Allah ﷻ berfirman
وَاللَّاتِي يَأْتِينَ الْفَاحِشَةَ مِنْ نِسَائِكُمْ فَاسْتَشْهِدُوا عَلَيْهِنَّ أَرْبَعَةً مِنْكُمْ فَإِنْ شَهِدُوا فَأَمْسِكُوهُنَّ فِي الْبُيُوتِ حَتَّى يَتَوَفَّاهُنَّ الْمَوْتُ أَوْ يَجْعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلًا (15) وَاللَّذَانِ يَأْتِيَانِهَا مِنْكُمْ فَآذُوهُمَا فَإِنْ تَابَا وَأَصْلَحَا فَأَعْرِضُوا عَنْهُمَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ تَوَّابًا رَحِيمًا (16)
Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya.
Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang (Qs. An Nisa : 15-16)
Mengenai firman Allah, الْفَاحِشَةَ (perbuatan keji), ia secara bahasa berarti ; segala sesuatu yang sangat dibenci oleh jiwa, dan sangat tidak disukai untuk disebutkan dengan lisan. Ini khusus mengenai syahwat kemaluan jika dilakukan dengan cara yang dilarang atau harus dihindari secara tradisi. Dan ini disepakati, bahwa yang demikian adalah zina. Sedangkan untuk homo seksual masih terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama fikih. Namun demikian, yang benar homoseksual itu juga termasuk (fahisyah/perbuatan keji). Sebab Allah ﷻ menamakannya demikian dalam surat Al A’raf.
Tidaklah mengherankan, adanya perhatian yang nyata ini, dengan membersihkan masyarakat dari berbagai perbuatan keji tersebut, dan tindakan keras dalam memeranginya dengan berbagai sarana.
Karena ciri utama dari jahiliyah -di segala zaman- sabagaimana di dalam jahiliyah kita sekarang yang memenuhi permukaan bumi, adalah kekacaubalauan seksual dan pengumbaran nafsu binatang tanpa kendali akhlak dan undang-undang. Bahkan menganggap berbagai hubungan seksual yang kacau balau itu, sebagai salah satu manifestasi ‘kebebasan individu’. Siapa yang menentang dan melanggar ‘kebebasan’ ini, pasti dianggap sebagai pembangkang atau berpikiran picik.
Orang-orang jahiliyah itu bisa bertoleransi dalam segenap kebebasan ‘humanisme’ mereka. Tetapi mereka tidak bisa bertoleransi dalam pemberantasan kebebasan “kebinatangan” ini ! Mereka bisa melepas semua kebebasan tersebut, tetapi mereka menganggap rendah orang yang ingin mengatur dan membersihkan kebebasan ‘kebinatangan’ ini !
Di dalam semua masyarakat jahiliyah, semua sistem bekerjasama dalam menghancurkan semua pilar moral ; dalam kendali fitrah yang ada dalam diri manusia, dalam menjunjung tinggi syahwat kebinatagan dan membuat istilah-istilahnya yang bersih, dalam membangkitkan rangsangan seksual dengan segala sarana, dan mendorong pelampiasannya tanpa kendali, dan dalam melecehkan tatanan keluarga serta pengawasannya, dan tatanan masyarakat serta kontrol sosialnya, dalam menganggap rendah semua fitrah yang sehat yang merasa jijik terhadap yang telanjang, dan dalam menyanjung berbagai syahwat dan pornografi pada tatanan perasaan, jasad dan ungkapan berkala !
Semua itu, adalah ciri khas jahiliyah yang rendah, dimana Islam datang untuk membersihkan semua perasaan manusia dan masyarakat darinya. Ciri khas, tetap itu-itulah yang ada dalam semua jahiliyah.
Siapa saja yang menelaah syair-syair imrul Qays tentang jahiliyah Arab, pasti akan menemukan persamaannya dalam syair-syair jahiliyah Yunani dan jahiliyah Romawi. Sebagaimana ia bisa menemukan persamaannya dalam sastera dan seni kontemporer pada jahiliyah Arab dan jahiliyah-jahiliyah kontemporer lainnya. Demikian pula orang yang memperhatikan tradisi-tradisi masyarakat kebejatan moral kaum wanita, kenakalan remaja dan amburadulnya pergaulan bebas dalam semua jahiliyah yang lama dan yang kontemporer, pasti akan menemukan kesamaan antar semua jahiliyah tersebut dan bahwa jahiliyah ini bersumber dari satu konsumsi tetapi mengambil berbagai slogan yang tidak jauh berbeda !
Pengumbaran nafsu binatang ini selalu berakhir dengan kehancuran peradaban dan umat yang memfasilitasinya, sebagaimana terjadi pada peradaban Yunani, Romawi dan Persia dulu dan sebagaimana terjadi hari ini pada peradaban Eropa dan Amerika. Karena peradaban modern ini, sudah mulai mengalami proses keruntuhannya sekalipun telah mampu mencapai berbagai bentuk kemajuan luar biasa dalam perdaban industri. Yang sangat mencemaskan kalangan intelektual di sana. Sekalipun mereka menyadari seperti tampak pada statemen-statemen mereka bahwa mereka tidak berdaya menahan laju arus penghancur ini.
Sekalipun demikian akibatnya, namun orang-orang jahiliyah -di setiap zaman dan setiap tempat- mereka tetap begitu bersemangat untuk menjerumuskan diri dalam jurang kehancuran. Dan mereka terkadang rela kehilangan semua kebebasan ‘kemanusiaan’ mereka, tetapi mereka tetap tidak bisa menerima adanya satu pun penghalang yang menghambat jalan kebebasan ‘kebinatangan’ mereka. Mereka rela diperbudak seperti layaknya para budak, asalkan mereka tidak kehilangan hak mengumbar nafsu kebinatangan yang mereka inginkan !
Padahal, sesungguhnya itu bukanlah kebebasan dan bukan pula kemerdekaan. Ia merupakan perbudakan hawa nafsu terhadap naluri kebinatangan, dan merupakan keterpurukan ke dalam dunia binatang ! Bahkan, mereka jauh lebih sesat ! Karena binatang terkendalikan -dalam hal ini- oleh ketentuan-ketentuan fitrah, yang mengatur tugas-tugas seksual selama musim-musim tertentu, yang tidak dilanggar di kalangan binatang, dan membuatnya selalu terikat dengan hikmah pembuahan dan pengembangbiakan. Sehingga betina tidak mau menerima jantan, kecuali pada musim-musim pembuahan. Demikian pula, yang jantan tidak akan mendatangi betina, kecuali sang betina telah siap!
Sedangkan manusia, Allah menyerahkannya kepada akalnya, dan mengendalikan akalnya dengan akidahnya. Bila manusia terlepas dari akidahnya, maka akalnya pasti lemah dalam menghadapi tekanan, dan tidak mampu menahan gejolak yang ada dalam dirinya.
Oleh sebab itu, ia tidak mampu mengendalikan gejolak ini dan tidak akan mampu membersihkan wajah masyarakat dari kotoran tersebut, kecuali dengan adanya akidah yang mampu memegang kendali, dengan kekuatan yang bersumber dari akidah ini, dan dengan kekuasaan yang mampu memberikan pelajaran dan hukuman kepada para pelanggar yang membanggakan diri. Dan mampu mengembalikan eksistensi manusia, bahkan mengangkatnya dari derajat binatang ke martabat manusia yang mulia di sisi Allah.
Jahiliyah yang tengah dijalani umat manusia kini, hidup tanpa akidah sebagaimana hidup tanpa kekuasaan yang tegak di atas landasan akidah ini.
Oleh karena itu, kaum intelektual di tengah jahiliah barat berteriak keras, tetapi tidak seorang pun yang menyambut teriakan mereka, karena seseorang tidak akan menyambut kalimat-kalimat yang melayang di angkasa tanpa di dukung oleh kekuasaan eksekutif dan hukuman-hukuman yang bertujuan mendidik.
Gereja dan para pemimpin agama berteriak, tetapi tidak seorang pun yang menyambut mereka, karena seseorang tidak akan mau menyambut ideologi yang kosong yang tidak didukung oleh kekuasaan yang melindunginya dan tidak melaksanakan pengarahan-pengarahan dan syariat-syariatnya.
Umat manusia bergegas ke jurang, tanpa kendali dari fithrah yang diberikan Allah kepada binatang. Juga tanpa kendali dari akidah dan syariat yang diberikan Allah kepada manusia !
Kehancuran perabadan ini, merupakan akibat yang pasti, yang telah dibuktikan oleh semua pengalaman umat manusia terdahulu, sekalipun peradaban itu tampak kokoh dan memiliki berbagai landasan besar yang menopangnya. Karena ‘manusia’ tak diragukan lagi-jauh lebih besar perannya ketimbang landasan tersebut. Bila manusia telah dihancurkan, maka bisa dipastikan bahwa peradaban tidak bisa tegak di atas landasan sejumlah pabrik dan produksi semata !
Tatkala kita mengetahui kedalaman hakikat ini, maka kita akan memahami sisi keagungan Islam dalam memperberat hukumannya terhadap perbuatan keji, untuk melindungi ‘manusia’ dari penghancuran, agar kehidupan manusia tegak di atas landasan kemanusiaannya yang utama.
Di samping itu, kita memahami sisi kejahatan sistem-sistem yang menghancurkan dasar-dasar kehidupan manusia, dengan menjunjung tinggi perbuatan keji dan melepaskan syahwat dari ikatannya, kemudian menamakan hal tersebut terkadang dengan kedok ‘seni’, kadang kala dengan kedok ‘kebebasan’, kadang kala dengan kedok ‘kemoderenan’.
Setiap sarana, di antara sarana-sarana penghancuran ‘manusia’, harus disebut dengan nama, yaitu …kejahatan…!
Sebagaimana, hal tersebut harus dihentikan dengan nasehat dan hukuman ! Itulah yang dilakukan oleh Islam. Sekali lagi hanya oleh Islam, dengan manhajnya yang lengkap, saling menyempurnakan dan lurus !
Wallahu A’lam
Sumber :
Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim li An Nisa, Syaikh Imad Zaki Al Barudi, ei, hal. 318-320.
Amar Abdullah bin Syakir
Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: HisbahTV
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor