Syaikhul Islam Al Anshari Al Harawi, pemilik matan Manazil As Saairin, berkata
Hal hal yang sangat lembut dalam rahasia pertaubatan ada tiga perkara: (1) Memperhatikan hal hal yang bersifat qadha dan pelanggaran (dosa) yang dengan memperhatikannya dapat diketahui apa yang menjadi maksud Allah ﷻ. Dalam kasus pelanggaran, ketika seorang hamba dibiarkan saja untuk melakukan pelanggaran itu maka Allah membiarkannya melakukan dosa untuk dua tujuan. Pertama, agar seorang hamba benar-benar sadar akan keagungan Allah yang tertuang dalam qadhanya, kebaikannya dalam menutupi aib hambanya, kemaha pemurahannya dalam membiarkan hambanya melakukan dosa, dan luasnya pengampunannya dalam menerima taubat dari hambanya itu. Kedua, Allah hendak menegakkan hujjah dan keadilannya, yang dengan hujjah itulah orang yang melanggar akan mendapat siksanya
Ketahuilah, apabila orang yang mempunyai mata hati melakukan suatu tindakan dosa atau kesalahan maka ia akan memandangnya dari empat perkara
Pertama, ia akan memperhatikan perintah dan larangan Allah. Dari perhatian yang ia lakukan ini, akan muncul pengakuan bahwa apa yang ia lakukan itu adalah salah dan berdosa sehingga timbul dalam dirinya suatu pengakuan akan dosanya itu.
Kedua, ia akan membandingkan dosa yang ia lakukan itu dengan janji dan ancaman Allah. Akibatnya muncul semacam perasaan takut dan khawatir yang akan mendorongnya bertaubat.
Ketiga, ia akan memandang pada karunia Allah yang tetap Dia berikan kepadanya meskipun ia melakukan dosa, membiarkannya tanpa mendapatkan azab, serta metakdirkan dosa yang ia lakukan pada dirinya. Akibat dari sudut pandang yang seperti ini, akan muncul sebuah kesadaran akan pengetahuan pada Dzat Allah; namanya, sifatnya, kebijakannya, kasihnya, ampunannya, kelembutannya, kepemurahannya, dan kelembutannya. Kemudian, kesadaran akan makrifat inilah yang akan menghantarkannya pada ubudiah melalui nama-namanya yang tidak dapat digapai sama sekali kecuali melalui berbagai rangkaian dan sebab-sebabnya. Dalam waktu yang bersamaan, ia juga sadar akan keterikatan dirinya dengan perintah dan balasan ; antara janji dan ancaman yang semuanya telah menjadi suatu ketentuan dan termanifestasikan dalam kehidupan nyata. Masing-masing sifat dan namanya itu mempunyai dampak yang tidak bisa dielakkan dan merupakan sebuah keterkaitan yang tidak bisa dinafikan. Tentunya, pengalaman seperti ini hanya terlihat dalam taman indah yang telah dihiasi oleh makrifat, keimanan, rahasia-rahasia takdir, dan hikmah, yang untuk menggambarkannya kata-kata ini terlalu sempit untuk menjelaskannya.
Keempat, sebagaimana disebutkan oleh Syaikhul Islam Al Anshari dalam matan: “agar seorang hamba benar-benar sadar akan keagungan Allah yang tertuang dalan qadhanya”. Maksudnya, Allah menetapkan segala sesuatu dengan kehendaknya, dan oleh karena kemaha sempurnaan dan keagungannya itu Dia mengatur hamba dan menentukan nasibnya. Dialah yang membolak-balik dan menggerakkan kehendak hambanya dengan sesukanya yang membuat seorang hamba terhalang dari hatinya.
Inilah hakikat dari kesempurnaan dan keagungan Allah. Sebab, siapa lagi yang berkuasa melakukan hal yang demikian, kalau bukan Allah.
Nah, disaat seorang hamba tahu benar akan keperkasaan Tuhannya, dan ia terus memperhatikan keperkasaannya dengan hatinya, kemudian di hatinya secara konstan dapat menyaksikan keperkasaannya, maka menyibukkan diri dengan musyahadahnya lebih utama dan lebih bermanfaat bagi dirinya karena ia telah bersama kehendak Allah, bukan lagi bersama diri atau nafsunya.
Kemudian, di antara hal hal yang menyampaikan pada makrifat akan keperkasaan Allah yang tertuang dalam qadhanya adalah:
(1) Pengakuan bahwa dirinya berada di genggaman Allah. Tidak ada yang menjaganya kecuali penjagaan dari Allah. Tidak ada yang memberinya taufik, kecuali taufik yang dicurahkan Allah.
(2) Kesaksian seorang hamba bahwa kesempurnaan, puja dan puji, tidak membutuhkan makhluk, Maha Perkasa, dan semua sifat kesempurnaan hanyalah milik Allah.
(3) Pengakuan seorang hamba terkait kebaikan yang selalu dicurahkan Allah yang telah menutupi dosanya ketika ia melakukan perbuatan dosa, padahal Dia adalah Tuhan Yang Maha sempurna dalam mengawasi sepak terjang hambanya. Andai Dia berkehendak, niscaya dicemarkanlah namanya di antara banyak orang hingga ia terusir dari kalangannya.
Disamping itu, dalam namanya ada di antaranya “Al Barr”(Maha Baik). Kebaikan yang Dia curahkan ini merupakan bentuk dari kemaha sempurnaannya atas ketidak butuhannya kepada hambanya. Dari sisi sang hamba, ini menunjukkan dirinya sangat butuh dan amat sangat miskin. Akibatnya, ia akan menyibukkan diri untuk memperhatikan karunia ini dan bermusyahadah terhadap kebaikannya dan kemurahannya.
(4) Menyaksikan karunianya yang tertuang dalam luasnya ampunan yang Dia berikan. Ini tidak lain karena ampunan itu adalah semata-mata karunia Allah. Andai kata Allah mengazabmu dengan menegakkan apa yang menjadi haknya, maka Dia Maha Adil lagi terpuji. Dan kalau Dia mengampunimu maka itu adalah karunianya, bukan karena engkau menuntutnya untuk mendapatkan ampunanmu itu. Maka, sebagai bentuk konsekwensinya akan tumbuh rasa syukur dan mahabbah (cinta) kepadanya, di samping rasa taubat, rasa gembira yang meluap-luap, serta makrifat kepadanya dengan asma “Al Ghaffar” (Maha Pengampun)” sekaligus membuktikan sifat ini yang kemudian diwujudkan dalam ibadah sesuai ketentuan yang terkandung dalam sifat ini. Jadi, setelah ia menyaksikan semua ini niscaya ubudiahnya semakin sempurna, serta mahabbah dan makrifatnya pun semakin meningkat.
Wallahu A’lam
Sumber:
At Taubatu Wal Inabah, Ibnu Qayyim Al Jauziyyah. Pentahqiq: Dr. Muhammad Umar Al Hajj (ei, hal.45-47)
Amar Abdullah bin Syakir
Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: HisbahTv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor
Yuk Donasi Paket Berbuka Puasa Bersama
Ramadhan 1442 H / 2021 M
TARGET 5000 PORSI
ANGGARAN 1 Porsi Rp 20.000
Salurkan Donasi Terbaik Anda Melalui
Bank Mandiri Syariah
Kode Bank 451
No Rek 711-330-720-4
A.N : Yayasan Al-Hisbah Bogor
Konfirmasi Transfer via Whatsapp : wa.me/6285798104136
Info Lebih Lanjut Klik Disini