Kisah Nyata Tentang Hijab

Syaikh al-Manfaluthi rahimahullah berkata,  Seorang pemuda tampan serta mapan ekonomi dan status sosialnya pergi ke negeri Eropa untuk suatu keperluan dan tinggal di sana untuk beberapa tahun, kemudian kembali ke tanah airnya akan tetapi keadaan dirinya sudah tidak lagi seperti yang kita kenal dulu.

Pergi dengan wajah berseri-seri laksana wajah sang gadis dan kembali dengan wajah kusam bagaikan batu licin diterpa air hujan yang deras. Pergi dengan hati bersih nan suci penuh belas kasih dan pemaaf namun kembali dengan hati beringas yang hampir semua penghuni bumi menaruh rasa benci dan penghuni langit memandang penuh dengan kemurkaan. Pergi dengan jiwa yang khusyuk penuh dengan ketundukan yang membuat kagum setiap insan yang memandang namun kembali dengan jiwa liar, ganas, garang dan tidak bersahabat.

Pergi membawa kepala yang penuh dengan hikmah dan pemikiran cemerlang namun kembali dengan kepala kapsul yang hanya berisikan hawa keraguan dan syubhat, dan pergi sebagai seorang yang akrab dan mengakar dengan mutiara agama dan nilai kebangsaan namun kembali sebagai sosok yang paling memuakkan mata bagi penganut agama dan bangsa.

Pada awalnya saya menyangka bahwa sosok aneh yang ditampilkan oleh para pemuda yang datang dari seberang Eropa kembali ke negeri mereka hanya sekedar tren sesaat belaka. Setelah matahari muncul dari timur keesokan hari maka berangsur ia akan kembali kepada budaya ketimurannya dan kepada nilai mulia yang telah hilang berhamburan mengudara ke atas langit.

Saya mengira kepribadiannya dan budaya baratnya hanya laksana wajah dengan kaca hias yang bila sosok tubuh beranjak pindah dari kaca maka pantulan tubuhnya akan lenyap.

Saya belum mempunyai niat untuk melepas tali persahabatan dengan teman saya itu. Saya masih tetap setia demi memenuhi ikatan janji yang kami ikrarkan dahulu dan harapan pada masa mendatang sambil bersabar menahan diri dari kecerobohan, bisikan jahat dan rusaknya pemikiran serta anehnya pemahaman yang tampak pada pribadinya sekarang, mungkin saja semua orang seperti saya tidak akan betah bersanding dengannya. Hingga pada suatu malam saya sangat terkejut dengan bencana dan musibah besar yang membuat putusnya tali persahabatan dan ikatan janji setia kami.

Pada malam itu saya menemukan dirinya dalam keadaan pucat masam wajahnya dan sangat gundah pikirannya. Ucapan salamku hanya dibalas dengan isyarat tangannya saja,maka saya bertanya,“Ada apa dengan dirimu?”

Dia menjawab, “Sejak malam ini wanita itu menjadi beban pikiranku dan hingga sekarang aku belum menemukan solusinya dan aku tidak tahu akhir dari masalah yang aku hadapi ini.

” Saya berkata, “Wanita mana yang kamu maksud?”

Ia berkata, “Dia adalah wanita yang orang banyak menyebutnya sebagai isteriku yang menurutku tidak lain hanya sebagai batu besar penghalang dalam mewujudkan angan-angan dan keinginanku!”

Saya berkata, “Engkau banyak angan-angan, wahai tuanku, apa sih sebenarnya angan-angan yang engkau bicarakan?”

Ia berkata, “Cita-cita dalam hidupku hanya satu yaitu aku memejamkan mata dan setelah membuka kedua mataku, aku sudah tidak melihat lagi cadar bertengger di wajah setiap wanita di negeri ini.”

 

Saya berkata, “Kamu tidak akan mampu mewujudkan cita-cita itu dan saya tidak setuju dengan pemikiran itu.

Ia berkata, “Kebanyakan orang sependapat dengan ideku ini dan berangan-angan seperti angan-anganku, mereka ingin antara wanita dan laki-laki bebas duduk-duduk dan bercengkerama seperti kaum wanita bebas bersenda-gurau dengan sesamanya. Bukan sikap lemah, serba tanggung dan kurang percaya diri, dimana semua kebiasaan seperti itu masih dipertahankan oleh bangsa timur tatkala ingin melangkah kepada suatu hal yang baru.”

“Aku yakin bahwa akulah orang pertama yang bisa merobohkan bangunan kuno yang membelenggu kebahagiaan dan menghambat kemajuan umat bertahun-tahun lamanya di negeri ini. Semoga saja aku bisa melakukan perombakan yang belum pernah dilakukan oleh para perintis kebebasan dan para pendukungnya. Gagasan ini telah aku tawarkan kepada isteriku ternyata gagasan ini dianggap berbahaya dan terkutuk. Bahkan seakan aku membawa petaka besar dan bencana hebat. Ia beranggapan bila dirinya berbaur dengan kaum laki-laki maka ia akan merasa malu dan gelisah untuk berbaur kembali dengan kaum wanita.”

“Menurutku itu bukanlah sikap malu dan gelisah yang terpuji tetapi itu suatu langkah rendah diri, statis dan membunuh kreativitas serta kehinaan yang ditimpakan Allah kepada kaum wanita di negeri ini. Mereka hidup dalam kuburan gelap cadar dan jilbab yang menghasung kebebasan mereka hingga datang kematian, akhirnya mereka pindah dari kuburan dunia kepada kuburan akhirat. Maka bagi diriku yang terpenting dalam hidupku hanyalah mewujudkan cita-cita luhur ini dan aku harus mampu membelah kepala yang keras dan membatu hingga berakhir dengan dua pilihan antara pecah berantakan atau sembuh secara total.”

Semua pembicaraan dan gagasannya membuat dadaku sesak yang disertai rasa jengkel dan gundah bercampur gelisah tetapi aku masih memandangnya dengan penuh kasihan dan aku berkata kepadanya, “Apakah engkau sudah paham atas apa yang engkau katakan wahai temanku?”

Ia berkata, “Ya, aku telah mengatakan sesuatu hakekat kebenaran yang sudah menjadi keyakinan dan ajaran bagiku dan juga menjadi keyakinan dirimu dan kebanyakan orang.”

Saya berkata, “Bolehkah aku berbicara tentang sesuatu kepadamu, kamu telah lama tinggal di negeri asing yang tidak kenal hijab dan pembatas antara kaum laki-laki dan perempuan. Apakah kamu masih ingat pada suatu hari nuranimu membisikkan sesuatu dan berbicara kepada dirimu bahwa kamu pernah berharap dengan sangat pada sesuatu dimana tangan kanan tidak mampu meraihnya yang berkaitan dengan harga diri wanita, ternyata harapan itu terpenuhi sebagian, sementara pemiliknya tidak merasakan?”

Ia berkata, “Mungkin aku masih teringat sedikit, apa sebenarnya yang kamu inginkan?”

Saya berkata, “Aku ingin mengatakan kepadamu; saya sangat khawatir bila saat sekarang ada orang yang membuat rencana busuk untuk merobek harga dirimu seperti kamu saat sekarang membuat rencana kotor untuk mengganggu harga diri orang lain.”

Ia berkata, “Wanita mulia akan tetap mampu menjaga kesucian dan harga dirinya dengan baik tanpa harus tersentuh tangan-tangan jahil sedikitpun meskipun hidup berbaur dengan kaum laki-laki.”

Maka aku pun sudah tidak mampu menahan perasaan emosi dalam diriku sambil menarik nafas panjang aku berkata, “Itu adalah tipuan syaithan terhadap dirimu wahai orang yang lemah iman dan karena adanya kelainan pada kepalamu lalu mempengaruhi kesehatan akal dan pikiranmu sehingga merusak pribadimu. Jiwa manusia laksana kubangan air yang menggenang, akan terus bersih selagi tidak kejatuhan batu hingga menjadi keruh. Kehormatan adalah corak jiwa manusia bukan elemen inti, jarang sekali corak dan warna bungkus itu bisa dipertahankan dan mudah sekali luntur oleh sinar matahari.”

Ia berkata, “Apakah kamu mengingkari kemampuan orang untuk menjaga kehormatannya?

Saya berkata, “Saya tidak mengingkarinya karena saya melihat bukti masih ada, akan tetapi saya tidak percaya kemampuan itu ada pada laki-laki beringas dan penipu kehormatan. Begitu pula saya tidak percaya kemampuan itu ada pada wanita jalang dan penjaja kehormatan. Masihkah mereka memiliki sisa kehormatan tatkala keduanya melepas batas hijab dan masing-masing bebas menikmati wajah temannya?”

Di dunia manakah dari negerimu ini, kamu ingin membuat kelinci percobaan kebebasan bergaul antara wanita dan laki-laki. Apakah di dunia orang-orang yang terdidik? Di antara mereka ada yang ditanya: Kenapa kamu tidak menikah?

Maka ia menjawab: Semua wanita di negeri ini adalah wanitaku! Ataukah di kalangan mahasiswa?

Padahal di antara mereka banyak yang mundur sambil tersipu malu dari teman laki-laki kuliah bila mereka melihat foto sang pacar atau kekasih atau surat cinta dan bunga-bunga asmaranya tersimpan dalam dompetnya? Ataukah di lingkungan orang-orang pandir lagi bodoh yang kebanyakan dari mereka masuk rumah menjadi pembantu terhina setelah keluar menjadi menantu terhormat?”

Demikianlah kalian (orang-orang kafir barat) sangat tinggi perhatian terhadap masalah wanita dan penuh antusias tatkala berbicara tentang seluk-beluk dirinya. Kenapa begitu serius membahas masalah hijab wanita, tabarruj-nya dan kebebasan wanita Seakan-akan dengan itu semua kalian telah menuntaskan seluruh hak-hak umat yang wajib di pundak kalian dan seakan tidak ada lagi sesuatu yang bisa kamu berikan kepada umat selain itu?!

Didiklah kaum laki-laki dengan baik sebelum mendidik kaum wanita sebab bila kalian tidak mampu mengarahkan kaum laki-laki maka untuk mengarahkan dan mendidik kaum wanita lebih tidak mampu lagi!

Masih banyak sekali pintu-pintu kebaikan yang bisa dibanggakan di negeri ini. Kamu masih bisa memilih sesuka hatimu dan biarkan pintu yang satu ini jangan diketuk, sebab bila kalian mencoba untuk membukanya berarti kalian telah membuka pintu bencana yang hebat dan kesengsaraan yang panjang.

Tunjukkan satu saja bila memang ada seorang laki-laki yang bisa mengendalikan hawa nafsunya tatkala jatuh ke dalam pelukan wanita yang dikaguminya! Dan ucapkan dengan jujur apakah benar wanita mampu menghasung nafsunya bila hatinya telah tertambat dalam pangkuan laki-laki yang dicintainya?

Kalian telah membebankan sesuatu kepada wanita yang kalian sendiri tidak mampu melaksanakannya dan kalian menghendaki sesuatu yang tidak dikenal oleh dunia wanita. Kalian berusaha menjerumuskan wanita dalam kehidupan yang penuh bahaya, yang kalian sendiri tidak mampu menyelamatkan mereka bahkan sungguh aku menyangka kalian termasuk orang-orang yang merugi.

Tidak ada seorang pun wanita yang datang mengeluh kepada kalian karena teraniaya (karena berpegang teguh kepada aturan Islam) dan tidak ada yang melapor kepada kalian agar kalian melepas tali belenggu yang mengikatnya, lalu bagaimana mungkin kamu sibuk mengurusi mereka? Kenapa siang dan malam hidupmu kalian penuhi dengan cerita tentang kisah penderitaan kaum wanita?

Mereka tidak pernah mengeluh kecuali dari kecerobohan dan kepandiranmu serta tidak pernah mengerang kesakitan kecuali dari celotehan dan cercaanmu di majalah-majalah mereka atau di mana saja kau berjalan sehingga merasa jagat raya menyempit akibat ulahmu.

 

Dia tidak akan menjadi ahli warismu akan tetapi kamulah ahli waris bagi dirimu sendiri. Janganlah kalian menangisi mereka tapi tangisilah hari-hari yang telah kamu habiskan di suatu negeri yang penuh dengan tabarruj dan kebebasan, yang sarat dengan perbuatan keji dan mesum lalu kamu berusaha dengan paksa mencangkok tanaman pahit itu di negeri yang penuh dengan nilai suci dan bermartabat.

Semenjak dahulu kita hidup di negeri yang menjunjung tinggi kehormatan dan kesucian. Kantong kesucian masih terus dalam keadaan terikat dengan kuat, lalu kalian senantiasa berusaha dari hari ke hari mencoba untuk merobek-robek kantong dan melepas tali kehormatan sehingga membuat air kesucian tumpah dan menjadi kering kerontang. Tidak cukup sampai di situ, bahkan kalian datang hari ini ingin mencoba menguras seluruh kehormatan hingga tidak tersisa setetespun.

Dalam kurun waktu yang cukup lama kaum wanita hidup penuh dalam ketenangan dan kedamaian di rumah mereka. Mereka rela dengan kondisi diri dan kehidupannya, berbahagia dalam menunaikan kewajiban mereka, bersahaja dalam bermunajat di hadapan Tuhan mereka, penuh kasih sayang terhadap anak-anak mereka, senang bercengkrama dengan tetangga, bersenandung tentang masalah keluarga dan rahasia membina rumah tangga serta untuk menumpahkan isi hati. Mereka memandang bahwa kehidupan yang paling mulia hanya patuh kepada orang tua dan tunduk kepada perintah sang suami serta mencari keridhaan mereka. Wanita muslimah di negeri ini sangat paham makna cinta tetapi tidak pernah mengenal kamus asmara, ia mencintai sang suami demi memenuhi hak suami dan mencintai anak demi memenuhi kasih sayangnya kepada anak-anaknya. Bila wanita lain memandang bahwa cinta sebagai asas pernikahan maka wanita muslimah memandang bahwa pernikahan sebagai asas membangun istana cinta dan kasih sayang.

Kalian berceloteh kepada wanita muslimah, “Sesungguhnya kerabatmu yang sewenang-wenang terhadap urusanmu tidak lebih pandai dibanding dirimu, bahkan tidak pernah dia mengerti dan faham keinginan dan tuntutan hidupmu sebagaimana kamu mengerti dirimu sendiri. Sebenarnya mereka tidak punya hak untuk campur tangan dalam urusanmu sejauh itu.” Akhirnya celotehanmu itu membuat sebagian wanita muslimah meremehkan orang tuanya dan merendahkan suaminya sehingga rumah tangga yang dahulu hidup bagaikan pengantin yang penuh dengan tawa riang berubah menjadi duka nestapa yang tidak pernah padam apinya dan tidak pernah reda semburan panasnya.

Kalian membual kepada wanita muslimah, “Kamu harus memilih sendiri pasangan hidupmu supaya keluargamu tidak menipumu yang membuat kamu kecewa dan rusak masa depanmu.” Sehingga wanita muslimah itu memilih calon suami yang lebih jelek dari pilihan orang tuanya sehingga kebahagiaan hidupnya hanya seumur jagung tidak lebih dari satu hari lalu menghabiskan waktu hidup tersiksa dan sengsara untuk selama-lamanya.

Kalian membisiki wanita muslimah, “Cinta merupakan asas pernikahan.” Sehingga dia sibuk berkelana keliling dunia membolak-balikkan pandangan untuk mencari pasangan untuk membangun jalinan cinta sehingga mata terpejam dari pernikahan karena terlena dengan romantika bercinta.

Kalian merayu wanita bahwa kebahagiaan rumah tangga hanya bisa tercapai bila sang suami adalah pacar atau teman gaulnya padahal sebelumnya mereka tidak pernah mengerti pacaran sehingga dia setiap hari hanya berganti-ganti pasangan dan mencari pacar baru untuk menghidupkan kembali bara cinta yang dipadamkan oleh pacar yang lama, padahal pacar lama tidak memberi sentuhan cinta sedikitpun dan pacar baru tidak memberi manfaat apa-apa.

Kamu berkata kepada wanita, “Kita tidak menikah kecuali dengan wanita yang kita cintai dan sayangi serta memiliki kesamaan hobi dan naluri perasaan.” Sehingga dia terpaksa mengenal hawa nafsu dan kesenangan mata keranjang kalian yang membuat wanita tersebut berhias dan berdandan. Dia mulai membolak-balik lembaran kehidupanmu, selembar demi selembar dan ia menemukan nama-nama wanita seronok dan jalang yang senang bersenda gurau serta perempuan yang gila sanjungan dan haus akan pujian atas kecerdasan dan kemampuannya.

Setelah itu ia mau melakukan apa saja sesuai dengan keinginan nafsumu dan bertekuk lutut dalam pelukanmu. Kemudian dia berjalan menuju pangkuanmu dengan pakaian tipis dan tembus pandang menjajakan dirinya kepadamu seperti sang budak menjajakan dirinya di pasar budak lalu kamu berpaling dan gamang untuk menerimanya.

Kalian berkilah kepada wanita, “Kita tidak menikah dengan wanita penjaja kehormatan”, seakan kalian tidak peduli bila semua wanita Islam rusak dan jatuh harga diri mereka, yang penting wanita kalian selamat. Semua merasa kecewa dan merana hingga laki-laki murahanpun menghindar darinya apalagi laki-laki pemalu dan mulia, akhirnya tiada jalan lain baginya selain masuk dalam jurang kehancuran.

Itukah tangisan kalian terhadap wanita wahai sang penyayang wanita? Itukah kepedihan dan bentuk kasih sayangmu terhadap kaum wanita?

Kami sangat tahu sebagaimana kalianpun mengetahui bahwa wanita sangat butuh terhadap ilmu, maka biarlah orang tua atau saudaranya yang membinanya karena ilmu yang disertai pembinaan lebih bermanfaat baginya dan serahkan kepada mereka dalam memilih jodoh yang terbaik buat putera-puteri mereka. Biarkan orang tuanya bebas memilihkan jodoh untuk puterinya sebaik mungkin sehingga para suami akan mampu berbuat baik dan bertindak adil. Maka kehidupan akan penuh dengan hidayah dan cahaya serta rumah tangga akan dihiasi dengan kebahagiaan dan kesentosaan.

Silahkan para wali wanita menentukan yang terbaik buat putera-puterinya dan hendaklah selalu mengawasi serta memantau kepergiannya baik pagi atau sore hari seperti penggembala mengawasi kambingnya dari terkaman serigala. Apabila saudara, orang tua atau suami sudah tidak mampu mengawasi mereka maka marilah seluruh umat baik laki-laki atau perempuan menyingsingkan lengan baju untuk membenahi mereka karena wanita tidak lebih mampu membina dirinya sendiri daripada kaum laki-laki.

Sangat aneh dan mengherankan kalian mampu menguasai segala sesuatu kecuali satu yang tidak mampu kamu kuasai yang sebetulnya sangat mudah kamu cerna sebelum kalian menguasai berbagai macam ilmu pengetahuan, yaitu bahwa di setiap tanah ada tanaman yang tumbuh di sana dan setiap tanaman mempunyai masa pertumbuhan yang tidak sama.

Ilmuwan Eropa lebih banyak disibukkan oleh ilmu pengetahuan sekunder, sementara mereka meninggalkan ilmu-ilmu primer. Dan kamu sekarang sibuk menggiring kondisi itu ke tengah umat yang sebagian besar masih perlu banyak belajar mengeja huruf.

Kalian meraup ilmu filsafat yang penuh dengan sumber kekafiran, yang berkembang biak di kandang atheisme, yang tidak bermanfaat untuk akal dan etika apalagi keimanan. Lalu kalian berusaha dengan paksa untuk menebarkan benihnya di kalangan umat yang tidak mampu menyuburkan keimanan mereka bila memang terbukti.

Kalian terbiasa menyaksikan lelaki Eropa hidup bebas dan melakukan apa saja sesuka hatinya lalu kalian menelan mentah-mentah gaya hidup mereka di atas batu yang sangat licin, Bila terpeleset sekali saja maka kalian terjungkal dan terperosok jurang yang sangat dalam dan tiada seonggok rumputpun yang bisa dijadikan pegangan.

Kalian telah menyaksikan drama kehidupan seorang suami yang pernah hidup di Eropa yang telah padam rasa cemburunya dan lenyap ketegasan serta kepemimpinannya tatkala melihat sang isteri berbicara dengan mesra bersama laki-laki mana saja, berteman dengan laki-laki mana saja dan berdua-duaan dengan laki-laki mana saja. Sang suami menyaksikan drama itu dengan perasaan dingin dan biasa-biasa saja lalu kalian menginginkan laki-laki bangsa timur yang penuh dengan perasaan cemburu agar bersikap dan berprinsip sebagaimana sikap dan prinsip laki-laki Eropa?.

Setiap tanaman yang ditanam di suatu tanah yang tidak sesuai dengan habitatnya, atau bukan pada musim tanamnya, pastilah tanah tersebut menolak sehingga tanaman tidak bisa tumbuh atau bisa tumbuh dalam keadaan tidak sempurna.

Kami memohon kepada kalian agar membiarkan wanita dari umat ini yang masih tersisa agar hidup tenang di dalam rumah-rumah mereka dan jangan sekali-kali kalian mengganggu mimpi-mimpi indah mereka dan cita-cita mereka sebagaimana kalian telah menabur kesengsaraan kepada kaum wanita sebelum mereka. Setiap luka umat bisa terbalut kecuali luka kehormatan. Bila kalian tidak percaya dan bersikeras maka silahkan tunggu barang sebentar saja maka pada suatu hari rasa kecemburuan yang kalian warisi dari nenek moyang kalian akan menipis dan masihkah tersisa dalam kehidupan kalian saat itu perasaan aman dan tenteram?

Untaian kata indah yang penuh hikmah dan nasehat di atas ternyata membuat sang pemuda tadi tertawa lebar penuh dengan kesinisan dan ejekan dan berkata:

“Karena kedunguan dan kepandiran itulah aku datang ke negeri ini untuk menyembuhkan dan meluruskan, maka kita tunggu saja sampai waktunya hingga Allah menentukan siapa di antara kita yang paling berpihak pada kesuksesan dan kemenangan.”

Saya katakan kepadanya, “Silahkan anda menjadikan dirimu dan keluargamu sebagai kelinci percobaan sesuka hatimu dan izinkan aku mengatakan sesuatu kepadamu, semenjak hari ini aku tidak mampu lagi berkunjung ke rumahmu demi untuk menjaga keutuhan perjuanganmu dan keteguhan aqidahku, karena saya tahu bahwa saat-saat yang paling bersahaja buatku di rumahmu adalah tatkala masih ada hijab pembatas yang jauh dari tatapan wajah isterimu sehingga rasa malu masih tetap terpelihara.”

Kemudian saya mohon pamit dan mulai saat itu terjadilah perpisahan di antara kami.

Beberapa hari kemudian banyak orang berbicara tentang peristiwa keji di sebuah rumah bahwa antara laki-laki dan perempuan melakukan hubungan mesum dan rumahnya dirundung kesedihan. Setelah mendengar berita itu mataku meneteskan air mata, entah kenapa aku tidak tahu apakah air mata kecemburuan atas hilangnya kehormatannya ataukah air mata kesedihan atas kehilangan teman karib.

Semenjak tiga tahun dari peristiwa itu di antara kami sudah tidak saling berkunjung dan tidak saling bertemu hanya terkadang bertemu di tengah jalan aku pun hanya memberi salam bagaikan salamnya orang asing kepada perantau. Semua ikatan masa lalu terputus dan aku pun meniti perjalanan hidup sesuai dengan keyakinanku.

Suatu malam saya pulang ke rumah, saat itu sudah tengah malam, saya melihat dia keluar dari rumahnya berjalan seperti jalannya orang yang bingung dan bimbang. Di sebelah kanan kirinya dikawal ketat oleh polisi.

Perasaan ingin tahuku yang menggebu-gebu membuatku mendekatinya dan aku bertanya tentang keadaannya, maka ia menjawab,

“Aku tidak tahu tiba-tiba polisi mengetuk pintuku dan mengajakku ke kantor polisi, aku tidak tahu mengapa ada panggilan pada waktu seperti ini tanpa suatu sebab! Padahal aku bukan orang yang bersalah dan bukan orang yang mencurigakan. Wahai, temanku bisakah aku meminta bantuanmu untuk menemaniku pada malam ini mungkin nanti aku menghadapi suatu perkara yang memerlukan bantuanmu?”

Saya katakan kepadanya, “Tiada sesuatu yang lebih saya senangi daripada itu”.

Saya berjalan bersama dia dengan sikap diam seribu bahasa tanpa ada perkataan sepatah katapun antara aku dengan dia, tapi hatiku merasa ada suatu kalimat yang ingin disampaikannya kepadaku tetapi perasaan tidak enak bercampur malu menyelimuti dirinya akhirnya aku beranikan untuk memulai membuka perbincangan dengan aku katakan kepadanya,

“Tahukah kamu kenapa dipanggil polisi?”

Dia memandangku dengan penuh kebingungan dan berkata, “Sesuatu yang paling aku takutkan bila malam ini terjadi apa-apa pada diri isteriku, saya merasa gamang dengan urusannya karena hingga saat ini isteri saya belum pulang dan hal ini tidak biasa dia lakukan.”

Saya bertanya, “Bukankah ada orang yang menemaninya?”

Ia menjawab, “Tidak”.

Saya bertanya, “Bukankah kamu tahu ke mana dia pergi?”

Ia menjawab, “Tidak.”

Saya bertanya, “Terus apa yang kamu takutkan?”

Ia menjawab, “Saya tidak merasa takut kecuali hanya satu hal, saya tahu bahwa isteri saya pencemburu dan ceroboh, mungkin saja ada orang yang mengganggu di tengah jalan lalu isteriku berlaku kasar terhadap orang tersebut sehingga terjadi perkelahian yang berlanjut ke kantor polisi.”

Setelah sampai di kantor polisi kami disambut oleh prajurit dan digiring menuju ruang pemeriksaan, kami berdiri di depan prajurit tersebut lalu dia memberi isyarat kepada prajurit lain yang berada di depannya dengan sebuah isyarat yang tidak bisa kami pahami. Kemudian sang pemuda yang juga temanku disuruh mendekat kepada salah seorang polisi dan bapak polisi berkata kepadanya,

“Serasa berat bagiku untuk mengutarakan kejadian ini kepadamu wahai tuanku, bahwa pada malam ini di tempat yang remang-remang petugas keamanan menangkap seorang wanita dan seorang lelaki sedang melakukan perbuatan yang tidak terpuji, maka para petugas membawa keduanya ke kantor ini sedangkan wanita tersebut mengaku mempunyai hubungan denganmu, sehingga kami memanggilmu agar kamu bisa memberi keterangan kepada kami tentang sesuatu yang berhubungan dengan identitas wanita tersebut.

Bila dia adalah teman mu maka akan saya lepas dan pulang bersama tuan sebagai rasa hormat kami kepada tuan dan demi menjaga harga diri tuan, bila bukan berarti dia adalah wanita pelacur yang harus mendapatkan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Adapun kedua orang tersebut ada di belakang, silahkan tuan melihatnya.

Seorang prajurit menggiring kedua orang tersebut dari salah satu ruang pos polisi, maka tatkala dia menoleh ke belakang ternyata wanita itu adalah isterinya dan lelaki itu adalah salah satu temannya.

Maka dia pun berteriak keras sekali menggoncangkan seisi kantor polisi sehingga secara serempak semua orang baik dari arah jendela maupun pintu kantor polisi mengarahkan pandangan dan perhatian ke arahnya.

Seketika itu dia jatuh pingsan di tempat itu. Saya memohon kepada komandan polisi agar si wanita ini diantarkan ke rumah orang tuanya, dan permintaan itu dikabulkan bahkan lelaki tersebut juga dilepaskan. Kemudian kami membawa pemuda tadi dengan kendaraan umum menuju rumahnya dan kami panggilkan dokter. Setelah diperiksa, dokter menyimpulkan bahwa dia terkena radang otak yang sangat berat.

Dokter tersebut semalam suntuk berada di sisinya untuk mengontrol perkembangan kesehatannya hingga hampir Subuh, kemudian sang dokter pulang namun dia siap dipanggil kapan saja bila diperlukan. Dokter berpesan kepadaku agar selalu berada di sampingnya, sambil menunggu putusan Allah atas dirinya. Aku tertegun dan larut dalam kesedihan maka tiba-tiba aku menyaksikan tubuhnya menggeliat di atas pembaringan kemudian dia mencoba membuka kedua matanya pelan-pelan untuk melihatku, dengan mata yang sayup dia menatap wajahku sejenak seakan ada sesuatu yang ingin disampaikan tetapi tidak mampu untuk menyampaikannya. Aku pun mendekatinya lalu aku katakan kepadanya, “Adakah sesuatu yang bisa saya bantu wahai tuanku?”

Dengan suara lirih ia menjawab, Saya memohon agar tidak seorangpun masuk ke rumahku.”

Saya berkata, “Tidak akan saya masukkan ke rumah ini kecuali orang yang kamu izinkan.”

Kemudian dia tertunduk sejenak lalu mengangkat kepala menerawang ke atas dan tampak air mata meleleh membasahi pipinya, maka aku berkata kepadanya: “Kenapa kamu menangis wahai tuanku?”

Dia berkata, “Di mana isteriku sekarang?”

Saya berkata, “Apa yang kamu inginkan darinya?”

Dia berkata, “Tidak ada sesuatu hanya saya ingin katakan bahwa saya telah memaafkannya.”

Saya berkata: “Dia berada di rumah orangtuanya.”

Dia berkata: Kasihan dia dan orang tuanya sebelum bertemu denganku mereka hidup dengan penuh kesucian dan kemuliaan namun setelah kenal denganku saya sarungkan pakaian kehinaan dalam kehidupan mereka yang tidak bisa terhapus oleh putaran roda zaman.

“Adakah orang yang mau membantuku untuk menyampaikan kabar kepada keluarga isteriku bahwa sekarang aku dalam keadaan sakit parah dan saya khawatir bila Allah memanggilku aku masih mempunyai tanggungan dosa terhadap mereka. Saya memohon dengan sangat agar mereka mau memberi maaf dan pengampunan atas seluruh kesalahanku sebelum ajal menjemputku.”

“Dahulu aku pernah bersumpah di hadapan orang tuanya pada saat aku meminangnya untuk menjaga kehormatan anak gadisnya seperti aku menjaga kehidupanku dan aku telah berjanji untuk melindunginya sebagaimana aku melindungi diriku, ternyata sekarang aku melanggar janji itu.”

“Benar dia telah membunuhku, tetapi akulah orang yang memberi pedangnya untuk menghunuskan ke dadaku, maka jangan salahkan dia karena dosaku. Rumah itu adalah rumahku, perempuan itu adalah isteriku dan laki-laki itu adalah temanku maka akulah yang membukakan pintu untuk temanku kepada isteriku. Maka tiada seorangpun yang berdosa dalam hal ini kecuali hanya aku.”

Lalu ia berhenti sejenak tidak berbicara. Aku melihat kabut hitam mulai tampak di keningnya sedikit demi sedikit hingga menyelimuti seluruh wajahnya dan tidak lama kabut itu menutupi hatinya kemudian dia mulai berbicara kembali:

“Aduh kenapa pandanganku menjadi gelap gulita! Dunia serasa sangat sempit di wajahku. Di kamar ini dan di tempat duduk ini aku melihat keduanya sedang duduk bersanding dengan mesra sehingga membuat hatiku tergores antara perasaan iri dan bahagia. Saya bersyukur kepada Allah karena aku dikaruniai seorang teman setia yang mampu menghibur kesepian isteriku di kala sedang sendiri dan dikaruniai seorang isteri yang mengerti dan murah hati dalam menyambut temanku dengan sambutan yang sangat hangat pada saat berada jauh dariku. Katakan kepada semua orang bahwa orang yang dahulu mengaku paling cerdik dan pintar sekarang telah berubah menjadi orang yang paling dungu dan pandir sedunia. Betapa bahagianya bila ibuku tidak melahirkanku dan ayahku seorang mandul yang tidak dikaruniai putera-puteri.”

“Mungkin orang-orang mengerti masalah yang aku tidak ketahui! Boleh jadi dahulu orang-orang mengejek dan mencerca kedunguanku atau memelototkan pandangan ke wajahku tatkala aku lewat di depan mereka untuk melihat kepandiran yang tampak di wajah orang yang pandir dan kedunguan yang tergores di wajah orang yang dungu ini.”

“Boleh jadi orang-orang atau teman-temanku yang bersahabat dan dekat denganku hanya karena ingin mendapat bagian kelezatan dari isteriku, bukan karena ingin berteman denganku. Bisa jadi mereka menyebutku sebagai germo dan isteriku sebagai pelacur serta rumahku sebagai tempat penjaja sex dan pengobral kehormatan sementara aku menyangka pada saat itu bahwa aku orang yang paling mulia dan terhormat di antara mereka.”

“Masihkah rahmat berpihak kepadaku sehingga masih ada kesempatan hidup barang sesaat dan betapa ngerinya hidup sendirian di pojok liang lahat yang sangat seram menghimpitku bersama kehinaan dan rasa maluku.”

Kemudian ia memejamkan kedua matanya dan kembali tidak sadarkan diri serta tenggelam dalam jerat kematian.

Pada saat itu datanglah seorang baby sitter menggendong anaknya dan diletakkannya di samping tempat tidur bapaknya. Kemudian baby sitter itu keluar dari rumah, dan bayi tersebut mencoba merangkak ke arah bapaknya hingga berada di atas dada bapaknya. Sang bapak pun merasakan kehadiran anaknya kemudian ia membuka kedua matanya. Maka sang bapak tampak tersenyum setelah melihat anaknya kemudian didekap di dadanya dengan penuh kasih sayang dan kemesraan. Maka ia mencoba mendekatkan wajah anak tersebut ke arah mulutnya untuk menciumnya tetapi tiba-tiba sang ayah berontak hingga kulitnya kelihatan pucat dan dihempaskannya anak tersebut lalu ia berteriak keras: Jauhkan anak ini dariku saya tidak kenal dengan anak ini, saya tidak punya anak, saya tidak punya isteri. Tanyakan kepada ibunya siapa ayah anak ini! Dia telah menyarungkan pakaian kehinaan dalam hidupku dan aku telah membuat goresan luka harga diri setelah kematianku untuk selama-lamanya.”

Setelah mendengar jeritan tangis anak tersebut maka sang baby sitter kembali melongok ke dalam rumah kemudian digendongnya anak tersebut dan dibawanya pergi. Dia mendengar suara tangisan bayi itu yang menjauh sedikit demi sedikit maka dia menangis saat mendengar tangisan bayi tersebut kemudian berteriak, “Kembalikan anak itu kepadaku!” Maka sang baby sitter membawa kembali anak itu dan diambilnya dari tangan baby sitter. Maka dia membolak-balikkan pandangan matanya ke arah anak tersebut dan berkata, Wahai anakku, aku tinggalkan kamu di jalan Allah dan apa yang diperbuat oleh ibumu semoga kamu bisa memohonkan ampunan kepada Allah. Wahai anakku, ibumu adalah seorang wanita yang lemah yang tidak mampu menahan benturan hingga terjatuh dan bapakmu berusaha untuk berbuat baik lewat jalan kesesatannya sehingga keinginan yang baik ini berujung pada keburukan. Aku tidak peduli kamu anakku atau bukan, sesungguhnya aku pernah merasakan kebahagiaan sesaat denganmu dan aku tidak akan melupakan sentuhan tanganmu di sisiku baik pada saat hidupku atau sesudah matiku.”

Kemudian anak itu dipeluknya dan diciuminya, saya tidak tahu apakah pelukan ini adalah dari seorang bapak yang penuh kasih sayang atau pelukan seorang yang bermurah hati dan mulia.

Dia sudah sangat kelelahan dan tiba-tiba dia merasakan panas di kepalanya, sehingga secara perlahan-lahan nafasnya mulai terasa berat maka dokter langsung dipanggil, Setelah bertemu dengan dokter dia memandang ke arah dokter dengan pandangan yang menerawang penuh dengan keputus-asaan dan kesedihan. Kemudian nafasnya berangsur-angsur mulai lenyap dan dia merintih kesakitan. Setiap mata yang menyaksikan sakaratul maut itu tidak mampu menahan tetesan air mata.

Kami duduk di sekitarnya sementara kematian mulai menampakkan tabir hitam di atas pembaringannya.

Tiba-tiba datanglah seorang wanita berpakaian hitam memasuki kamar lalu melangkahkan kakinya pelan-pelan menuju ke arah laki-laki yang sedang berbaring di atas pembaringan, dan bersimpuh di sisinya kemudian menggenggam tangannya yang terletak di atas dadanya lalu menciumnya. Kemudian wanita itu berkata, “Janganlah kamu keluar dari dunia ini dalam keadaan ragu terhadap anakmu, sesungguhnya ibunya mengakui dosa-dosanya di depanmu pada saat engkau pergi menghadap Rabbmu, meskipun dia sudah dekat dengan perbuatan terkutuk tapi belum merasakan kelezatan buah terkutuk itu. Maafkan aku wahai bapaknya anakku dan mintalah kepada Allah tatkala engkau menghadap kepada Rabbmu agar aku bisa dipertemukan denganmu, tidak ada kebaikan bagiku setelah kematianmu.”

Kemudian suasana hening pecah dengan tangisan wanita tersebut maka sang suami membuka kedua matanya dan melempar pandangan ke arah wajah isterinya sambil tersenyum. Demikianlah akhir kehidupannya.

Sekarang aku pulang dari kuburan setelah menghantarkan jenazah temanku dan aku tinggalkan kuburan pemuda yang penuh dengan cahaya serta taman indah yang penuh dengan bau wangi semerbak bunga. Aku duduk menulis goresan kisah ini yang membuat aku tidak mampu menahan derasnya linangan air mataku sehingga nafasku tersengal-sengal.

Hanya saja umat ini telah berada di ambang bahaya yang sangat besar. Pemuda itu maju sendirian menghadapi bahaya hingga petakapun menimpanya, sementara umat ini –semoga saja- bisa selamat dari bahaya tersebut dengan kematiannya.

Sumber : http://www.alsofwah.or.id/

Artikel    : www.hisbah.net

Ikuti update artikel Hisbah di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet, Google+ Hisbahnet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *