Nama beliau adalah Musa bin Imran bin Qahits bin ‘Azir bin Lawiy bin Ya’qub as bin Ishaq as bin Ibrahim as. (Al-Bidayah wan Nihayah, karya Imam Ibnu Katsir)
Nabi Musa as adalah salah satu dari lima nabi yang diberi julukan ulul ‘azmi, sebutan ini adalah suatu julukan bagi para nabi yang memiliki kedudukan khusus karena ketabahan dan kesabaran mereka yang luar biasa dalam berdakwah. Mereka adalah; Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad alaihimussholatu was salam.
Sebelumnya sudah pernah kami bahas kisah tentang Nabi Musa alaihissalam ketika berdakwah kepada Fir’aun seorang raja yang mengaku tuhan pada artikel ‘Dakwah Nabi Musa as Kepada Fir’aun’.
Setelah Fir’aun tenggelam dan Nabi Musa alaihissalam beserta para pengikutnya diselamatkan oleh Allah ta’ala dari kejaran Fir’aun, Nabi Musa dengan kaumnya meneruskan perjalanan dan mereka sempat melewati suatu kaum yang menyembah berhala, ketika melihat itu kaum Nabi Musa berkata:
يَٰمُوسَى ٱجعَل لَّنَا إِلَٰها كَمَا لَهُم ءَالِهَة قَالَ إِنَّكُم قَوم تَجهَلُونَ
“Hai Musa. buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)”. Musa menjawab: “Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan).” (QS. Al-A’raf: 137).
Nabi Musa alaihissalam mengecam permintaan bodoh kaumnnya tersebut, kemudian beliau menjelaskan bahwa itu adalah perbuatan yang salah. Setelah itu Nabi Musa alaihissalam mendapat perintah untuk menuju ke Bukit Thur dan berada disana selama 40 malam. Beliau meninggalkan kaumnya dan mewakilkan kepada saudaranya Harun alaihissalam yang juga seorang nabi untuk mengurus kaumnya. Selama disana Allah ta’ala mewahyukan kepada Nabi Musa alaihissalam kitab taurat yang ditulis pada luh-luh sebagaimana yang Allah ta’ala sebutkan dalam Surat Al-A’raf ayat 145.
Kemudian Allah ta’ala memberi tahu Nabi Musa alaihissalam bahwa kaumnya telah keluar dari ajarannya, mereka telah disesatkan oleh Samiri yang mengajak mereka menyembah patung anak sapi. Ibnu Katsir menyebutkan dalam kitab Al-Bidayah Wan Nihayah bahwa Samiri meminta semua perhiasan miliknya yang pernah dipinjam oleh kaum Nabi Musa, kemudian ia mengumpulkannya dan membuatnya sebagai patung berupa anak sapi, kemudian Samiri melemparkan segenggam tanah yang ia ambil dari jejak tunggangan malaikat Jibril diwaktu Allah ta’ala menenggelamkan Fir’aun beserta bala tentaranya kepada patung tersebut sehingga ia bisa mengeluarkan suara sama seperti suara sapi hidup.
Tatkala mengetahui hal tersebut melalui wahyu, Nabi Musa alaihissalam kembali kepada kaumnya membawa kitab taurat yang Allah ta’ala wahyukan dengan keadaan sangat marah, ia geram dengan kebodohan kaumnya yang sudah menyekutukan Allah ta’ala , setelah Allah ta’ala selamatkan mereka dari kejaran Fir’aun dan bala tentaranya dan setelah semua perhatian dan bimbingan yang beliau berikan kepada mereka selama ini.
Setelah beliau sampai kepada mereka, beliau melempar kitab yang beliau bawa, dan mengecam mereka atas perbuatan tersebut:
فَرَجَعَ مُوسَىٰ إِلَىٰ قَومِهِۦ غَضبَٰنَ أَسِفا قَالَ يَٰقَومِ أَلَم يَعِدكُم رَبُّكُم وَعدًا حَسَنًا أَفَطَالَ عَلَيكُمُ ٱلعَهدُ أَم أَرَدتُّم أَن يَحِلَّ عَلَيكُم غَضَب مِّن رَّبِّكُم فَأَخلَفتُم مَّوعِدِي
“Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. Berkata Musa: “Hai kaumku, bukankah Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu suatu janji yang baik? Maka apakah terasa lama masa yang berlalu itu bagimu atau kamu menghendaki agar kemurkaan dari Tuhanmu menimpamu, dan kamu melanggar perjanjianmu dengan aku?.” (QS. Thaha: 86).
Nabi Musa memarahi mereka atas kebodohan mereka yang menyembah patung anak sapi, maka merekapun berusaha untuk mencari-cari alasan konyol untuk menghindar dari kemarahan Nabi Musa:
قَالُواْ مَا أَخلَفنَا مَوعِدَكَ بِمَلكِنَا وَلَٰكِنَّا حُمِّلنَا أَوزَارا مِّن زِينَةِ ٱلقَومِ فَقَذَفنَٰهَا فَكَذَٰلِكَ أَلقَى ٱلسَّامِرِيُّ
“Mereka berkata: “Kami sekali-kali tidak melanggar perjanjianmu dengan kemauan kami sendiri, tetapi kami disuruh membawa beban-beban dari perhiasan kaum itu, maka kami telah melemparkannya, dan demikian pula Samiri melemparkannya”.” (QS. Thaha: 87).
Tentang ayat ini Ibnu Katsir menyebutkan dlam tafsirnya riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya beliau berkata, “disaat Nabi Musa meninggalkan mereka, Nabi Harun alaihissalam ingin mengumpulkan semua perhiasan (yang mereka ambil dari peninggalan Fir’aun) di satu lobang, kemudian disatukan menjadi batu, agar nanti jika Nabi Musa alaihissalam datang beliau memutuskan perhiasan-perhiasan tersebut harus diapakan. Maka datanglah Samiri dan melemparkan segenggam tanah yang ia ambil dari jejak kuda Malaikat Jibril kepada perhiasa yang telah disatukan menjadi batu tersebut, kemudian ia meminta kepada Nabi Harun alaihissalam agar memohonkan kepada Allah ta’ala untuk mengabulkan doanya, maka Nabi Harun memohonkan untuknya sedang beliau tidak tahu apa yang akan didoakan oleh Samiri, maka permohonan Mabi Harunpun diterima, ketika itu Samiri berdoa, “saya memohon kepada Allah ta’ala untuk menjadikannya menjadi seekor anak sapi,” maka jadilah ia seekor anak sapi yang bersuara sebagai istidraj dan ujian dari Allah ta’ala.”
Kemudian Samiri menyuruh kaum Nabi Musa untuk menyembah anak sapi tersebut, ketika mereka melihatnya benda yang awalnya tumpukan perhiasan menjadi seekor anak sapi yang bisa bersuara merekapun tertipu, mereka percaya dengan bualan Samiri dan akhirnya anak sapi tersebut disembah. Bahkan mereka menuduh Bahwa Nabi Musa alaihissalam pergi dan lupa terhadap tuhannya, dan yang mereka maksud dengan tuhan adalah anak sapi.
Sebelum kedatangan Nabi Musa alaihissalam Nabi Harun alaihissalam sudah mengingatkan mereka namun mereka tidak menghiraukannya, mereka memilih untuk tetap pada keadan mereka sampai Nabi Musa datang. Setelah Nabi Musa alaihissalam datang dan melihat mereka menyembah selain Allah ta’ala beliau marah besar dan mengira bahwa Nabi Harun alaihissalam tidak mengingatkan mereka, maka Nabi Musa menarik kepala Nabi Harun dan berkata:
قَالَ يَٰهَٰرُونُ مَا مَنَعَكَ إِذ رَأَيتَهُم ضَلُّواْ. أَلَّا تَتَّبِعَنِ أَفَعَصَيتَ أَمرِي. قَالَ يَبنَؤُمَّ لَا تَأخُذ بِلِحيَتِي وَلَا بِرَأسِي إِنِّي خَشِيتُ أَن تَقُولَ فَرَّقتَ بَينَ بَنِي إِسرَٰءِيلَ وَلَم تَرقُب قَولِي
“Berkata Musa: “Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat. (sehingga) kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah (sengaja) mendurhakai perintahku?. Harun menjawab´ “Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang janggutku dan jangan (pula) kepalaku; sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan berkata (kepadaku): “Kamu telah memecah antara Bani Israil dan kamu tidak memelihara amanatku.” (QS. Thaha: 92-94).
Kemudian Nabi Musa alaihissalam berbicara kepada Samiri yang telah menyesatkan kaumnya:
قَالَ فَمَا خَطبُكَ يَٰسَٰمِرِيُّ. قَالَ بَصُرتُ بِمَا لَم يَبصُرُواْ بِهِۦ فَقَبَضتُ قَبضَة مِّن أَثَرِ ٱلرَّسُولِ فَنَبَذتُهَا وَكَذَٰلِكَ سَوَّلَت لِي نَفسِي. قَالَ فَٱذهَب فَإِنَّ لَكَ فِي ٱلحَيَوٰةِ أَن تَقُولَ لَا مِسَاسَ وَإِنَّ لَكَ مَوعِدا لَّن تُخلَفَهُۥۖ وَٱنظُر إِلَىٰ إِلَٰهِكَ ٱلَّذِي ظَلتَ عَلَيهِ عَاكِفا لَّنُحَرِّقَنَّهُۥ ثُمَّ لَنَنسِفَنَّهُۥ فِي ٱليَمِّ نَسفًا. إِنَّمَا إِلَٰهُكُمُ ٱللَّهُ ٱلَّذِي لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ وَسِعَ كُلَّ شَيءٍ عِلما
“Berkata Musa: “Apakah yang mendorongmu (berbuat demikian) hai Samiri?. Samiri menjawab: “Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya, maka aku ambil segenggam dari jejak rasul lalu aku melemparkannya, dan demikianlah nafsuku membujukku.” Berkata Musa: “Pergilah kamu, maka sesungguhnya bagimu di dalam kehidupan di dunia ini (hanya dapat) mengatakan: “Janganlah menyentuh (aku)”. Dan sesungguhnya bagimu hukuman (di akhirat) yang kamu sekali-kali tidak dapat menghindarinya, dan lihatlah tuhanmu itu yang kamu tetap menyembahnya. Sesungguhnya kami akan membakarnya, kemudian kami sungguh-sungguh akan menghamburkannya ke dalam laut (berupa abu yang berserakan). Sesungguhnya Tuhanmu hanyalah Allah ta’ala, yang tidak ada Tuhan selain Dia. Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu.” (QS. Thaha: 95-98).
Nabi Musa mengusirnya dan mendoakannya agar ia tidak disentuh oleh siapapun setelah itu sebagai hukuman baginya didunia dan mengancam Samiri akan ancaman nanti di akhirat.
Kemudian Nabi Musa alaihissalam memerintahkan untuk membakar tuhan anak sapi buatan Samiri dan menjelaskan kepada kaumnya akan keesaan Allah ta’ala tuhan satu-satunya yang berhak disembah.
Wallahu a’lam
Referensi: Kitab Al-bidayah wan Nihayah (Kisah Nabi Musa) & Tafsir Ibnu Katsir (Surat Thaha ayat 83-98).
Disusun oleh Arinal Haq