Menyambung tulisan sebelumnya, mengenai faktor-faktor pendukung kesuksesan terapi penaggulangan virus LGBT:
Ketiga: Manusia dan Keluarga
Keluarga adalah lingkungan yang pertama dan utama, sekolah dasar dan perguruan tinggi, dan benteng terakhir jika keadaan sudah tak lagi bersahabat ketika dirimu ditinggal lari oleh sahabat.
Maka, membuka diri dengan keluarga sendiri, dan merasakan adanya tanggung jawab untuk menjaga kehormatan dan nama baik mereka adalah salah satu cara utama untuk menahan kemauan nafsu diri yang kian bejat terikut arus pergaulan. Engkau yang dulu begitu dibanggakan, jangan sampai menjadi orang utama yang merusak nama keluarga, engkau yang dulu sangat disayang, jangan pernah tega untuk membalas kasih itu dengan tuba. Dan engkau sendiri tau betapa sibuk dan sedihnya ibu merawatmu jika demam menghampiri, maka jangan kau uji pula ketegaran ibumu untuk membasuh nanah dan lendir dari tubuhmu jika engkau sudah terkena aids dsbg, na’udzubillah min dzalik.
Allah Ta’ala berfirman:
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS Lukman: 14)
Dan kedurhakaan apalagi yang paling mengecewakan selain berubah fitrah dan memalukan nama baik keduanya?
Keempat: Manusia dan Lingkungan
Petuah Arab mengatakan:
الصَاحِبُ سَاحِبٌ
“Teman itu menyeret”
Dan seperti yang telah disebutkan bahwa manusia adalah produk dan hasil dari tempat dimana ia berkembang, apabila ia dibesarkan ditengah orang-orang baik maka baik pula, dan sebaliknya, karena salah satu tabiat manusia adalah mudah terpengaruh denga keadaan sekitar, maka dalam hal pergaulan haruslah setiap orang mawas diri dan berprinsip sehingga tidak mudah diwarnai dan hanyut terikut arus.
Keluarga memang lingkungan utama, namun ketika seorang anak beranjak dewasa, maka ia akan lebih banyak menghabiskan waktunya diluar rumah dan dengan orang-orang baru selain keluarga, maka interaksi dengan ide-ide baru, wawasan baru, dan cara pandang baru itu membutuhkan adaptasi, dan dalam beradaptasi jika individu itu lemah maka ia akan kalah.
Banyak kasus yang mengajarkan kepada kita, bahwa LGBT belakangan ini disebabkan oleh pergaulan dan gaya hidup yang tidak menentu, dari awalnya hanya bergaul dengan orang-orang berkelainan hingga kemudian terjebak menjadi korban, dan kemudian akhirnya menjadi agen dan pelaku baru yang siap mencari mangsa berikutnya, sebagaimana yang telah dipaparkan pada tulisan sebelumnya, bahwa kemungkarang ini bersifat menular.
Maka solusi utama untuk meninggalkan virus ini adalah dengan meninggalkan orang-orang yang mengajak kepadanya, dan meninggalkan seluruh keterkaitan diri akan hal-hal yang berbau dan mengarah kepadanya, atau nama lainnya adalah rehabilitasi.
Meninggalkan sesuatu itu yang sudah terbiasa dengannya memang berat, tidak ada yang mengatakannya mudah, untuk berikut beberapa arahan dan terapi dari Ibnul Qayyim Al Jauziyyah, sang ulama pakar hati, agar hati menjadi mantap untuk melakukannya:
1. Menundukkan pandangan.
Yaitu menjaganya dari melihat hal-hal yang dapat membangkitkan kembali nafsu yang sedang diterapi.
Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. (QS An Nur: 30)
2. Menyibukkan hati dengan hal-hal yang dapat menjauhkan diri dari memikirkannya, seperti merasa takut dengan akibatnya atau mencintai hal lain yang dapat menggusur perasaan cinta haram tersebut.
Namun point ini memerlukan sinergi dari dua buah faktor agar berhasil:
A. Akal sehat yang mampu melihat mana cinta yang hakiki dan mana yang nafsu belaka, mana cinta yang harus diperjuangkan, dan mana cinta yang harus ditinggalkan untuk dapat menggapai cinta yang lebih utama.
B. Kekuatan tekad dan kesabaran.
Betapa banyak yang mengatakan aku taubat, namun tidak konsistensi dengan janjinya, kembali kalah dengan hawa nafsunya. Maka apapun terapi yang diberikan atau siapapun yang membimbing, tidak akan berhasil jika diri sendiri tidak membulatkan tekad untuk berhenti.
(disari patikan dari Ad Daa’ wad Dawaa’, hlm 410 edisi terjemahan)
Terakhir, dan ini adalah obat paling mujarab dari Nabi shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, bukan hanya obat untuk mengarahkan nafsu syahwat, namun juga sebagai penyelamat kenormalan fitrah atau orientasi seksual.
Beliau bersabda:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai para pemuda, siapa di antara kalian yang telah memperoleh kemampuan menghidupi kerumahtanggaan, kawinlah. Karena sesungguhnya, perhikahan itu lebih mampu menahan pandangan mata dan menjaga kemaluan. Dan, barangsiapa belum mampu melaksanakannya, hendaklah ia berpuasa karena puasa itu akan meredakan gejolak hasrat seksual.” (HR Muslim)
Semoga Allah Ta’ala meneguhkan tekad kita semua untuk terus berupaya menjaga norma-norma agama ditengah masyarakat kita dengan menghidupkan syiar amar makruf nahi mungkar, dimulai dari yang terdekat yaitu keluarga sendiri dan lingkungan sekitar dan seterusnya.
Link tulisan pertama: https://www.hisbah.net/lgbt-sejarah-pencegahan-dan-penanggulangannya-1/
Link tulisan kedua: https://www.hisbah.net/lgbt-sejarah-hukum-pencegahan-dan-penanggulangannya-2/
Link tulisan ketiga: https://www.hisbah.net/lgbt-sejarah-hukum-pencegahan-dan-penanggulangannya-3/
Link tulisan keempat: https://www.hisbah.net/lgbt-sejarah-hukum-pencegahan-dan-penanggulangannya-4/
Penulis Muhammad Hadrami