Maksiat Memutuskan Hubungan Antara Hamba dengan Rabnya

Ketika Allah SWT mengharamkan sesuatu, maka sesuatu itu pasti mengandung keburukan, namun manusia yang hanya memiliki ilmu yang sedikit dan terbatas seringkali tidak mengetahuinya, andai ia tahu ia tak akan mendekati maksiat karena dibaliknya ada dampak negatif yang sangat merugikan didunia sebelum adzabnya nanti diakhirat.

Misal, Allah SWT mengatur hubungan antara lelaki dan perempuan dengan cara menikah, dan mengharamkan perbuatan zina karena dampaknya sangat merugikan. Zina menghilangkan rasa tanggung jawab, dan ia hanyalah umbar syahwat semata bukan cinta sejati seperti halnya orang yang bercinta dibawah naungan pernikahan yang sah yang terikat dengan hak dan kewajiban, zina menyebabkan tidak jelasnya keturunan sehingga banyak anak terlantar lantaran ditinggal ayah atau ibunya yang tak bertanggung jawab, zina menyebabkan menularnya penyakit-penyakit yang sangat membahayakan bagi tubuh, dan lain sebagainya. Ini semua adalah dampak-dampak negatif maksiat didunia sebelum adzab yang sangat pedih di akhirat jika Allah tidak mengampuni.

Diantara dampak negatif maksiat yang  sangat ditakutkan adalah terputusnya hubungan antara hamba dan rabbnya.

Dalam Kitab Al-Jawabul Kafi Ibnul Qayyim berkata:

diantara hukuman terbesar (di dunia-red) bagi seorang pelaku maksiat adalah terputusnya hubungan antara ia dengan Allah SWT, jika hubungan tersebut sudah terputus maka terputuslah sumber-sumber kebaikan bagi hamba tersebut dan terbukalah sumber-sumber keburukan. Maka keberuntungan, harapan, dan kehidupan apakah yang bisa diharapkan dari orang yang sudah jauh dari sumber-sumber kebaikan, sudah memutuskan hubungannya dengan dzat yang ia tak akan pernah bisa tak butuh kepadanya walau hanya sesaat, dzat yang tidak bisa digantikan dengan yang lain, ia berloyalitas kepada musuh terbesarnya, sehingga musuh tersebut dengan mudahnya mengaturnya  semau dia dan diapun telah dibiarkan oleh Allah SWT.”

Sebagia Ulama Salaf berkata:

Seorang hamba itu berada diantara Allah SWT dan setan, jika Allah berpaling darinya maka dia diurus oleh setan, dan jika Allah mengurusnya maka setan tak akan bisa berbuat apa-apa kepadanya.

Allah SWT berfirman:

وَإِذ قُلنَا لِلمَلَٰئِكَةِ ٱسجُدُواْ لِأدَمَ فَسَجَدُواْ إِلَّا إِبلِيسَ كَانَ مِنَ ٱلجِنِّ فَفَسَقَ عَن أَمرِ رَبِّهِۦٓۗ أَفَتَتَّخِذُونَهُۥ وَذُرِّيَّتَهُۥٓ أَولِيَاءَ مِن دُونِي وَهُم لَكُم عَدُوُّ بِئسَ لِلظَّٰلِمِينَ بَدَلا

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turanan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Kahfi: 50).

Dalam ayat ini Allah SWT berkata kepada para hambanya: dahulu telah Ku muliakan ayah kalian (Adam AS), Ku angkat kedudukannya, dan Ku utamakan dia diatas yang lainnya. Sehingga Aku perintahkan semua malaikatku untuk bersujud kepadanya sebagai penghormatan, mereka menaatiku sedang musuhku dan musuhnya menolak, ia (Iblis) melanggar perintahku dan keluar dari ketaatanku. Maka setelah ini semua, pantaskah kalian menurutinya dan keturunannya selain Aku? Kalian menaatinya (Iblis) dalam bermaksiat kepadaku? Dan kalian berloyalitas kepadanya dengan selain ridhoku padahal dia musuh terbesar bagi kalian? Kalian menurutinya padahal aku memerintahkan kalian untuk memusuhinya? Dan barangsiapa yang berloyal kepada musuh raja maka dia dan musuhnya sama saja bagi raja. Karena kecintaan dan ketaatan tidak akan sempurna tanpa memusuhi musuh orang yang dicintai, dan mendekati orang yang dicintainya. Sedangkan jika engkau mengaku berloyal dan taat kepada raja namun kau juga taat kepada musuhnya maka mustahil. Sungguh buruk orang-orang dzalim yang menjadikan iblis sebagai pengganti dari Allah SWT untuk ditaati dan di turuti.” Demikianlah perkarataan Ibnul Qoyyim mengingatkan kita semua akan bahayanya maksiat.

Jika suatu saat terlintas di benak kita keinginan untuk berbuat maksiat, maka ingatlah kepada Allah SWT yang nikmatnya senantiasa bercucuran kepada kita. Mata, lidah, telinga, tangan, dan kaki yang kita gunakan untuk bermaksiat adalah bagian dari nikmatya, pantaskah? Jika kita malu kepada guru atau teman kita, tidakkah kita malu kepada Allah SWT yang senantiasa melihat dan mendengar kita sedang kita menggunakan nikmanya kepada kita untuk bermaksiat.? Semoga Allah SWT membuka hati kita untuk selalu taat kepadanya dalam setiap keadaan.

Semoga bermanfaat!

Ditulis oleh Arinal Haq

Artikel : www.hisbah.net

Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet,

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *