Menurut syara’, diwajibkan bagi semua wanita yang beriman untuk memakai hijab syar’i yang menutupi seluruh tubuh, termasuk muka dan kedua telapak tangan, serta menutupi seluruh perhiasan yang dipakainya, dari penglihatan laki-laki lain (ajnabi). Hal itu didasarkan pada dalil-dalil Al-Qur’an, hadits dan ijma’ amali dari para istri kaum mukminin, mulai dari zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, berlanjut pada masa Khulafau Ar-Rasyidin radhiyallahu ‘anhum, kemudian masa tabi’in dan tabi’ut tabi’in.

Pengamalan ini terus berlangsung sampai pada masa terpecahnya “Daulah Islamiyah” menjadi beberapa negara kecil pada pertengahan abad ke-14 H. Di samping itu, juga didasarkan pada keabsahan atsar yang ada, qiyas yang baku dan pertimbangan yang benar dalam mengambil kemaslahatan dan menangkal kerusakan.

Dalam aplikasinya, hijab yang diwajibkan atas seorang wanita ini -jika ia berada di dalam rumah- bisa dilakukan dari balik dinding dan dari dalam kamar, sedang bila ia menghadapi seorang laki-laki lain di dalam atau di luar rumah, maka hijab ini berarti pakaian syar’i, yaitu: jilbab dan kerudung yang menutupi seluruh tubuh dan perhiasan yang dipakainya. Sebagaimana terdapat nash-nash yang menyatakan, bahwa hijab ini hanya bisa dikategorikan sebagai hijab syar’i setelah- memenuhi persyaratan-persyaratannya.

Hijab ini memiliki banyak kelebihan dan keutamaan. Oleh karena itu, syariat Islam melindunginya dengan beberapa faktor yang bisa menghindarkan dari kerusakan atau pelecehan terhadapnya.

Sumber : Hirasatu al-Fadhilah, Syaikh bakar bin Abdillah Abu Zaed, Penerbit : Darul ‘Ashimah, hal. 25.

(Amar Abdullah/hisbah.net)

Ikuti update artikel Hisbah di Fans Page Hisbah
Twitter @Hisbahnet, Google+ Hisbahnet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *