf nahi munkar, di antaranya yang terangkum dalam  poin berikut ini :


Pertama
, berihtisab (amar ma’ruf nahi munkar) terhadap orang yang menuntun orang yang tengah thawaf dengan menggunakan sabuk atau tali atau yang semisalnya.


Kedua, Di antara
tahapan mengubah kemungkaran adalah pengubahan dengan menggunakan tangan kala hal tersebut diperlukan.  

 

& Penjelasan :

  • Berihtisab (amar ma’ruf nahi munkar) terhadap orang yang menuntun orang yang tengah thawaf dengan menggunakan sabuk atau tali atau yang semisalnya.


Hadis ini menunjukkan haramnya tindakan menuntun seseorang dengan menggunakan sabuk yang ditaruh pada hidungnya atau pada tangannya. Hal demikian itu karena kalangan bani Israil biasa melakukan tindakan merobek lajur hidungnya dan melubangi sisinya, dan tindakan lainnya yang menyakitkan diri. Maka, dari itu tindakan-tindakan tersebut atau yang akan mengarah kepada hal tersebut tidak boleh dilakukan oleh ummat ini (Ummat Muhammad-shallallahu ‘alaihi wasallam), maka kemudian Nabi memerintahkan lelaki yang melakukan tindakan tersebut untuk menuntun lelaki yang tengah dituntunnya dengan menggunakan tangannya. Karena, tindakan menuntun orang lain dengan menggunakan sabuk atau tali atau yang sejenisnya hanya layak dilakukan terhadap binatang. Dan, tindakan tersebut termasuk Mutslah (Syarh as-Suyuthi ‘Ala Sunan an-Nasai,5/243. Dan, lihat juga, Fathul Baariy, Ibnu Hajar, 3/565).


Dan, perkara yang menunjukkan haramnya tindakan tersebut adalah tindakan Nabi-shallallahu ‘alaihi wasallam- yang segera memotong sabuk atau tali tersebut. Karena, kalaulah saja hal tersebut tidak termasuk hal yang mungkar niscaya Nabi-shallallahu ‘alaihi wasallam- tidak mengubahnya.


Oleh kerena itu, hendaknya seorang muhtasib mengingkari terhadap orang yang melakukan hal tersebut. Dan, jika ia dapat mengubah kemungkaran tersebut dengan menggunakan tangannya maka lakukanlah. Karena, sesungguhnya amar ma’ruf nahi munkar disyariatkan untuk dilakukan sekalipun seseorang tengah thawaf. Ibnu Baththal-semoga Allah merahmatinya- mengatakan : di dalam hadis ini (memberikan pelajaran) bahwa orang yang tengah thawaf boleh melakukan tindakan-tindakan ringan, dan (boleh juga) untuk mengubah perkara munkar yang dilihatnya, (dan boleh juga) untuk mengucapkan perkara-perkara yang wajib, mustahab dan mubah (Fathul Baariy, Ibnu Hajar, 3/564)

  • Di antara tahapan mengubah kemungkaran adalah pengubahan dengan menggunakan tangan kala hal tersebut diperlukan.


Dalam hadis ini terdapat informasi tindakan mengubah kemungkaran dengan lisan dan tangan. Nabi-shallallahu ‘alaihi wasallam- telah mengubah kemungkaran tersebut dengan menggunakan tangan beliau yang mulia. Hal itu dilakukan dengan segera memutus tali tersebut. Demikian juga, beliau telah berusaha mengubah kemungkaran itu dengan lisannya, yaitu dengan memerintahkan lelaki yang menuntun orang lain agar ia menggunakan tangannya.


Oleh karena itu, hendanknya seorang muhtasib berusaha untuk mengubah beragam kemungkaran yang dilihatnya sekalipun kala ia tengah melakukan thawaf mengelilingi Ka’bah. Tentunya, hal itu dilakukannya dengan ucapan yang baik dan nasehat yang baik pula, dan jika ia mampu untuk mengubah kemungkaran-kemungkaran tersebut dengan menggunakan tangannya, maka hendaknya ia melakukannya, selagi hal tersebut tidak mengakibatkan munculnya beragam kerusakan. “dan demikian pula halnya bagi orang yang memiliki kekuasaan, semisal seorang amir, atau seorang muhtasib atau ia adalah pemimpin suku, atau yang lainnya yang memiliki kekuasaan yang mendapatkan rekomendasi dari waliyul amri, atau mendapatkan rekomendasi dari jama’ahnya, di mana jama’ahnya telah menyerahkan urusan mereka kepada orang tersebut agar mengaturnya, ketika kekuasaan yang bersifat umum tidak ada, maka orang yang diserahi urusan tersebut hendaknya melaksanakan kewaiban ini sesuai dengan kemampuannya (Wujuubu al-Amri Bil Ma’ruf Wa an-Nahyi ‘An al-Munkari, Ibnu Baaz, hal.17)


Semoga Allah memberikan taufik. Amin

 


Wallahu A’lam


Sumber :


Diterjemahkan dari “ al-Ihtisab Fii Shahih Ibni Khuzaemah”, karya : Abdul Wahab bin Muhammad bin Fayi’ ‘Usairiy, hal. 230-231

 


Amar Abdullah bin Syakir

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *