Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَىٰ أَوْلِيَاءَ ۘ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS Al Maidah:51)
Dan Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari mereka” (HR Abu Dawud(
Penghujung tahun diambang pintu, dan seperti tahun-tahun yang sudah berlalu, pada moment tersebut kaum muslimin banyak terjatuh kedalam kesalahan fatal dalam masalah aqidah, maka dari itu berangkat dari firman dan hadits diatas, kami akan paparkan beberapa panduan bagi seorang muslim untuk menyikapi kedatangan akhir tahun ini:
1. Tidak menghadiri pesta perayaannya, sebagaimana yang disepakati oleh para ulama bahwasanya haram hukumnya bagi seorang muslim untuk hadir di perayaan dan menyerupai mereka.
2. Tidak melakukan hal yang serupa dengan apa yang mereka lakukan di perayaan mereka, mungkin orang-orang tidak turut hadir di pesta perayaan mereka, namun mereka ternyata melakukan hal yang sama, sebagai contoh seperti meniup terompet dan membunyikan lonceng, atau memakai atribut khas perayaan mereka.
3. Tidak menaiki kendaraan yang mereka gunakan untuk menghadiri pesta perayaan mereka, berkata Imam Malik:
“Dibenci untuk naik bersama mereka keatas kapal yang mengantarkan mereka ke pesta perayaan mereka, karena ditakutkan turunnya murka dan laknat atas mereka”. (Al Luma’ Fil Hawadits Wal Bida’ 294/1)
4. Tidak memberi mereka hadiah atas perayaan mereka, dan tidak pula berjual-beli barang yang mereka gunakan untuk perayaan mereka, berkata Abu Hafsh Al Hanafi:
“Barangsiapa yang pada hari itu memberikan hadiah kepada seorang musyrik dengan maksud turut mengagungkan hari tersebut walaupun hanya sebutir telur, maka sunggur ia telah kufur kepada Allah Ta’ala”. (Fathul Baari 513/2)
5. Tidak menolong seorang muslim yang ikut-ikutan merayakan hari raya orang kuffar, berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah: “Sebagaimana kita tidak ikut merayakan perayaan mereka, maka tidak boleh pula membantu seorang muslim yang ikut menyerupai mereka, dan bahkan seharusnya ia dilarang”. (Iqtidha’ As Shirathil Mustaqim 519/2)
6. mengucapkan selamat kepada mereka, mengapa hal ini diharamkan? Menurut Ibnul Qayyim Al Jauziyyah pada kitabnya Ahkam Ahliddzimmah 441/1,
“Karena hal yang demikian bermakna bahwa ia menyetujui apa yang ada pada mereka dari kekufuran, dan ridho terhadapnya, walaupun muslim tersebut tidak meridhoi kekufuran atas dirinya, namun diharamkan atas seorang muslim untuk ridho dengan syiar-syiar kekufuran dan mengucapkan selamat kepada mereka, sebab Allah Ta’ala berfirman:
إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ ۖ وَلَا يَرْضَىٰ لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ ۖ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ ۗ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ ۗ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّكُمْ مَرْجِعُكُمْ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ ۚ إِنَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ
“Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang tersimpan dalam (dada)mu”. (QS Az Zumar: 7)
Dan firman-Nya:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”. (QS Al Maidah: 3)
Maka atas dasar kesempurnaan islam inilah kita dilarang untuk mengikuti budaya dan praktek keagamaan diluar islam, dan mengapa sekedar menirunya pun juga dilarang? Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjawab:
“Prakter tiru-meniru itu melahirkan rasa suka, cinta dan loyalitas didalam diri, sebagaimana rasa cinta yang ada didalam diri itu akan melahirkan keinginan untuk meniru pada tampilan luar juga”. (Iqtidha’ 488/1)
Sumber: http://iswy.co/e48tu