Kejinya Perbuatan Homoseks dan Besarnya Keburukan dan Kebusukannya

Kejahatan yang sangat mungkar ini benar-benar sangat buruk dan keji, perbuatan bejat ini bahkan ditolak oleh binatang, kita hampir tidak menemukan suatu binatang jantan menyetubuhi binatang jantan lainnya, akan tetapi perbuatan menyimpang ini muncul di antara orang-orang yang rusak akalnya, di mana mereka menggunakan akal mereka untuk mendatangkan keburukan dan memperluas wilayah dan daerahnya.

Di antara hal yang menunjukkan kejinya perbuatan homoseks dan besarnya keburukannya adalah bahwa Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menamakan zina dengan nama فاحشة dan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menamakan homoseks dengan nama الفاحشة , dan perbedaan di antara kedua nama ini sangat besar, makna kata فاحشة tanpa huruf alif dan lam adalah nakirah, dan hal itu berarti bahwa zina merupakan salah satu perbuatan keji, akan tetapi saat huruf alif dan lam masuk kepadanya, maka ia menjadi ma’rifah, dan pada saat itu kata  الفاحشة mencakup seluruh makna perbuatan keji dan mengungkapkan tentangnya dengan segala apa yang ada padanya berupa makna yang buruk, oleh karena itu Firman Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- ,

أَتَأۡتُونَ ‌ٱلۡفَٰحِشَةَ مَا سَبَقَكُم بِهَا مِنۡ أَحَدٖ مِّنَ ٱلۡعَٰلَمِينَ ٨٠ [الأعراف: 80]

“Apakah kamu mengerjakan perbuatan keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun sebelum kamu di dunia ini? (al-A’raf : 80)

Maknanya adalah kalian melakukan sesuatu perilaku yang dipandang keji dan busuk oleh setiap pribadi manusia.

Akan tetapi Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman tentang zina,

وَلَا تَقۡرَبُواْ ٱلزِّنَىٰٓۖ إِنَّهُۥ كَانَ ‌فَٰحِشَةٗ وَسَآءَ سَبِيلٗا ٣٢ [الإسراء: 32]

Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan keji dan jalan terburuk. (al-Isra : 32)



Maka zina layak diberi predikat sebagai salah satu perbuatan keji, sementara homoseks layak diberi predikat sebagai perbuatan keji yang telah dikenal dan diketahui, dan bisa juga dikatakan bahwa dua pihak yang terlibat zina adalah laki-laki dan perempuan, di mana memang terdapat kecenderungan fithrah dan alami di antara keduanya, dan Islam datang untuk mengatur kecenderungan ini dan menentukan baginya batasan-batasan yang syar’i dan cara-cara penyalurannya yang hakiki, maka Islam menghalalkan menikah dan mengharamkan zina dan berhubungan intim di luar nikah, Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,

وَٱلَّذِينَ هُمۡ لِفُرُوجِهِمۡ حَٰفِظُونَ )٥( إِلَّا عَلَىٰٓ أَزۡوَٰجِهِمۡ أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُهُمۡ فَإِنَّهُمۡ غَيۡرُ مَلُومِينَ )٦( فَمَنِ ٱبۡتَغَىٰ وَرَآءَ ذَٰلِكَ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡعَادُونَ )٧( [المؤمنون: 5-7]

dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki. Sesungguhnya mereka tidak tercela (karena menggaulinya). Maka, siapa yang mencari (pelampiasan syahwat) selain itu, mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (al-Mukminun : 5-7)



Maka hubungan apa pun di antara laki-laki dan perempuan yang terjadi di luar bingkai syariat ini adalah zina. Jadi, hubungan di antara laki-laki dan perempuan merupakan panggilan fithrah di antara keduanya dan harus disalurkan, bisa pada yang halal maupun pada yang haram.

Namun kalau itu terjadi di antara laki-laki dengan laki-laki, antara kaum Adam dengan kaum Adam, maka hal ini tidak pernah ada di dalam fithrah dan Islam tidak pernah menghalalkan sedikit pun darinya, karena tidak terdapat di dalam fithrah dan naluri kecenderungan laki-laki kepada laki-laki, ketika sesuatu dari hal ini terjadi maka itu berarti tindakan melampaui batasan-batasan fithrah dan batasan-batasan tabiat manusia, dan dari sini hal itu akan mengarah kepada sikap melampaui batasan-batasan yang telah ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan Mahatunggal,

مَا سَبَقَكُم بِهَا مِنۡ أَحَدٖ مِّنَ ٱلۡعَٰلَمِينَ ٨٠ ﵞ [الأعراف: 80]

yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun sebelum kamu di dunia ini? (al-A’raf : 80)

Dan di antara hal yang menjelaskan besarnya dosa perbuatan keji tersebut adalah apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi ad-Dunya dan lainnya dari Mujahid bahwa dia berkata, “Orang yang melakukan perbuatan tersebut, seandainya dia mandi dengan setiap tetes air dari langit dan setiap tetes air dari bumi, niscaya dia masih saja najis.”

Dan dari al-Fudhail bin Iyadh, dia berkata, “Seandainya orang yang berbuat homoseks mandi dengan setiap tetes air dari langit, niscaya dia berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak suci.” Sanadnya hasan.

Maksudnya bahwa air itu tidak dapat menghilangkan dari dirinya dosa yang besar itu yang menjauhkannya dari Tuhannya, dan maksud dari hal ini adalah menjelaskan besarnya dosa perbuatan keji tersebut [1]



Wallahu A’lam

 

Sumber :

Ismail Wala Taqrabu al-Fawahisya, Jamal Abdurrahman, ei, hal.56-59

Amar Abdullah bin Syakir

 

Catatan :

[1] Ruh al-Ma’ani, karya al-Alusi, 8/172

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: HisbahTv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *