Hal-hal Yang Wajib Ditinggalkan Oleh Orang yang Berpuasa

Berikut ini, saudaraku, beberapa perbuatan keji yang harus Anda ketahui untuk selanjutnya Anda jauhi agar tidak terjebak ke dalamnya, sebagaimana diungkapkan :

Aku mengetahui kejahatan bukan untuk berbuat jahat,

tapi untuk menghindarinya.

Orang yang tidak dapat membedakan kebaikan dan kejahatan,

Niscaya dia akan terjerumus ke dalamnya.”

1. Qauluz Zuur (perkataan dusta)

Dari Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya-, ia bercerita bahwa Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam– bersabda :

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, maka Allah tidak memiliki kepentingan (untuk membalas) perbuatan orang itu meninggalkan makanan dan minumannya (puasanya) (Diriwayatkan oleh al-Bukhari (IV/99)

2. Pembicaraan yang Tidak Bermanfaat dan Kata-kata Kotor

Dari Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya- berkata bahwa Rasulullah-shallallahu ‘alahi wasallam– bersada,

لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الْأَكْلِ وَالشَّرَابِ, إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ, فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهِلَ عَلَيْكَ فَقُلْ : إِنِّي صَائِمٌ

puasa itu bukan (hanya) menahan diri dari makan dan minum, tetapi puasa itu juga menahan diri dari kata-kata yang tidak bermanfaat dan kata-kata kotor. Oleh karena itu, jika ada orang yang mencacimu atau melakukan tindakan bodoh kepadamu, katakanlah kepadanya : “ Sesungguhnya aku sedang berpuasa. Sesungguhnya aku sedang berpuasa. (Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaemah (1996) dan al-Hakim (I/430-431), sanadnya shahih)

Oleh kerena itu, muncul ancaman keras dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam- bagi orang-orang yang melakukan keburukan-keburukan tersebut. Beliau sebagai orang yang jujur dan tidak berbicara berdasarkan hawa nafsu  bersabda :

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ اَلْجُوْعُ وَالْعَطَشُ

Berapa banyak orang yang berpuasa hanya mendapatkan rasa lapar dan dahaga

(Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (I/539) , ad-Darimi (II/211), Ahmad (II/441 dan 373) dan al-Baihaqi (IV/270) melalui beberapa jalur dari Sa’id al-Maqburi, dari Abu Hurairah, dan sanadnya shahih).

Hal itu disebabkan karena orang yang melakukannya tidak memahami hakikat puasa, yang telah diperintahkan oleh Allah kepada kita, sehingga Allah membalas hal tersebut dengan mengharamkannya dari pahala dan ganjaran (lihat, kitab al-lu’lu-u wal marjan Fiimattafaqa ‘alaihisy syaikhaan (707) dan kitab riyadhushshalihin (1215)

Karena itu, para ulama Salafushshaleh teleh membedakan antara larangan untuk makna yang dikhususkan pada ibadah sehingga tidak membatalkannya (silakan dirujuk kembali pada kitab Jami’ul ‘Ullum wal Hikam (hal. 58) karya Ibnu Rajab.

Wallahu a’lam

Sumber : Shifatu Shiyami an-Nabiy Fii Ramadhan, Syaikh Ali bin Hasan bin Ali al-Halabi.

Amar Abdullah bin Syakir

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *