Salah satu cara Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-dalam menangani masalah keluarga adalah membiarkan masalah itu sendiri. Seringkali perselisihan suami istri tidak bisa diselesaikan dengan bercekcok dan bedebat. Perdebatan justru membuat masalah kian meruncing dan sulit diredakan.
Tak jarang perselisihan dapat diselesaikan dengan cepat karena suami menjauh dari masalah dan melakukan ibadah atau pekerjaan lain yang lebih bermanfaat.
Contoh hal ini dari rumah tangga Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bisa dilihat dalam riwayat Anas, katanya, “Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-punya sembilan istri. Beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- menjadwal mereka sehingga tidak kembali ke istri giliran pertama sebelum istri giliran kesembilan mendapatkan haknya. Namun, setiap malam mereka berkumpul di rumah istri yang mendapat giliran saat itu. Pada suatu malam, Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-berada di rumah Aisyah. Setelah itu datanglah Zaenab, lalu Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-menjangkaukan tangannya kepada Zaenab. Aisyah berkata ketus, ‘Ini Zainab !’ Rasul pun menghentikan tangannya. Lalu bertengkarlah Aisyah dan Zainab dengan suara yang makin keras. Sementara itu, waktu shalat tiba. Abu Bakar lewat dan mendengar keributan itu. ia berkata, ‘Rasulullah, mari keluar untuk shalat dan sumpallah mulut mereka dengan debu !’ Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-pun keluar. Aisyah berkata, ‘Sekarang Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-shalat, lalu Abu Bakar akan datang dan memarahiku.’ Setelah Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-selesai shalat, Abu Bakar mendatangi Aisyah dan menghardiknya dengan keras, ‘Mengapa engkau melakukan perbuatan ini ?! (HR. Muslim no. 1463)
Dari teks ini tampak jelas bahwa Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-tidak berusaha menyelesaikan masalah pada saat memuncak, melainkan membiarkannya dan justru pergi untuk melakukan shalat. Menggantung pertengkaran seperti ini adalah solusi yang lebih bagus. Lebih-lebih pemicu tertengkaran adalah cinta kepada Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-. Cinta tidak boleh dibalas dengan kejelekan. Kebaikan tidak boleh dibalas dengan keburukan. Demikian kata para Nabi [1]
Abu Bakar menyelesaikan problem itu dengan baik karena dia menghentikan perbuatan Aisyah (putrinya).
Dalam kasus ini, Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-tidak hanya membiarkan masalah, melainkan juga menghalangi pihak ketiga –walau pun ayah mertuanya sendiri- yang hendak melakukan perbuatan buruk terhadap istri. Dengan begitu, sang istri mengetahui bahwa Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-lebih sayang kepadanya daripada kepada ayahnya. Coba Anda simak hadits berikut ini.
Dari Nu’man ibn Basyir, ia berkata, “Abu Bakar minta izin untuk menghadap Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-. Tiba-tiba ia mendengar suara Aisyah yang keras. Aisyah berkata, ‘Demi Allah, aku tahu bahwa Ali lebih Anda sukai daripada ayahku !’ Mendengar itu, Abu Bakar hendak memukulnya seraya berkata, ‘Hai putri Ummu Ruman, aku melihatmu mengeraskan suara di hadapan Rasulullah!’ Namun, Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-mencegah Abu Bakar sehingga Abu Bakar keluar dari situ degan mendongkol. Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda, ‘Wahai Aisyah, bagaimana pendapatmu ? Aku telah menyelamatkanmu dari lelaki itu.”
Dalam salah satu riwayat disebutkan “Setelah Abu Bakar keluar, Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-meminta kerelaan Aisyah dan bersabda, ‘Tidakkah kau lihat aku menghalangi Abu Bakar?’ Kemudian Abu Bakar minta izin untuk masuk. Saat itu, Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-sudah berdamai dengan Aisyah.
Dalam redaksi Imam Ahmad disebutkan, “Lalu Abu Bakar menemui Rasulullah, yang ternyata sedang bercanda dengan Aisyah. Melihat itu, Abu Bakar berkata , ‘Masukkanlah aku ke dalam perdamaian sebagaimana kalian berdua telah memasukkan aku ke dalam pertengkaran.’ Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda, ‘Kami telah melakukannya.’ (HR. Ahmad, no 18394 dan 18421, dan Abu Dawud no. 4999)
Dari perkataan Abu Bakar, ‘Masukkanlah aku ke dalam perdamaian sebagaimana kalian berdua telah memasukkanku ke dalam pertengkaran, “ kita menemukan cara lain Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-dalam menyelesaikan perselisihan, yaitu, mediasi. Perkataan , ‘Masukkanlah aku ke dalam perdamaian…’ menunjukkan bahwa Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-dan Aisyah minta campur tangan dari pihak ketiga untuk menyelesaikan masalah. Keduanya ridha jika Abu Bakar menjadi penengah, meskipun awal hadits tidak menunjukkan hal ini secara tegas. Awal hadits memberi kesan seolah-olah Abu Bakar masuk tanpa diminta, dan dia melakukan campur tangan sebagai pihak ketiga…
Wallahu A’lam
Amar Abdullah bin Syakir
Sumber :
Al-Asaalib an-Nabawiyah Fi Mu’alajaat al-Musykilaat az-Zaujiyah, Dr. Dr. Abdussami’ Anis, ei, hal. 87-89.
Catatan :
[1] Dr. Muhammad Rawas Qal’aji, Dirasah Tahliliyah li Syahshiyyah ar-Rasul, hal. 185