عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَأَعْلَمُ إِذَا كُنْتِ عَنِّي رَاضِيَةً وَإِذَا كُنْتِ عَلَيَّ غَضْبَى قَالَتْ فَقُلْتُ مِنْ أَيْنَ تَعْرِفُ ذَلِكَ فَقَالَ أَمَّا إِذَا كُنْتِ عَنِّي رَاضِيَةً فَإِنَّكِ تَقُولِينَ لَا وَرَبِّ مُحَمَّدٍ وَإِذَا كُنْتِ عَلَيَّ غَضْبَى قُلْتِ لَا وَرَبِّ إِبْرَاهِيمَ قَالَتْ قُلْتُ أَجَلْ وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَهْجُرُ إِلَّا اسْمَكَ
Dari Aisyah – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا- berkata, Rasulullah- صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda kepadaku, “Sesungguhnya aku mengetahui kapan engkau ridha padaku dan kapan engkau marah kepadaku.” Aisyah berkata, ‘dari mana Anda tahu hal tersebut ? Rasulullah- صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- pun menjawab, ‘ kalau engkau ridha kepadaku engkau akan katakan,’tidak demi Rabb-nya Muhammad. Dan jika sedang marah padaku engkau akan berkata, ‘tidak demi Rabb Ibrahim. ‘Aisyah berkata : ‘Benar, demi Allah ya Rasulullah saya tidak menghindari kecuali sekedar namamu.’
(HR. al-Bukhari (9/325) (10/497) dan Muslim (2439)
Beberapa faedah hadis :
1. Apabila suami istri saling memahami watak masing-masing dan setiap mereka mengetahui sesuatu berikut sebab-sebab yang membuatnya marah, maka sungguh mereka telah menguasai cara untuk mengokohkan dasar-dasar hubungan suami istri dan melangkah jalan hidup yang aman, yang dipenuhi dengan bunga-bunga yang indah.
Keduanya juga akan mampu menjauhkan keluarga mereka dari jalan yang penuh duri dan kesulitan-kesulitan serta ketergelinciran. Dan pada hadis ini kita perhatikan betapa dalamnya perhatian Rasulullah- صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- terhadap perasaan dan kebiasaan Aisyah (istrinya). Sampai beliau- صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- mengetahui kapan ‘Aisyah sedang ridha atau pun marah hanya dengan memperhatikan perkataan dan sumpahnya.
2- Kadang terjadi sengketa antara suami istri. Jika kemudian terjadi saling diam antara keduanya maka hendaknya jangan berlebihan, tetapi harus yang wajar sesuai tuntunan syar’i. jangan kata-kata dan raut muka menampakkan ekpresi berlebihan. Sampai terhadap istri yang nusyuz (tidak taat pada suami) sekalipun, Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-mensyariatkan –setelah menasehatinya- agar mendiamkannya di atas tempat tidur, bukan meninggalkannya sendirian di atas tempat tidur. Alangkah bagusnya perkataan seorang penyair yang berkata,
Sesungguhnya aku memberikan padamu penghalangku tapi sumpah,
Meski aku memberimu penghalangku, aku tetap mencintaimu.
3-Diampuni kesalahan ‘Aisyah atas kemarahannya kepada Rasulullah- صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- –padahal tidak boleh seorang pun marah kepada beliau-karena dorongannya adalah rasa cemburu. Karena cemburu adalah bukti cinta, juga kemarahannya tak membuatnya berlaku berlebihan, melainkan hanya memilih nama Ibrahim di antara para nabi dalam sumpahnya, dengan perkataannya : “Demi Rabb Ibrahim.” Meskipun nabi kita adalah manusia yang paling berhak dalam hal itu dan ia secara umum tidak bisa melepaskan diri dari ketergantungannya kepada Nabi- صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-. Demikianlah sudah selayaknya suami istri jika saling marah hendaknya dalam batas kewajaran, tidak berlebihan.
4-Sebagian kaum Muslimin ada yang bersumpah tidak dengan nama Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Hal ini adalah haram dan termasuk dalam syirik kecil, meskipun yang dijadikan sumpah adalah sesuatu yang mulia seperti Nabi atau Ka’bah dan sebagainya.
Rasulullah- صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-. bersabda,
مَنْ كَانَ حَالِفًا فَلْيَحْلِفْ بِاللَّهِ أَوْ لِيَصْمُتْ
“ Barang siapa yang hendak bersumpah maka bersumpahlah dengan nama Allah atau lebih baik diam” (Muttafaq ‘Alaih).
Juga ada riwayat shahih dari beliau- صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-, (bahwa beliau- صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-. bersabda)
مَنْ حَلَفَ بِالأَمَانَةِ فَلَيْسَ مِنَّا
“Barang siapa bersumpah dengan amanah maka bukan termasuk golongan kami.” (HR. Abu Dawud dan lainnya).
Beliau- صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-.juga bersabda,
مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللَّهِ فَقَدْ أَشْرَكَ
“Barang siapa bersumpah dengan selain Allah maka ia telah berbuat kesyirikan. “ (HR. Imam Ahmad dengan sanad shahih)
Wallahu A’lam
Amar Abdullah bin Syakir
Sumber :
Latha-if Wa Fawaid Min al-Hayati az-Zaujiyah Fii Baiti an-Nubuwwah, Khalid bin Abdurrahman Asy-Syaayi’, ei, hal. 24-27
Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: Hisbahtv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor