Perkara Ghaib adalah suatu hal tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah Ta’ala, baik di langit maupun di bumi, atau terkait masa depan.
Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ
“ Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah. ” (QS. An Naml: 65
Namun ada perkara ghaib yang dapat diketahui oleh makhluknya, namun demikian karena Allah Ta’ala memberitahunya, yaitu kepada para Rasulnya, sebagaimana firman-Nya:
عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَداًلَّا مَنِ ارْتَضَى مِن رَّسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَ داً
“ (Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang gaib itu kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya. Maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.” (QS. Al-Jin: 26-27)
Maka dari itu dalam banyak hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menceritakan tentang keadaan di hari kiamat, yang itu baru akan terjadi di masa depan, demikian karena Allah Ta’ala yang mewahyukan tentangnya kepada Nabi.
Namun ada juga berita ghaib yang diketahui dengan cara mencuri kabar langit, demikian dilakukan oleh para jin kemudian diteruskan ke pada dukun.
Allah Ta’ala menceritakan fenomena tersebut:
وَأَنَّا كُنَّا نَقْعُدُ مِنْهَا مَقَاعِدَ لِلسَّمْعِ ۖ فَمَنْ يَسْتَمِعِ الْآنَ يَجِدْ لَهُ شِهَابًا رَصَدًا
dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang barangsiapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya). )QS Aljinn: 9)
Dan Nabi bersabda:
((إِذَا قَضَى اللَّهُ الْأَمْرَ فِي السَّمَاءِ ضَرَبَتْ الْمَلَائِكَةُ بِأَجْنِحَتِهَا خُضْعَانًا لِقَوْلِهِ كَأَنَّهُ سِلْسِلَةٌ عَلَى صَفْوَانٍ فَإِذَا { فُزِّعَ عَنْ قُلُوبِهِمْ قَالُوا مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ قَالُوا } لِلَّذِي قَالَ { الْحَقَّ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ } فَيَسْمَعُهَا مُسْتَرِقُ السَّمْعِ وَمُسْتَرِقُ السَّمْعِ هَكَذَا بَعْضُهُ فَوْقَ بَعْضٍ –وَوَصَفَ سُفْيَانُ بِكَفِّهِ فَحَرَفَهَا وَبَدَّدَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ– فَيَسْمَعُ الْكَلِمَةَ فَيُلْقِيهَا إِلَى مَنْ تَحْتَهُ ثُمَّ يُلْقِيهَا الْآخَرُ إِلَى مَنْ تَحْتَهُ حَتَّى يُلْقِيَهَا عَلَى لِسَانِ السَّاحِرِ أَوْ الْكَاهِنِ فَرُبَّمَا أَدْرَكَ الشِّهَابُ قَبْلَ أَنْ يُلْقِيَهَا وَرُبَّمَا أَلْقَاهَا قَبْلَ أَنْ يُدْرِكَهُ فَيَكْذِبُ مَعَهَا مِائَةَ كَذْبَةٍ فَيُقَالُ أَلَيْسَ قَدْ قَالَ لَنَا يَوْمَ كَذَا وَكَذَا كَذَا وَكَذَا فَيُصَدَّقُ بِتِلْكَ الْكَلِمَةِ الَّتِي سَمِعَ مِنْ السَّمَاءِ)). رواه البخاري
“Apabila Allâh memutuskan sebuah perintah di langit, para malaikat menundukkan sayap-sayap mereka dengan penuh takut, bagaikan suara rantai yang ditarik di atas batu putih. Apabila telah hilang rasa takut dari hati mereka, mereka bertanya: ‘Apa yang dikatakakan oleh Tuhan kalian?’ Jibril menjawab: ‘Tentang kebenaran dan Ia Maha Tinggi lagi Maha Besar’. Lalu para pencuri berita langit (setan) mendengarnya. Mereka para pencuri berita langit tersebut seperti ini, sebahagian mereka di atas sebagian yang lain -Sufyan (rawi hadits) mencontohkan dengan jari-jarinya- maka yang paling di atas mendengar sebuah kalimat lalu membisikannya kepada yang di bawahnya, kemudian selanjutnya ia membisikan lagi kepada yang di bawahnya dan begitu seterusnya sampai ia membisikannya kepada tukang sihir atau dukun. Kadang-kadang ia disambar oleh bintang berapi sebelum menyampaikannya atau ia telah menyampaikannya sebelum ia disambar oleh bintang berapi. Maka setan mencampur berita tersebut dengan seratus kebohongan. Maka dikatakan orang: bukan ia telah berkata kepada kita pada hari ini dan ini… maka ia dipercaya karena satu kalimat yang pernah ia dengan langit tersebut.” (HR Bukhari)
Dari kedua dalil di atas, jelas bahwa kabar ghaib tidak lagi dapat dicuri di langit setelah Nabi Muhammad di utus, dan tidaklah kabar ghaib tersebut sampai ke telinga dukun kecuali jin telah mencampur-aduknya dengan seratus kebohongan.
Maka dari itu, mendatangi para dukun atau peramal adalah kobodohan di akal, karena para dukun tersebut juga telah dibohongi oleh para jin.
Maka orang yang mendatangi dan bertanya kepada dukun berdosa besar, bahkan shalatnya selama 40 hari meskipun sah namun pahalanya tidak diterima oleh Allah Ta’ala, sebagaimana Nabi bersabda:
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal, maka shalatnya selama 40 hari tidak diterima.” (HR. Muslim)
Bahkan di dalam hadits lain mendatangi dukun adalah kekafiran, Nabi bersabda:
مَنْ أَتَى كَاهِناً أَوْ عَرَّافاً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
“Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu ia membenarkannya, maka ia berarti telah kufur pada Al Qur’an yang telah diturunkan pada Muhammad.” (HR. Ahmad)
Hadits ini dijelaskan olehulama seperti Syaikh Salih Al Utsaimin dalam Syarah Riyadhussalihin bahwasanya pendatang dukun dapat menjadi kafir jika dia meyakini bahwa dukun itu juga mengetahui perkara ghaib layaknya Allah Ta’ala, dan ini tentunya menyelisihi Al Quran yang menyebutkan bahwa tidak ada yang mengetahui ghaib selain Allah Ta’ala.
Untuk itu, hendaklah seorang muslim untuk beriman, pasrah diri, dan bertawakkal kepada Allah Ta’ala semata, bukan dengan pergi ke dukun ketika ingin menjadi kaya sehingga melalukan pesugihan, atau bertanya kepada dukun jika kehilangan suatu barang atau ke dukun untuk berobat sekalipun. Namun tempuhlah jalan-jalan yang dibolehkan syariat seperti bekerja giat jika ingin kaya, berobat ke dokter jika sakit dan melapor kepada pihak berwenang jika kehilangan, sembari bertawakkal kepada Allah Ta’ala terkait hasil dari ikhitiyar tersebut.
Semoga Allah Ta’ala senantiasa menaungi kita dengan taufik dan hidayah-Nya dan menjaga kita dan keluarga dari kekufuran dan kesyirikan.
Oleh: Ustadz Muhammad Hadrami, B.Sh
Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: Hisbahtv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor