Allah menegaskan bahwa al-Qur’an merupakan kitab yang diturunkannNya penuh dengan keberkahan di dalamnya,
وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Dan ini adalah Kitab (al-Qur’an) yang Kami turunkan dengan penuh berkah, ikutilah dan bertakwalah agar kamu mendapat rahmat. (Qs. Al-An’am : 155)
Di antara bentuk keberkahan al-Qur’an adalah bahwa al-Qur’an dapat menjadi jembatan penyeberangan menuju pertolongan Allah. Dengan izin Allah -Dzat yang telah menurunkannya di bulan yang mulia ini, bulan Ramadhan- al-Qur’an akan memberikan sayafa’at kepada seorang hamba. Rasulullah menghabarkan dalam sabdanya,
الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Puasa dan al-Qur’an akan memberikan syafa’at kepada seorang hamba pada hari Kiamat (HR. Ahamd di dalam musnadnya, no. 6626)
Tentu, kita semua –sebagai hambaNya- sangat mendambakan untuk mendapatkan syafa’at al-Qur’an tersebut.
Bergembira dengan Kabar Gembira
Apa yang beliau sabdakan di atas, sungguh merupakan bagian dari kabar gembira yang sepatutnya kita bergembira oleh karenanya. Karena ini adalah bagian dari bentuk rahmat Allah. Bahkan, al-Qur’an itu sendiri merupakan bentuk dari karunia dan rahamatNya. Allah berfirman,
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوْا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُوْنَ
Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan“. (Qs. Yunus : 58)
Ketika menafsirkan ayat ini, Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’diy mengatakan,
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ , Katakanlah: “Dengan kurnia Allah, yaitu, al-Qur’an yang merupakan seagung-agungnya kenikmatan dan karunia, dan karunia yang Allah berikan kepada hamba-hambaNya.
وَبِرَحْمَتِهِ , (dan rahmatNya) berupa agama dan iman, peribadahan kepada Allah, kecintaan kepadaNya dan pengenalan terhadapNya.
فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ, kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan, berupa kenikmatan dunia dan kelezatannya. Maka kenikmatan agama (al-Qur’an termasuk di dalamnya-pen) yang berhubungan dengan kebahagiaan di dua kehidupan (dunia dan akhirat) tidak sebanding dengan segala yang ada di dunia yang bersifat fana, akan sirna dan musnah dalam waktu yang dekat (tafsir as-Sa’diy, 1/366) .
Dengan demikian, menjadi hal yang penting bahkan sangat penting bagi kita –kaum muslimin- untuk meniti langkah-langkah agar al-Qur’an dapat menjadi jembatan penyeberangan bagi kita menuju pertolongan Allah di hari Kiamat kelak.
Langkah Merajut Syafa’at al-Qur’an
Di antara langkah yang patut kita usahakan untuk mendapatkan syafa’at al-Qur’an yang sedemikian kita damba-dambakan adalah sebagai berikut,
- Pelajari al-Qur’an
Yakni, mempelajarinya dari aspek membacanya, sehingga kita dapat membacanya dengan baik sebagaimana yang diperintahkan,
وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا
Dan bacalah al-Qur’an itu secara tartil (Qs. Al-Muzammil : 4),
Yakni, bacalah al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan, jelas huruf-hurufnya dan waqaf (berhentinya) (at-Tafsir al-Muyassar, 10/294). Hal ini akan membantu pembacanya untuk dapat memahami dan mentadabburinya. Maka, hal tersebut akan memberikan peluang pelakunya mendapatkan syafa’at al-Qur’an di hari Kiamat kelak. Rasulullah bersabda,
اقْرَءُوْا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيْعًا لِأَصْحَابِهِ
Bacalah al-Qur’an, karena ia akan datang memberi syafa’at kepada para pembacanya pada hari Kiamat kelak (HR. Muslim, no. 252)
Bacalah al-Qur’an dengan baik tentunya diiringi dengan niat yang tulus karena Allah –baik siang ataupun malam hari-, jadikanlah ia sebagai bacaan harian kita yang rutin, niscaya al-Qur’an akan memintakan syafa’at kepada Allah untuk kita, ia akan menberikan syafa’at kepada kita dengan izin Allah, Rasulullah bersabda,
الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ … وَيَقُوْلُ الْقُرْآنُ مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِي فِيْهِ قَالَ فَيُشَفَّعَانِ
Puasa dan al-Qur’an akan memberikan syafa’at kepada seorang hamba pada hari Kiamat… al-Qur’an akan mengatakan,’wahai Rabbku aku telah menghalanginya tidur di malam hari, maka izinkanlah aku untuk memberikan syafa’at kepadanya. Maka keduanya (puasa dan al-Qur’an) memberikan syafa’atnya (HR. al-Baihaqi di dalam Syu’abul Iman, no. 1994).
Adapun membaca al-Qur’an dengan niatan yang tidak ikhlas, ia riya dan ingin dipuji manusia niscaya tidak akan menjadikan pelakunya mendapatkan syafa’at al-Qur’an, tapi justru terancam dengan siksa yang pedih. Isyarat ini tercermin dalam hadis tentang tiga golongan yang pertama kali dihisab pada hari Kiamat, di dalamnya disebutkan, “…dan didatangkan pula seseorang yang belajar al-Qur’an dan mengajarkannya, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya dengan jelas, Allah bertanya, ‘apa yang telah kamu perbuat ? Dia menjawab, saya telah belajar ilmu dan mengajarkannya, saya juga membaca al-Qur’an demi Engkau .”Allah berfirman, ‘Kamu dusta, akan tetapi kamu belajar ilmu dan mengajarkannya serta membaca al-Qur’an agar dikatakan seorang yang mahir dalam mambaca, dan kini kamu telah dikatakan seperti itu, kemudian diperintahkan kepadanya supaya dia dicampakkan dan dilemparkan ke dalam neraka (HR. Muslim, no. 5032)
- Ajarkan al-Qur’an kepada orang lain
Mengajarkan al-Qur’an juga menjadi sebab al-Qur’an akan memberi syafa’at kepada kita. Dengan mengajarkan al-Qur’an kita menjadi termasuk sebaik-baik orang. Rasulullah bersabda,
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar al-Qur’an dan mengajarkannya (HR. al-Bukhari, no. 5027). Ini pun bila niatnya ikhlas karena Allah sebagaimana hadis di atas.
- Amalkan kandungan isinya
Mengamalkan al-Qur’an juga merupakan sebab al-Qur’an akan memberikan syafa’at kepada kita. Al-Qur’an adalah ketetapan dan ketentuan Allah, maka tidak ada pilihan bagi seorang muslim melainkan melaksanakannya. Siapa yang melaksanakan ketentuanNya nisacaya sangat besar peluang baginya utuk mendapatkan pertolonganNya, bahkan dipastikan ia akan mendapatkannya. Allah berfirman,
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُوْلُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُوْنَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِيْنًا
Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata. (Qs. Al-Ahzab : 36)
Oleh karena itu, bila al-Qur’an memerintahkan kita untuk melakukan sesuatu, maka sepantasnya kita bersegera melaksanakannya, dan bila al-Qur’an melarang kita dari melakukan sesuatu, maka sepantasnya kita tidak melakukan apa yang dilarang al-Qur’an tersebut.
- Ikuti petunjuk-petunjuknya
Allah berfirman,
اتَّبِعُوْا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوْا مِنْ دُوْنِهِ أَوْلِيَاءَ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُوْنَ
ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu ikuti selain Dia sebagai pemimpin. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran. (Qs. Al-A’rof : 3)
Siapa yang mengikuti petunjuk al-Qur’an, niscaya ia akan selamat. Allah berfirman,
فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى
“Barangsiapa yang mengikuti petunjukKu, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka (Qs. Thaha : 123)
- Jadikanlah al-Qur’an sebagai pemutus hukum perkara
Allah berfirman,
وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوْكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ
Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memperdayakan engkau terhadap sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. (Qs. Al-Maidah : 49)
Siapa yang memutuskan perkara atau berhukum dengan al-Qur’an niscaya keputusannya adalah adil.
Adil, baik keputusan hukum tersebut dalam hal pemutusan perkara yang terjadi di antara manusia, ataupun hukum tersebut merupakan hukum yang bersifat mutlak. Maka, barang siapa yang mengatakan bahwa bangkai itu haram (dikonsumsi atau diperjual belikan) maka ia telah adil. Barang siapa yang mengatakan, ‘wajib berlaku adil terhadap para istri, maka ia telah adil, karena hal tersebut merupakan ketentuan hukum yang ada dalam al-Qur’an (Syarah Muqaddimah at-Tafsir, 1/8)
Jika keadilan yang ditegakkan niscaya hakikat keselamatan akan diraih baik di dunia mauapun di akhirat.
Pembaca yang budiman…
Demikianlah beberapa langkah yang diharapkan dengan kita menitinya al-Qur’an akan memberikan syafa’at kepada kita dengan seizin Allah Dzat yang telah menurunkannya.
Akhir kata, semoga Allah memberikan taufiq kepada kita untuk mengamalkannya. Amin Wallahu a’lam (Redaksi)
Referensi :
- Al-Qur’an dan tarjamah maknanya
- Al-Musnad, Ahmad bin Hanbal
- At-Tafsir al-Muyassar, Dr. Hikmat Basyir, et.al
- Shahih al-Bukhari, Muhammad bin Ismail al-Bukhari
- Shahih Muslim, Muslim bin al-Hajjaj an-naisaburiy
- Syarah Muqaddimah at-Tafsir, Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin
- Syu’abul Iman, Ahmad bin Husain al-Baihaqiy
- Tafsir as-sa’diy, Abdurrahman bin Nashir as-Sa’diy
Sumber :
Dinukil dari Bulletin an-Nuur, Yayasan al-Sofwa Jakarta, Edisi Th. XVIII No. 1125/Jum`at I/Ramadhan 1438 H/2 Juni 2017 M
Amar Abdullah bin Syakir