Setelah menjalani Bulan Puasa yang penuh keberkahan dan pengampunan, Idul Fitri adalah moment terbahagia sepanjang tahun, terkhusus bagi kaum muslimin di Indonesia yang memiliki tradisi khusus seperti mudik, bermaaf-maafan dan halal bi halal, dan tradisi yang terakhir inilah yang akan kita ulas pada tulisan kali ini, Bismillah.
Halal Bi Halal meski terdengar menyerap kosakata arab nyatanya tidak berasal dari Arab sama sekali, melainkan sebuah tradisi yang dimiliki kita Orang Indonesia, sebuah tradisi setelah berhari raya, yaitu berkumpul di suatu lokasi, entah itu rumah atau restoran, yang dihadiri oleh keluarga atau teman dalam rangka menjalin hubungan silaturrahim atau mempererat ikatan pertemanan melalui moment Hari Raya yang bersahaja untuk diisi dengan saling bermaaf-maafan dan komitmen untuk memiliki hubungan antar sesama yang lebih baik kedepannya.
Sekilas setelah mendapatkan ulasan diatas tentu kita akan langsung menilai positif acara Halal Bi Halal, bagaimana tidak? Tentu karena menjalin silaturrahim dan mempererat hubungan antar sesama itu dianjurkan sekali oleh Islam sebagaimana yang kita ketahui bersama. Namun disebalik nilai positif ini, ada juga banyak pelanggaran syariat dalam pelaksanaan Halal Bi Halal ini yang dilakukan oleh mereka yang mengadakannya, baik itu secara sadar atau tidak, sehingga acara yang dinamakan Halal ini malah berisikan perkara yang HARAM. Apa saja pelanggaran syariat yang sering terjadi pada Halal Bi Halal? Berikut beberapa diantaranya:
1 Ikhtilat atau Campur Baur
Yang pertama inilah yang paling umum terjadi, campur baur di satu lokasi bahkan di satu meja antar lawan jenis yang bukan mahram, sehingga terjadilah interaksi yang melanggar rambu syariat, seperti saling berpandangan, bercanda-canda atau bahkan berlanjut hingga ke hubungan yang haram, Na’udzubillah min dzalik.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيْبُهُ مِنَ الزِّنَى، مُدْرِكُ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ، فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ، وَالْأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الْاِسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ، وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ أَوْ يُكَذِّبُهُ
“Ditetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina, akan diperoleh hal itu, tidak bisa terhindarkan. Kedua mata itu berzina dan zinanya dengan memandang (yang haram). Kedua telinga itu berzina dan zinanya dengan mendengarkan (yang haram). Lisan itu berzina dan zinanya dengan berbicara (yang diharamkan). Tangan itu berzina dan zinanya dengan memegang. Kaki itu berzina dan zinanya dengan melangkah (kepada apa yang diharamkan). Sementara hati itu berkeinginan dan berangan-angan, sedangkan kemaluan yang membenarkan semua itu atau mendustakannya.” (HR. Muslim no. 2657)
2 Bersalaman Dengan Lawan Jenis
Nah yang kedua ini juga banyak disepelekan oleh muda-mudi, kurangnya ilmu agama menjadi sebabnya ataupun sudah mengetahui hukumnya yang terlarang namun tak dihiraukan, padahal ancamannya begitu mengerikan, yaitu hadits:
عن مَعْقِل بن يَسَارِ رضي اللَّه عنه يَقُولُ : قال رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وسلم : لأَنْ يُطْعَنَ فِي رأْسِ أَحَدِ كُْم بِمِخْيَطِ مِنْ حَد ِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَ أَةً لا تَحِلُّ لَهُ
Dari Ma’qil bin Yasar Radhiyallahu ‘anhu ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sungguh jika seorang di antara kalian ditusuk kepalanya dengan jarum dan besi, itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya”. [HR ath-Thabrani, dihukumi shahih oleh al-Albani] [16]
Sebagian mungkin berkilah dari ancaman diatas dengan berkata: “ah itukan kalau dengan nafsu, kalau tidak yang boleh-boleh saja”, maka kita katakan, interaksi apa pula yang terjadi antara dua beda jenis non mahram jika tidak didasari oleh ketertarikan ataupun jika itu sekedar hubungan biasa tetap terlarangan karena didalam islam interaksi antar lawan jenis hanya dibatasi pada muamalah yang bersifat penting saja seperti jual beli, toh itupun tidak dengan berjabat tangan.
Jadi, akuilah kesalahan, bukan malah ngeyel sehingga malah menambah nilai dosanya, bukankah kamu merasa batal wudhumu jika tersentuh wanita baik itu sengaja atau tidak, apalagi dengan rasa, iya bukan?
3 Tampil Menarik Bagi Wanita
Nah ini godaan terberat bagi diri wanita, yaitu keinginan untuk tampil menarik didepan orang lain dan mendapatkan pujian dan pengakuan, padahal tidaklah boleh menampakkan auratnya kecuali didepan keluarga yang mahram nya, dan tidak boleh berpenampilan menarik dan menggoda kecuali didepan suaminya, dan mendatangi acara Halal Bi Halal dengan berhias jelas bernilai maksiat, bahkan Rasulullah sangat mengecam wanita model seperti ini dalam sabda beliau:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ
“Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka perempuan tersebut adalah seorang pelacur.” (HR. An Nasa’i no. 5129, Abu Daud no. 4173, Tirmidzi no. 2786 dan Ahmad 4: 414. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Sanad hadits ini hasan kata Al Hafizh Abu Thohir)
Jadi saudari muslimah, teguran apalagi yang paling rendah dari sebutan wania murahan? Maka jagalah dirimu, dan ketahuilah di mana dan kapan engkau boleh keluar rumah dan berhiasa.
4 Belum Membayar Hutang atau Menepati Janji
Nah yang terakhir ini yang tidak lucu ketika engkau memasang muka gembira dan bersalam-salaman dengan orang yang sedang menanti engkau kapan bayar hutang, jadi pastikan sebelum ikut acara Halal Bi Halal engkau sudah melunasi hutang atau janjimu, atau datang ke lokasi kemudian berilah kepastian kapan bayar, dan jika beruntung maka akan diikhlaskan pada moment bersahaja ini.
Karena perkara hutang ini tidak main-main, disebutkah di dalam sebuah hadits:
عن أَبِي هُرَيْرَةَ رضي اللَّه عنه أَنَّ رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وسلم قال : مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلِمَةٌ لأَخِيهِ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهَا؟ فَإِنَّهُ لَيْسَ ثَمَّ دِيْنَارٌ وَلا درهَمٌ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُؤخَذَ لأَخِيهِ مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ أَخِيهِ فَطُرِ حَتْ عَلَيْهِ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Barangsiapa melakukan kezhaliman kepada saudaranya, hendaklah meminta dihalalkan (dimaafkan) darinya ; karena di sana (akhirat) tidak ada lagi perhitungan dinar dan dirham, sebelum kebaikannya diberikan kepada saudaranya, dan jika ia tidak punya kebaikan lagi, maka keburukan saudaranya itu akan diambil dan diberikan kepadanya. [HR al-Bukhari no. 6169]
Terakhir sebagai arahan jika bingung apakah hadir atau tidak pada acara yang didalamnya terdapat kemungkaran padahal diundang dan hukum menjawab undangan itu dianjurkan, simak penjelasan berikut dari Syaikh Saleh Muhammad Saleh Al Munjid:
“ ألا يكون هناك منكر في مكان الدعوة ، فإن كان هناك منكر ، وهو يستطيع إزالته : وجب عليه الحضور لسببين : إجابة الدعوة ، وتغيير المنكر ، وإن كان لا يمكنه إزالته : حرم عليه الحضور “ .
“(Yaitu) tidak ada kemungkaran di tempat acara itu, namun apabila terdapat kemungkaran dan yang diundang merasa sanggung untuk menghilangkannya maka ia wajib menghadiri undangan tersebut karena dua sebab: diundang dan dalam rangka mengubah kemungkaran, namun jika ia tidak sanggup menghilangkannya haram baginya untuk datang”. (1)
Karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
«إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوْا مُنْكَرًا لَمْ يُغَيِّرُوهْ، يُوشِكُ أَنْ يَعُمَّهُمُ اللَّهُ بِعِقَابٍ»
“Sesungguhnya jika orang-orang melihat kemungkaran kemudian tidak mereka hentikan, maka ditakutkan Allah akan menghukum mereka sama rata”. (HR Ibnu Majah dan Ahmad).
Penulis: Muhammad Hadrami, LC.
Alumni Fakultas Syariah LIPIA JAKARTA.