Di artikel sebelumnya yang berjudul: Jaga Lidahmu!, telah kami jelaskan secara garis besar betapa pentingnya menjaga lidah, dan betapa besarnya pengaruh lidah bagi seseorang. Kami juga telah menjelaskan bagaimana bahayanya jika organ kecil tak bertulang ini tidak dijaga, didunia ia dapat menimbulkan permusuhan dan berbagai permasalahan, dan di akhirat ia dapat menjerumuskan seseorang ke neraka.
Kali ini kami ingin lebih merinci dalam masalah lidah tentang salah satu perbuatan lidah yang dapat membahayakan seseorang baik di dunia maupun di akhirat, namun seringkali orang yang melakukannya tidak menyadarinya.
Seringkali kali saat asik mengobrol tiba-tiba pembicaraan mengarah kepada pembicaraan tentang orang tertentu yang tidak hadir di majelis tersebut dengan mebicarakan kejelekannya dan sebagainya, dan tanpa disadari mereka semua telah menggunjingnya atau mengghibahnya.
Definisi Ghibah
Nabi menjelaskan definisi ghibah dalam sebuah hadits riwayat Muslim sebagai berikut:
أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوْا: اَللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ، قِيلَ: أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيْ أَخِيْ مَا أَقُوْلُ؟ قَالَ: إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
“Tahukah kalian apa itu ghibah (menggunjing)?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu”. Kemudian beliau bersabda : “Ghibah adalah engkau membicarakan tentang saudaramu sesuatu yang dia benci”. Ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah bagaimana kalau yang kami katakana itu betul-betul ada pada dirinya?” Beliau menjawab, “Jika yang kalian katakan itu betul, berarti kalian telah berbuat ghibah. Dan jika apa yang kalian katakan tidak betul, berarti kalian telah menfitnah (mengucapkan suatu kedustaan)”. (HR. Muslim)
Imam Nawawi mengatakan, “Ghibah adalah ketika kamu membicarakan seseorang dengan sesuatu yang dia tidak menyukainya, baik itu ada pada badan, dunia, akhiratnya atau dengan segala sesuatu yang berkaitan dengannya. Baik itu dengan cara engkau melakukannya dengan menyebut, menulis, memberikan kode, atau dengan mengisyaratkan kepadanya dengan matamu atau tanganmu atau kepalamu.”
Masuk juga kedalam perbuatan ghibah meniru gaya bicara, atau cara jalan seseorang untuk merendahkan datau menertawakannya.
Keharaman Ghibah
Banyak sekali dalil-dalil dari Al-Qur’an yang menunjukkan tentang haramnya ghibah.
Ghibah atau menggunjing adalah salah satu dosa besar yang Allah umpamakan dengan seseorang yang memakan daging saudaranya sendiri. Allah berfirman:
وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
“Dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 12)
Ibnu Abbas dalam menafsiri ayat di atas menyatakan:
إنما ضرب الله هذا المثل للغيبه لأن أكل لحم الميت حرام مستقذر و كذا الغيبه حرام فى الدين و قبيح فى النفوس
Allah membuat perumpamaan ini untuk ghibah karena memakan daging bangkai itu haram dan menjijikkan. Begitu juga ghibah itu haram dalam agama dan buruk dalam jiwa. (Lihat Tafsir Al-Qurtubi hlm 16/346).
Betapa jijiknya perihal menggunjing orang lain. Orang yang bernikmat-nikmat dengan menbicarakan kejelekan orang lain sama saja dengan bernikmat-nikmat dengan daging bangkainya.
Dari Sayyidah Aisyah radhiyallahu ‘anha beliau bercierita:
قلت للنبي صلى الله عليه وسلم حسبك من صفية كذا وكذا قال غير مسدد تعني قصيرة. فقال: لقد قلت كلمة لو مزجت بماء البحر لمزجته. قالت: وحكيت له إنسانا. قال: ما أحب أني حكيت إنسانا وأن لي كذا وكذا.
“Aku pernah mengatakan pada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam: “Cukuplah kalau Shafiyah ini begini dan begitu. Maksudnya berbadan pendek!” Maka beliau bersabda: “Sungguh dirimu telah mengucapkan sebuah kalimat yang sekiranya dihapus dengan air laut tidak akan sanggup menghapusnya”. Pernah juga aku menceritakan seseorang dihadapan beliau, lantas beliau berkata: “Aku tidak suka aku menceritakan tentang orang lain, dan pada diriku begini dan begitu.” (HR. Abu Dawud no. 4875 dan at-Tirmidzi no. 2520. Beliau berkata hasan shahih)
Imam Nawawi berkata dalam mengomentari hadits ini, “maksud ‘merubahnya’ adalah mencampurinya sehingga berubah rasa atau baunya karena saking busuk dan buruknya. Hadits ini adalah salah satu bentuk teguran yang paling keras atau bahkan ia adalah yang paling keras, dan saya tidak mengetahui hadits yang mencela perbuatan ghibah yang sampai seperti ini.”
Diantara hikmah di haramkannya ghibah adalah karena ia dapat menimbulkan kebencian dan permusuhan. Ghibah juga dapat mencemarkan nama baik seseorang dan mengganggu kehormatannya.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا عُرِجَ بِي مَرَرْتُ بِقَوْمٍ لَهُمْ أَظْفَارٌ مِنْ نُحَاسٍ يَخْمُشُونَ وُجُوهَهُمْ وَصُدُورَهُمْ فَقُلْتُ مَنْ هَؤُلَاءِ يَا جِبْرِيلُ قَالَ هَؤُلَاءِ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ لُحُومَ النَّاسِ وَيَقَعُونَ فِي أَعْرَاضِهِمْ
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: Nabi shallallauh ‘alaihi wasallam bersabda, “Ketika aku dinaikkan ke lagit (dimi’rajkan), aku melewati suatu kaum yang kuku mereka terbuat dari tembaga, kuku itu mereka gunakan untuk mencakar muka dan dada mereka. Aku lalu bertanya, Wahai Jibril, siapa mereka itu? Jibril menjawab, ‘Mereka itu adalah orang-orang yang memakan daging manusia (ghibah) dan merusak kehormatan mereka.” (HR. Abu daud No.4235)
Keharaman Mendengarkan Ghibah
Perbuatan ghibah tidak bisa jika pelaku hanya diri atau dengan kata lain seseorang tidak mungkin menggunjing jika tanpa partner. Oleh karena itu sebagaimana menggunjing orang lain haram, begitu juga mendengarkan gunjingan terhadap orang lain juga haram. Orang yang bernikmat-nikmat dengan mendengarkan ghibah sama dosanya dengan yang mengghibah.
Imam Nawawi berkata, “Ketahuilah bahwasanya sebagaimana hukum ghibah adalah haram, maka begitu juga haram mendengarkan dan menyetujuinya. Sehingga wajib bagi seseorang jika mendengar orang lain memulai ghibah untuk melarangnya jika ia tidak takut hal tersebut akan membahayakannya, jika ia takut akan membahayakannya maka wajib baginya untuk mengingkarinya dengan hatinya dan meninggalkan majelis tersebut jika ia dapat meninggalkannya, jika ia mampu mengingkarinya dengan lisannya, atau menghentika ghibah tersebut dengan menggantikannya dengan pembicaraan lain, maka harus ia lakukan, jika tidak ia berdosa.”
Renungan Sejenak
Betapa buruknya akibat yang didapatkan dari perbuatan ghibah. Berapa banyak persahabatan yang berakhir dengan permusuhan, berapa banyak tali silaturrahim antara keluarga terputus. Ghibah sangatlah merusak hubungan antara manusia.
Jika seseorang hendak mengghibah orang lain karena kekurangan jasmani yang Allah berikan kepadanya, maka ia harus ingat bahwa kekurangan yang ada pada orang tersebut adalah bukan kehendaknya dan ia tidak mungkin bisa merubahnya, sehingga jika ia mengejek atau menggunjing seseorang karena kekurangan pada fisiknya, maka secara tidak langsung ia telah mengejek Allah yang menciptakannya. Sama halnya dengan orang yang melihat suatu lukisan kemudian ia mengatakan bahwa lukisan tersebut jelek, maka yang ia cela sebenarnya bukanlah lukisan tersebut, namun orang yang melukislah yang ia cela karena ia tidak ahli dalam melukis.
Jika melihat kekurangan pada orang lain terdapat pada penampilannya yang kurang rapi, atau ia memiliki sifat yang kurang terpuji, alangkah baiknya jika kita bersikap jentel dan langsung menyampaikannya kepadanya dengan cara yang baik, dengan demikian kita akan mendapatkan pahala karena telah melaksanakan amar ma’ruf. Atau seandainya tidak ingin menasehatinya, maka lebih baik diam. Jangan sampai kita bersikap pengecut dengan menutup mulut dihadapannya namun dari belakang membicarakan kekurangannya kepada orang lain.
Setiap orang pastilah memiliki kekurangan, alangkah baiknya jika kita menyibukkan diri dengan mengintropeksi dan mencari kekurangan diri kita sendiri, kemudian berusaha untuk menutupi kekurangan tersebut. Daripada membicarakan kekurangan orang lain yang belum tentu kita lebih baik darinya.
Ulama salaf berkata:
إذا أراد الله بعبد خيرا بصره بعيوب نفسه
“Jika Allah ingin kebaikan terhadap seorang hamba, maka ia akan menampakkan kepada hamba tersebut aib-aib yang ada pada dirinya.”
Hati-hatilah jika anda suka duduk atau berkumpul dengan orang-orang senang membicarakan kejelekan orang lain, membahas aib dan kekurangan mereka, atau mencemari nama baik mereka, karena ketika anda tidak hadir di perkumpulan tersebut bisa jadi anda adalah orang berikutnya yang akan menjadi objek pembicaraan mereka!!
Bersambung…
Referensi : Kitab ‘Al-Adzkar’ karangan Imam Nawawi dan berbagai sumber.
Penyusun : Arinal Haq
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel Hisbah di Fans Page Hisbah
Twitter @Hisbahnet, Google+ Hisbahnet