Ibadah itu Sepanjang Waktu

Sebagian orang merasa gembira ketika berpisah dengan bulan Ramadhan, kerena mereka telah terbebas darinya; terbebas dari melakukan puasa di siang harinya dan terbebas pula dari segala bentuk ibadah yang memberatkan dirinya. Namun, ada pula sekelompok orang yang gembira dengan berlalunya Ramadhan kerena berarti mereka telah terlepas dari belenggu dosa disebabkan amal shaleh yang telah mereka perbuat pada saat itu, mereka berhak mendapatkan janji Allah ‘azza wajalla berupa pengampunan dosa dan rahmat dariNya. Sungguh betapa jauh berbeda antara dua model kegembiraan ini. Di antara tanda yang menunjukkan kegembiraan model yang pertama adalah; mereka kembali lagi melakukan beragam kemaksiatan setelah berlalunya Ramadhan, mereka meremehkan kewajiban yang seharusnya mereka lakukan. Bahkan tidak segan-segannya mereka melakukan perkara yang diharamkan.

Saudarku, ketahuilah bahwa amal seorang Mukmin tidak berhenti disebabkan berhentinya musim untuk beramal, karena sesungguhnya amal seorang mukmin itu bersifat kontinyu, tidak terhenti melainkan bila kematian telah menjemputnya. Bacalah firmanNya,

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

“Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (QS. Al-Hijr : 99)

Maka, meskipun bulan untuk berpuasa telah usai di mana bulan tersebut merupakan musim untuk beramal, sesungguhnya waktu untuk beramal tidaklah berhenti, meski puasa Ramadhan telah usai, sesungguhnya berpuasa masih saja disyariatkan, alhamdulillah.

“Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan dan mengikutinya dengan berpuasa 6 hari di bulan Syawwal, hal tersebut tak ubahnya ia berpuasa setahun.” (HR. Muslim, no. 1984)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mensyariatkan puasa pada hari senin dan kamis, dan beliau bersabda, “Sesungguhnya amal-amal itu diangkat ke hadirat Allah pada kedua hari tersebut (yakni, senin dan kamis), maka aku senang bila amal-amalku diangkat sementara aku tengah berpuasa.” (HR. at-Tirmidzi, no. 678 dan Ibnu Majah, no. 1730)

Beliau juga berwasiat kepada tiga orang sahabatnya, yaitu : Abu Hurairah, Abu Dzar dan Abu Darda -semoga Allah meridhai mereka- agar berpuasa tiga hari setiap bulannya, (HR. at-Tirmidzi, no. 692 dan an-Nasa-i, no. 2381).

Beliau bersabda perihal puasa hari Arafah, “(Puasa Arafah itu) menghapus (dosa) setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” (HR. Muslim, no. 1977 dan Ahmad, no. 21496).

Beliau juga bersabda, “Seutama-utama puasa setelah (puasa) Ramadhan adalah (puasa) pada bulan Allah Al-Muharram.” (HR. Muslim, no. 1982).

Beliau juga bersabda tentang puasa Asyura, “Ia menghapus (dosa dan kesalahan) setahun sebelumnya.” (HR. Muslim, no. 1977 dan Ahmad, no. 21496)

‘Aisyah juga mengatakan, “Tidaklahlah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa pada suatu bulan-yakni, puasa tatawwu’ (puasa sunnah) seperti halnya yang beliau lakukan pada bulan Sya’ban, beliau banyak berpuasa pada bulan tersebut, bahkan beliau berpuasa mayoritas harinya.” (HR. al-Bukhari, no. 1834 dan Muslim, no. 1957)

Saudaraku, meski Qiyam Ramadhan telah usai, sesungguhnya qiyamullail tetap saja masih disyariatkan untuk dilakukan setiap malam sepanjang tahun. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memotivasi dan menganjurkan untuk melakukannya, seraya bersabda,

أَفْضَلُ الصَّلاةِ بَعْدَ الْمَكْتُوْبَةِ الصَّلَاةُ فِيْ جَوْفِ اللَّيْلِ

“Seutama-utama shalat setelah shalat Fardhu adalah shalat di tengah malam.” (HR. Muslim, no. 1983)

Oleh karena itu, hendaklah Anda bertakwa kepada Allah wahai hamba Allah. Dan, bergegaslah Anda memanfaatkan usia Anda untuk beramal sholeh, wujudkanlah perkataan Anda dengan tindakan nyata amal Anda, karena sesungguhnya usia seseorang adalah apa yang dia habiskan dalam ketaatan kepada Allah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesunguhnya orang yang cerdik ialah yang dapat menundukkan dirinya-yakni, menghisabnya- dan beramal untuk sesuatu setelah kematian. Adapun orang yang lemah adalah siapa yang dirinya mengikuti ajakan hawa nafsunya dan berangan-angan kepada Allah dengan beragam angan-angan kosong.” (HR. at-Tirmidzi, no. 2383 dan Ibnu Majah, no. 4250)

Kaum muslimin, sungguh Allah ‘azza wajalla telah memberikan kemudahan kepada Anda untuk menempuh jalan-jalan kebaikan dan telah pula membukakan pintu-pintunya, Dia pun telah menyeru Anda untuk memasukinya, bahkan menjelaskan kepada Anda pahalanya. Shalat lima waktu yang Anda kerjakan merupakan rukun Islam setelah dua kalimat syahadat, ia lima kali dilakukan namun pelakunya mendapatkan 50 kali lipat (pahalanya) dalam timbangan. (HR. al-Bukhari, no. 6963 dan Muslim, no. 234).

Siapa yang mendirikannya, maka ia menjadi sarana penebus dosa dan sarana keselamatan baginya pada hari Kiamat, (HR. Muslim, no. 1199 dan at-Tirmidzi, no. 380). Allah ‘azza wajalla mensyariatkannya untuk Anda, dan Allah menjadikan penyempurnanya juga bagi Anda berupa shalat-shalat sunnah yang mengiringinya sebanyak 12 rakaat; 4 rakaat sebelum Dzuhur dengan dua kali salam, 2 rakaat setelahnya, 2 rakaat setelah Maghrib, 2 rakaat setelah Isya dan 2 rakaat sebelum Subuh. “Siapa yang melakukan shalat-shalat tersebut niscaya Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di Surga.” (HR. Ahmad, no. 6288 dan ad-Darimi, no. 2605)

Disyariatkan pula Shalat Witir. Shalat ini merupakan shalat sunnah yang sangat ditekankan, Rasulullah r mensyariatkannya dengan lisan dan tindakannya, beliau bersabda, “Barangsiapa yang takut tidak dapat bangun pada akhir-akhir malam, hendaknya ia berwitir pada awal malam, dan barangsiapa yang merasa yakin dapat bangun pada akhir-akhir malam, maka hendaklah ia melakukannya pada akhir malam; karena sesungguhnya shalat pada akhir-akhir malam disaksikan dan yang demikian itu lebih utama.” (HR. Muslim, no. 1255)

Maka, shalat witir merupakan sunnah yang sangat ditekankan, tidak selayaknya ditinggalkan.

Jumlah bilangan shalat witir paling sedikit 1 rakaat sedangkan terbanyak 11 rakaat (HR. Muslim, no. 1215). Waktu pelaksanaannya ialah setelah shalat Isya hingga terbit fajar (HR. Muslim, no. 1216). Oleh karena itu, siapa yang melakukannya hanya 1 rakaat saja sudah mencukupi, siapa yang melakukannya 3 rakaat maka boleh baginya melakukannya secara berturut-turut dengan sekali tasyahhud, dan boleh juga baginya untuk melakukannya dengan cara 2 rakaat salam dan menutupnya dengan 1 rakaat berikutnya. Siapa yang melakukannya sebanyak 5 rakaat atau 7 rakaat, maka ia melakukannya dengan berturut-turut secara langsung, tidak duduk tasyahud melainkan pada rakaat terakhir. Adapun yang melakukannya 9 rakaat maka ia melakukannya secara berturut-turut hingga rakaat ke-8, ia duduk tasyahhud, kemudian bangkit untuk rakaat ke-9 tanpa terlebih dahulu salam. Kemudian melakukan rakaat yang ke-9, lalu bertasyahud dan salam (HR. an-Nasai, no. 1691 dan 1701). Sementara siapa yang melakukannya sebanyak 11 rakaat, maka setiap 2 rakaat salam dan menutupnya dengan 1 rakaat (HR. Muslim, no. 1216)

Dan, ‘Aisyah meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bila terkalahkan oleh tidur atau sakit sehingga tidak bisa melakukan shalat malam, maka biasanya beliau shalat pada siang harinya sebanyak 12 rakaat (HR. Muslim, no. 1233). Oleh karenanya, maka bila Anda tidak bisa melakukan shalat witir pada malam hari, maka Anda boleh mengqodhanya di siang harinya. Namun, Anda tidak melakukannya dengan jumlah bilangan ganjil akan tetapi Anda melakukannya dengan jumlah bilangan genap.

Saudaraku, begitu pula halnya perihal menafkahkan harta baik berupa zakat ataupun sedekah, pemenuhan kebutuhan keluarga dan anak-anak bahkan pemenuhan terhadap kebutuhan diri Anda sendiri, tetaplah disyariatkan dan diberikan pahala atas perbuatan tersebut, meskipun bulan Ramadhan telah berlalu dari Anda. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tak seorang mukmin pun yang membelanjakan hartanya untuk mengharapkan wajah Allah, melainkan akan diberikan pahala atas perbuatannya tersebut.” (HR. Al-Bukhari, no. 54 dan Muslim, no. 3076)

Oleh karena itu, wahai hamba-hamba Allah, sungguh jalan-jalan kebaikan itu banyak sekali, maka manakah orang-orang yang mau menempuhnya? sungguh, pintu-pintu kebaikan itu pun banyak sekali, maka manakah orang-orang yang mau memasukinya? dan sungguh, kebenaran itu benar-benar jelas, maka siapapun yang menyimpang darinya pastilah ia akan binasa. Oleh karena itu, wahai hamba-hamba Allah- lakukanlah setiap bentuk ketaatan sesuai kemampuan Anda, niscaya Anda beruntung, karena Allah ‘azza wajalla telah berberfirman,

يَا أيها الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan lakukanlah kebajikan, supaya kamu mendapat keuntungan.” (QS. Al-Hajj : 77)

Dan, ketahuilah bahwa Anda selalu membutuhkan untuk beribadah kepada Allah di setiap waktu, bukan hanya di bulan Ramadhan saja, karena Anda menyembah Allah sementara Dia Dzat yang Maha hidup tak akan mati, dan ketahuilah pula bahwa ibadah itu bukan pada waktu yang terbatas karena Anda selalu membutuhkannya terus menerus. Akan datang suatu hari di mana seseorang akan mengharap mendapatkan tambahan meski satu rakaat (shalat) saja atau hanya satu kali tasbih saja dalam timbangan kebaikannya dan ia juga mengharap berkurangnya keburukan dan kesalahannya dalam timbangan keburukannya meski hanya satu keburukan saja. Allah ‘azza wajalla berfirman, artinya, Hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata : “Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang shaleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan. (QS. al-Mukminun : 99-100)

Akhirnya, semoga Allah memberikan taufiq kepada kita semuanya untuk mendayagunakan waktu-waktu dengan sebaik-baiknya, mengisinya dengan beragam amal shaleh. Dan, semoga pula kita diberi rizki berupa kemampuan untuk menjauhkan diri dari segala bentuk kesalahan dan keburukan. Dan, semoga pula Allah mensucikan kita dari segala perkara yang membinasakan tersebut, Sesungguhnya Engkau Maha dekat dan Maha mengabulkan doa. Aamiin.

Sumber : Disarikan dari Khutbah Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin yang dirilis di situs www.ibnothaimeen.com/all/khotab/article_332.shtml  dengan gubahan.

(Amar Abdullah/hisbah.net)

Ikuti update artikel Hisbah.net di Fans Page Hisbah.net
Twitter @hisbahnet, Google+ Hisbahnet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *