Ketika Dua Kelompok Saling Bunuh

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِين [الحجرات : 9]

Dan kalau ada dua kelompok dari orang-orang yang beriman berperang, maka damaikan oleh kalian antara keduanya ! Akan tetapi, kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, maka perangilah oleh kalian (kelompok) yang melanggar perjanjian itu sampai mereka kembali kepada perintah Allah. Kalau mereka telah kembali, maka damaikanlah antara keduanya dengan adil. Dan hendaklah kalian berlaku adil. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil (al-Hujurat : 9)

**

(Dan kalau ada dua kelompok dari orang-orang yang beriman) baik jumlahnya sedikit atau pun banyak, (berperang), baik yang sedang berperang atau akan berperang, (maka damaikan oleh kalian antara keduanya!) dengan membuat perjanjian kesepakatan. (Akan tetapi, kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain), dengan menolak perjanjian tersebut atau tidak ridha dengan hukum Allah (maka perangilah oleh kalian (kelompok) yang melanggar perjanjian itu sampai mereka kembali kepada perintah Allah,) yaitu sampai mereka kembali kepada kebenaran.

(Kalau mereka telah kembali, maka damaikanlah antara keduanya dengan adil. Dan hendaklah kalian berlaku adil. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil)[1]   

Syaikh as-Sa’di-رَحِمَهُ اللهُ-berkata, “Peperangan merusak hubungan persaudaraan seiman. Oleh karenanya hal itu termasuk dosa besar yang paling besar. Sesungguhnya iman dan persaudaraan seiman tidak lenyap dengan adanya peperangan (antara sesama orang yang beriman), sebagaimana dosa-dosa besar lain yang berada di bawah syirik (tidak melenyapkan iman). Dan inilah madzhab Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, begitu pula dalam permasalahan : wajibnya mengadakan perdamaian di antara orang-orang yang beriman dengan adil, wajibnya memerangi orang-orang yang melanggar perjanjian atau pemberontak sampai mereka kembali kepada perintah Allah. Dan (setelah memerangi mereka), harta mereka dilindungi (atau tidak menjadi ghanimah/rampasan perang), yang dibolehkan hanyalah membunuh mereka ketika mereka terus melakukannya, tetapi tidak dibolehkan mengambil harta-harta mereka[2]

Sebab Turunnya Ayat

Para ulama berbeda pendapat tentang sebab turunnya ayat ini. Sebab turun yang shahih tercantum dalam hadis berikut :

Diriwayatkan dari Anas-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-bahwasanya dia berkata, ‘disarankan kepada Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, ‘Sebaiknya Anda menemui Abdullah bin Ubaiy.’ Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-pun pergi dan diikuti oleh kaum Muslimin menuju tanah yang tandus. Ketika Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-menemuinya, berkatalah Abdullah bin Ubaiy, ‘Menjauhlah dariku ! Demi Allah ! Bau keledaimu telah menggangguku.’ Maka berkatalah seorang laki-laki dari Anshar ,’ Demi Allah ! Keledai Rasulullah -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-lebih harum daripada dirimu.’ Kemudian marahlah seorang laki-laki dari kaumnya karena Abdullah diejek. Mereka berdua pun saling mengejek, kemudian teman laki-laki itu marah karena membela kawannya, dan terjadilah pemukulan dengan pelepah kurma, tangan dan sandal-sandal. Dan kami diberitahukan bahwa karena hal itulah diturunkan ayat,

وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا

Dan kalau ada dua kelompok dari orang-orang yang beriman berperang, maka damaikan oleh kalian antara keduanya ! [3]

Firman-Nya,

وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا

Dan kalau ada dua kelompok dari orang-orang yang beriman berperang, maka damaikan oleh kalian antara keduanya !

Dalam ayat ini Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-masih menamai kedua kelompok tersebut sebagai kaum yang beriman, meskipun sekelompok orang Mukmin yang satu memerangi dan membunuh sekelompok orang Mukmin lainnya. Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-juga tidak mengatakan bahwa orang atau kelompok yang membunuh sebagai orang kafir.

Imam al-Bukhari mengatakan, ‘Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menamai mereka sebagai orang-orang yang beriman.’ Ini menunjukkan bahwa imam al-Bukhari memahami bahwa hal tersebut tidak menyebabkan salah satu dari dua kelompok tersebut keluar dari agama Islam.

Begitu pula jika kita perhatikan ayat yang membicarakan tentang qishash. Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنْثَى بِالْأُنْثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ [البقرة : 178]

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, maka hendaklah (yang dimaafkan) mengitu dengan cara yang baik…(Qs. al-Baqarah : 178)

Pada ayat ini Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menyebut orang yang membunuh sebagai seorang yang beriman dan tidak menghilangkan keimanan dan persaudaraan seiman  pada dirinya dengan firman-Nya,

فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ

Barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya

Dalam ayat ini, Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-masih menyebut orang yang membunuh sebagai saudara yang lain.

Begitu pula sabda Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-,

لَا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ

Jangan kalian setelahku menjadi orang-orang kafir, sebagian kalian memenggal leher sebagian yang lain[4]

Pada hadis ini, meskipun Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-menyebut mereka sebagai orang kafir, tetapi Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-menganggap sebagian mereka sebagai bagian yang lain. Ini menunjukkan bahwa kekafiran yang dimaksud bukanlah kekafiran yang menyebabkan mereka keluar dari agama Islam.

Begitu pula dengan sabda Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-ketika beliau menyebutkan tentang peperangan yang akan terjadi di antara para sahabat :

تَمْرُقُ مَارِقَةٌ عِنْدَ فُرْقَةٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ يَقْتُلُهَا أَوْلَى الطَّائِفَتَيْنِ بِالْحَقِّ

Dan akan ada kelompok yang keluar ketika terjadi perpecahan di antara kaum Muslimin. Kemudian kelompok yang lebih utama memerangi mereka dengan haq (kebenaran) [5]

Dan kita ketahui dalam sejarah Islam, bahwa setelah ‘Utsman bin Affan-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-wafat, maka terjadilah perselisihan antara pendukung pemerintahan Ali bin Abi Thalib-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-dengan pendukung Mu’awiyah bin Abi Sufyan -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-, sehingga terjadi peperangan antara dua kelompok besar kaum Muslimin.

Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-telah mengabarkan hal ini sebelumnya, yaitu tentang cucu beliau yang bernama al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-,

إِنَّ ابْنِي هَذَا سَيِّدٌ وَلَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يُصْلِحَ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ عَظِيْمَيْنِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ

Sesungguhnya anakku ini (yaitu, cucu beliau Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-) adalah sayyid (pemimpin). Mudah-mudahan Allah akan mendamaikan dua kelompok besar kaum Muslimin dengan sebabnya [6]

Dengan demikian, kita mengetahui bahwa peperangan dan bunuh-bunuhan yang terjadi antara dua kelompok besar tersebut tidak menyebabkan salah satu kelompok menjadi orang kafir, keluar dari Islam.

Wallahu A’lam

Sumber :

Majalah as-Sunnah, Edisi : Muharram 1436 H/November 2014 M, hal. 9-11. Dengan sedikit gubahan.

Amar Abdullah bin Syakir

[1] Lihat, Aisarut Tafasir IV/122 dan Tafsir as-Sa’di hal. 800

[2] Tafsir as-Sa’di, hal. 800

[3]  HR. al-Bukhari, no. 2691

[4]  HR. al-Bukhari no. 121 dan Muslim no. 65/223

[5]  HR. Muslim no. 1065/2458

[6]  HR. al-Bukhari, no. 2704

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *