Kiat-kiat Istiqamah Setelah Mendapatkan Hidayah

Hidup seorang anak Adam tidak akan lepas dari dua sumber ujian, syahwat atau nafsunya dan syubhat atau pemikirannya. Banyak orang yang hidupnya bergelimangan dosa maksiat, namun tidak sedikit juga yang dosa-dosanya dari pemikiran yang sesat. Namun, hidayah dari Allah Ta’ala bisa mendatangi siapa saja yang Dia kehendaki. Yang sebelumnya bergelimangan maksiat bisa menjadi Ahli Ibadah, yang sebelumnya sesat pemikirannya bisa menjadi Ahli Ilmu yang menuntun umat ke jalan yang benar.

Untuk itu, agar tidak berpaling dari hidayah setelah mendapatkannya, seorang muslim perlu memperhatikan beberapa hal agar istiqamah di atasnya, yaitu sebagai berikut:

 Terhadap Perintah Allah dan Rasul-Nya

 Memulai dari yang hukumnya wajib

Seperti menjaga shalat 5 waktu, puasa ramadhan, nafkah keluarga  dan membayar zakat. Karena tidak sedikit yang berpaling dari hidayah karena merasa keletihan akibat salah mengalokasikan waktu dan kesempatannya, seperti orang yang gemar bersedekah ke orang lain namun keluarga sendiri nafkahnya terlalaikan.

أَفْضَلُ دِيْنَارٍ يُنْفِقُهُ الرَّجُلُ : دِيْنَارٌ يُنْفِقُهُ عَلَىٰ عِيَالِهِ ، وَ دِيْنَارٌ يُنْفِقُهُ الرَّجُلُ عَلَىٰ دَابَّتِهِ فِـيْ سَبِيْلِ اللهِ ، وَ دِيْنَارٌ يُنْفِقُهُ عَلَىٰ أَصْحَابِهِ فِـيْ سَبِيْلِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ.

“Sebaik-baik dinar yang diinfakkan seseorang adalah dinar yang dinafkahkan seseorang kepada keluarganya. Dinar yang dinafkahkan seseorang untuk kendaraannya fî sabîlillâh. Dan dinar yang dinafkahkannya seseorang untuk sahabat-sahabatnya fî sabîlillâh ’Azza wa Jalla” (HR Ahmad)

  • Tidak memaksakan diri dalam pelaksanaannya

Juga, dalam pelaksanaan kewajiban, Allah Ta’ala juga memberikan keringanan jika terdapat kesulitan, seperti bolehnya tidak berpuasa ramadhan dan menggantinya di lain hari jika sedang safar atau perjalanan jauh. Atau boleh tidak berpuasa jika sedang sakit. Demikian agar tidak merasa bahwa syariat itu hanya membebani tanpa toleransi.

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. )QS Al Baqarah: 185).



  • Lengkapi dengan amalan sunnah yang termudah kemudian setelahnya

Kemudian jika sudah dapat menunaikan yang wajib, baru bertahap melengkapi amalan dengan yang sunnah, seperti memperbanyak sedekah, shalat sunnah, dsbg.

Berikutnya:

  1. Terhadap Larangan Allah Ta’ala dan Rasul-Nya

Mengetahui pembagian-pembagiannya akan membantu menguatkan istiqamah, yakni

  • Mulai dari meninggalkan yang haram hukumnya

Jika satu hal sudah dihukumi haram oleh syariat, maka tiinggalkannya tanpa ada alasan, demikian adalah bukti iman yang nyata, karena beriman kepada Allah berarti menerima segala aturan-Nya. Seperti larangan zina, khamr, riba dsbg.

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.  (QS Al Ahzab: 36).



  • Mulai mengganti (qadha) kewajiban yang ditinggalkan

Setelah bertaubat, selain giat menunaikan ketaatan, juga harus dibarengi dengan mengganti kewajiban-kewajiban lalu yang sebelumnya ditinggalkan, seperti mengganti puasa ramadhan, membayar hutang dsbg. Nabi bersabda:

من مات وعليه دَينٌ ، فليس ثم دينارٌ ولا درهمٌ ، ولكنها الحسناتُ والسيئاتُ

“Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih punya hutang, maka kelak (di hari kiamat) tidak ada dinar dan dirham untuk melunasinya. Namun yang ada hanyalah kebaikan atau keburukan (untuk melunasinya)” (HR. Ibnu Majah no. 2414, disahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 437).

  • Kemudian meninggalkan yang makruh

Setelah dua hal di atas dilakukan, baru bertahap untuk semakin memantapkan iman dengan juga meninggalkan yang makruh bahkan hal-hal mubah yang tidak bermanfaat.

Demikian agar semangat istiqamah tetap terjaga secara konsisten, tidak cepat habis karena terlalu bersemangat di awal tanpa mengetahui prioritasnya yang mengakibatkan kebosenan di tengah jalan sehingga berpotensi kembali ke jalan sebelum bertaubat.

Terakhir, selain mengamalkan hal-hal di atas, juga yang utama adalah senantiasa berdoa kepada Allah Ta’ala agar menguatkan hati di atas hidayah-Nya, seperti doa Nabi berikut:

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ

“ (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu).”

(HR Tirmidzi).

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: MDH tv (Media Dakwah Hisbah )
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *