Baik kaum Adam maupun kaum Hawa sama-sama diwajibkan untuk menutup aurat, baik di hadapan lawan jenis maupun sesama jenis.
Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ، وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ، وَلاَ يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِي الثَّوْبِ الْوَا حِدِ، وَلاَ تُفْضِي الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةَ فِي الثَّوْبِ الْوَحِدِ.
“Janganlah seorang lelaki melihat aurat lelaki (lainnya), dan janganlah pula seorang wanita melihat aurat wanita (lainnya). Seorang pria tidak boleh bersama pria lain dalam satu kain, dan tidak boleh pula seorang wanita bersama wanita lainnya dalam satu kain.” [HR. Muslim]
Dan bagi lawan jenis bukan hanya menutup aurat kemudian selesai perkara, namun juga untuk tidak melakukan interaksi dengan lawan jenis non mahram tanpa ada keperluan yang dibenarkan oleh Syariat, karena itulah tujuan utamanya, demi menjaga kaum wanita yang notabene lebih lemah dibandingkan dengan kaum lelaki, apalagi jika mereka berniat berbuat jahat.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
أَلاَ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ باِمْرَأَةٍ إِلاَّكاَنَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ
“Ingatlah, bahwa tidaklah seorang laki-laki itu berkhalwat dengan seorang wanita kecuali yang ketiganya adalah setan.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan Al-Hakim)
Maka, berangkat dari pemaparan diatas, hendaklah seorang muslimah kembali bertafakur dan bertanya kepada hati nuraninya, apakah selama ini ia berhijab sudah berhijab atas dasar perintah Allah Ta’ala dan sebagaimana maunya Allah Ta’ala bukan mau dirinya sendiri? Maunya Allah Ta’ala dari perintah hijab atas kaum wanita adalah agar mereka terlindungi dari kejahatan kaum pria, bagaimana cara melindunginya? Yaitu dengan memakai hijab yang tugasnya menutup aurat sehingga tidak menarik perhatian dan pandangan lawan jenis, Allah Ta’ala berfirman:
يَٰٓـأَيـُّهَا ٱلنَّبِيُّ قـُل لـِّأَزۡوَٰجِكَ وَبَنـَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلۡـمُؤۡمِنِينَ يُدْنِينَ عَلـَيۡهـِنَّ مِن جَلَٰبـِيبـِهـِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنـَىٰٓ أَن يُعۡرَفۡنَ فـَلـَا يُؤذيۡنَ ۗ وَكـَانَ اللهُ غـَفـُورًا رَّحِيمًا (الأحزاب : ٥٩
Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan wanita-wanita (keluarga) orang-orang mukmin, agar mereka mengulurkan atas diri mereka (ke seluruh tubuh mereka) jilbab mereka. Hal itu menjadikan mereka lebih mudah dikenal (sebagai para wanita muslimah yang terhormat dan merdeka) sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah senantiasa Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(QS. al-Ahzab ayat: 59)
Jadi, jika hijab saudari malah menarik perhatian, seperti jika saudari berjalan di tempat umum kemudian kaum lelaki malah memandangi karena mode hijab atau pilihan warnanya yang menarik, apalagi jika saudari memajang postingan di sosial media kemudian malah mendapat pujian dari lawan jenis, maka ketahuilah dan sadarlah? Saudari hanya sedang berhijab secara zahir, belum menjalankan kewajiban berhijab secara batin, yaitu sesuai dengan maunya Allah Ta’ala.
Terakhir, sadarlah dalam melaksanakan suatu amal kebaikan, karena pahala suatu amal hanya akan didapatkan jika pelaku mengamalkannya karena ikhlas, bukan karena modis dan ketenaran. Mengapa? Karena apabila amalan yang seharusnya dilakukan untuk Allah Ta’ala semata kemudian diselewengkan niat dan tata caranya, maka ia hanya akan menjadi bumerang dunia akhirat, di dunia sudah letih diasingkan oleh publik karena dianggap radikal dan tidak berkemajuan karena berbusana budaya arab kata mereka, namun jerih payah amalan tersebut malah tidak diterima oleh Allah Ta’ala di akhirat, karena bukan diniatkan untuk menghidupkan sunnah Nabi dan menjalankan perintah Allah Ta’ala, namun hanya sebagai gaya hidup dan tuntutan zaman, wal ‘iyadzubillah.
Ditulis oleh:
Muhammad Hadrami, LC