Kemuliaan Wanita dalam Syariat Islam (bag.3)

Wanita Sebagai Istri

Islam juga menyeru kepada umat manusia untuk memuliakan wanita dalam statusnya sebagai istri. Pemuliaan itu dilakukan dengan memberikannya hak-hak yang agung atas suaminya sebagaimana juga dia memiliki kewajiban-kewajiban terhadap suaminya. Di antara hak istri dalam islam ialah mendapat perlakuan baik dari suaminya, juga mendapat perlakuan baik dalam hal makanan, minuman dan pakaian. Istri juga berhak mendapatkan perlakuan yang lembut dari suami, dimuliakan, serta seorang suami harus bersabar dalam menyikapi istri. Dalam syariat Islam sebaik-baik manusia adalah orang yang paling baik perlakuannya untuk keluarganya. Termasuk hak istri dalam islam adalah berhak mendapatkan pembelajaran tentang agamanya yaitu Islam, berhak juga mendapatkan penjagaan fisik dan agamanya.

Salah satu ayat al-Qur’an yang paling lengkap mencakup hak-hak istri yaitu firman Allah,

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

Dan bergaulah dengan mereka secara patut (Qs. An-Nisa : 19)

Banyak hadis dari Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam– yang menegaskan kewajiban suami untuk memperhatikan hak-hak istri, di antaranya hadis dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim dari Shahabat Abu Hurairah-semoga Allah meridhainya- dia berkata, Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “ Terimalah wasiatku untuk berbuat baik kepada para wanita. Sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk (yang bengkok). Dan yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah tulang rusuk teratas. Apabila kamu meluruskannya kamu akan mematahkannya, namun apabila kamu diamkan dia akan semakin bengkok, maka berlaku baiklah padanya (Shahih al-Bukhari, no. 3331 dan Muslim, no. 1468)

Imam Nawawi berkata : Dalam hadis ini terdapat perintah untuk bersikap lembut dan berbuat baik kepada wanita, serta bersabar atas akhlaknya yang masih bengkok (salah) serta bersabar juga menghadapi lemahnya akal mereka. Hadis ini juga berisi makruhnya menjatuhkan talak atas mereka tanpa sebab dan tidak berusaha meluruskannya. Wallahu a’lam (Syarah Shahih Muslim, 10/57)

Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Turmudzi meriwayatkan hadis dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam– bersabda, “ Mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baik orang di antara kalian adalah yang baik akhlaknya bagi keluarganya (HR. Ahmad, 2/250, 472, Abu Dawud, no. 4682 dan at-Tirmidzi, no. 1162)

Diriwayatkan oleh imam Muslim dalam shahihnya dari Jabir bin Abdillah, bahwasanya Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- berkhutbah pada haji wada’ : “ Bertakwalah kepada Allah dalam urusan wanita-wanita kalian ! sesungguhnya kalian mengambil mereka dengan amanah dari Allah. Kalian menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimatullah (akad nikah). Kalian (para suami) mempunyai hak atas mereka untuk tidak membiarkan seseorang yang kalian benci menjamah kasur kalian. Apabila mereka melalaikan hal tersebut maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakiti, dan bagi mereka (hak mereka) makanan dan pakaian dengan cara yang ma’ruf (Shahih Muslim, no. 1218)

Maksud dari sabda Rasulullah, “ Mereka tidak membiarkan seseorang yang kalian benci menjamah kasur kalian” yaitu para istri kalian tidak mengizinkan seseorang yang kalian benci untuk masuk kedalam rumah kalian dan duduk didalamnya, baik laki-laki atau pun wanita.

Diriwayatkan oleh imam Muslim dalam shahihnya, dari sahabat Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “Janganlah seorang suami mukmin membenci seorang istrinya wanita mukminah, apabila dia tidak suka darinya sebuah perangai dia akan ridha (suka) dengan perangainya yang lain (Shahih Muslim, no. 1469)

Barangsiapa mendapatkan dari istrinya sebuah perangai yang dia tidak sukai, maka sungguh ada pada istrinya banyak akhlak dan perilaku mulia yang akan membuatnya ridha.

Imam Ahmad, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi meriwayatkan dari ‘Aisyah, bahwa Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “ Sesungguhnya wanita merupakan saudari kandung bagi laki-laki (HR. Ahmad (6/277, 256), Abu Dawud, no. 236, dan Tirmidzi, no. 113)

Ibnu Atsir mengatakan,”Maksudnya adalah wanita itu memiliki kedudukan yang sama dengan laki-laki dari segi akhlak dan perangai. Seolah-olah para wanita itu diambil dari laki-laki. Juga dikarenakan Hawa diciptakan dari Adam. Syaqiqur rajul artinya saudara kandung. Kata syaqiq, bentuk pluralnya adalah asyiqqa (an-Nihayah, Ibnu Atsir (2/492)

Wallahu a’lam

 Bersambung insya Allah

Sumber :

Diangkat dari al-Jami’ lil Buhuts war Rasa-il, Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin, hal. 532-533

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *