LGBT: Sejarah, Hukum, Pencegahan dan Penanggulangannya (4)

Didalam Ilmu Tarbiyah disebutkan:

الإِنساَن ابنُ بيئَتِهِ

“Manusia adalah produk lingkungannya”

Jadi, salah satu faktor yang sangat menentukan bagaimana arah hidup seorang manusia adalah lingkungannya, dan lingkungan memiliki dua makna, makna luasa dan sempit. Makna sempitnya adalah lingkungan terdekat seorang manusia yaitu keluarga, dan makna luas adalah lingkungan luarnya, seperti sekolah, teman bermain dan lingkungan tempat tinggal.

Kemudian disisi lain, eksistensi manusia dimuka bumi juga harus dipandang dari kacamata agama, yaitu bahwasanya manusia diciptakan tidak lain tidak bukan kecuali untuk menghambakan diri kepada Sang Pencipta, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS Adz Dzariyat: 56)

Untuk itu, penanggulangan virus LGBT ini akan kita bagi ke beberapa sudut pandang yang mana satu sama lain tidak dapat dipisahkan pada hakikatnya, dan jika satu sisi saja timpang, maka efeknya akan berkurang.

1- Antara manusia dengan agamanya

2- Antara manusia dengan dirinya sendiri

3- Antara manusia dengan keluarganya

4- Antara manusia dengan lingkungan luarnya

Pertama: Manusia dan Agama

Allah Ta’ala dengan jelas menyebutkan bahwa tujuan penciptaan manusia adalah semata-semata untuk menghamba kepada-Nya, dan point inilah yang kebanyakan manusia tidak menyadarinya, termasuk yang mengaku sebagai muslim sendiri. Maka jadinya, ketika ia dapati bahwa Islam memiliki aturan terkait hawa nafsu, ia pun merasa dijajah hak pribadinya, padahal Islam sebagai agama yang bermakna pedoman hidup jelas dalam segala aturannya membawa misi moderasi atau yang kita kenal sebagai wasathiyyah: pertengahan, tidak berlebihan dan tidak pula kurang. Maka tidak kita dapati Islam menyuruh mematikan syahwat yang ada, dan melarang umatnya dari pernikahan, dan disatu sisi Islam tidak ingin umatnya menjadi pengekor hawa nafsu dengan dibiarkan tanpa aturan terkait hawa nafsu.

Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (QS Al Hasyr: 7)

Kedua: Manusia dan Dirinya

“Jujur dengan diri sendiri”, itu kuncinya. Sebelum merasa bahwa orang lain mengecam atau men-judge apa yang anda lakukan, lebih baik tanyakan hati terkecil anda, apakah ia betul merasa baik-baik saja? Atau sebenarnya hati anda sendiri yang mengingkari hawa nafsu anda?

Maha benar Allah Ta’ala dengan firman-Nya:

بَلِ الْإِنْسَانُ عَلَىٰ نَفْسِهِ بَصِيرَةٌ

“Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri”. (QS Al Qiyamah: 14)

 

Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam memberikan tips sederhana untuk mendeteksi suatu perbuatan apakah ia dosa atau bukan,

وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي صَدْرِك، وَكَرِهْت أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ ( رَوَاهُ مُسْلِمٌ)

“Dan dosa adalah sesuatu yang hatimu merasa tidak nyaman dengannya, dan engkau tidak ingin orang lain mengetahuinya”. (HR Muslim)

Dan terkait pembahasan kita, malu atau tidak dirimu jika dirimu viral sebagai LGBT? Merasa hancur tidak nama baikmu? Karirmu? Kehormatan keluargamu? Jika seandainya perbuatan itu dibuka ke publik?

Tentu malu bukan?

Maka itu adalah dosa, jangan pernah membuka aib sendiri apalagi berbangga dengannya hingga ikut menyebarkannya, ancamannya berat, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

كلّ أمّتي معافى إلّا المجاهرين، وإنّ من المجاهرة أن يعمل الرّجل باللّيل عملا، ثمّ يصبح وقد ستره اللّه فيقول: يا فلان عملت البارحة كذا وكذا، وقد بات يستره ربّه، ويصبح يكشف ستر اللّه عنه

‘‘Setiap umatku akan mendapat ampunan, kecuali mujahirin (orang-orang yang terang-terangan berbuat dosa). Dan yang termasuk dalam bentuk terang-terangan berbuat dosa adalah seseorang yang berbuat (dosa) pada malam hari, kemudian pada pagi hari dia menceritakannya kepada orang lain, padahal Allah telah menutupi perbuatannya tersebut, yang mana dia berkata, ‘Hai Fulan, tadi malam aku telah berbuat begini dan begitu.’ Sebenarnya pada malam hari Rabb-nya telah menutupi perbuatannya itu, tetapi pada pagi harinya dia menyingkap perbuatannya sendiri yang telah ditutupi oleh Allah tersebut.” (HR Bukhari dan Muslim)

Bersambung…

Link tulisan pertama: https://www.hisbah.net/lgbt-sejarah-pencegahan-dan-penanggulangannya-1/

Link tulisan kedua:  https://www.hisbah.net/lgbt-sejarah-hukum-pencegahan-dan-penanggulangannya-2/

Link tulisan ketiga: https://www.hisbah.net/lgbt-sejarah-hukum-pencegahan-dan-penanggulangannya-3/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *