Said bin Al-Musayyib atau Abu Muhammad demikian gelar beliau adalah salah seorang ulama besar dari kalangan Tabi’in. ia lahir pada tahun 14 H atau dua tahun setelah Sayidina Umar bin Khatthab radhiyallahu’anhu menjabat sebagai khalifah. Beliau adalah salah satu ulama yang paling alim dari Kota Madinah yang ahli dalam fiqih, hadits, tafsir dan bidang-bidang keilmuan lainnya. Ia banyak bertemu dengan para sahabat karena ia hidup pada zaman mereka. Bahkan Said banyak meriwayatkan hadits dari para sahabat dan para ummahaatul mu’minin.
Dalam kitab Al-Bidayah wan Nihayah Ibnu Katsir menyebutkan sebuah kisah antara Said bin Al-Musayyib dengan Al-Hajjaj. Ibnu Katsir menuturkan:
Pada suatu hari Al-Hajjaj shalat disamping Said bin Al-Musayyib (di Kota Madinah), saat itu Al-Hajjaj belum menjabat sebagai apa-apa. Dalam shalatnya, Al-Hajjaj mengangkat kepalanya sebelum imam dan sujud sebelumnya (mendahului gerakan imam). Seusai shalat, Said memegang ujung baju Al-Hajjaj sebagai tanda bahwa ia memiliki hajat kepadanya agar Al-Hajjaj tidak pergi sebelum Said menyelesaikan dzikirnya. Setelah selesai berdzikir, Said menghadap kepada Al-Hajjah dan berkata, “wahai orang yang mencuri dan berkhianat (dalam shalat)! Apakah seperti ini engkau shalat? Hampir saja aku memukulkan sandalku ini kewajahmu.!” Al-Hajjaj tidak menjawabnya, lalu ia pulang ke Syam.
Di kemudian hari setelah Al-Hajjaj menjabat sebagai gubernur di Iraq, Ia datang ke Mekah dengan membawa pasukan untuk menyerang Abdullah bin Zubair radhiyallahu’anhu. Setelah berhasil membunuhnya, ia menjabat sebagai gubernur di Hijaz dan berangkat menuju Madinah. Sesampainya di Kota Madinah ia memasuki Masjid yang didalamnya terdapat majelis Said bin Al-Musayyib yang saat itu sedang mengajar murid—muridnya.
Ketika Al-Hajjaj melihat Said mengajar, ia berjalan menuju kepadanya, orang—orang yang hadir saat itu merasa khawatir jikalau Al-Hajjaj melakukan hal yang sama kepada Said bin Al-Musayyib sebagaimana ia lakukan kepada Abdullah bin Zubair di Mekah. Setelah Al-Hajjaj sampai kepada Said, ia mendekat dan duduk dihadapannya lalu berkata, “engkaukah orang yang memberiku nasehat saat itu?” Said menepuk dadanya lalu berkata, “Iya” kemudian Al-Hajjaj berkata “semoga Allah memberimu ganjaran yang baik karena engkau telah mengajariku. Setelah engkau menasehatiku (saat itu) aku tidak pernah shalat kecuali teringat akan kata-katamu.” Kemudian Al-Hajjaj berdiri dan pergi.
Kisah ini adalah suatu pelajaran bagi kita bahwa seseorang yang menerima nasehat yang mengesankan tidak akan lupa. Sehingga janganlah pernah ragu untuk menyampaikan nasehat tatkala melihat suatu kemungkaran dari siapapun, andai orang yang kita nasehati tidak mengikuti nasehat kita saat itu setidaknya dia akan mengingatnya di kemudian waktu.
Dan nasehat yang disampaikan dari hati yang tulus dan ikhlash mengharap ridha Allah semata akan Allah sampaikan kepada hati orang yang dituju dengan kekuasaaannya. Sama seperti panah, semakin kuat kita menariknya, semakin kuat pula luncuran panah tersebut, dan semakin lemah panah ditarik, maka lemahlah pula luncuran panah tersebut.
Wallahu ta’ala A’lam