Hakikat dan inti tauhid adalah agar manusia memandang bahwa semua perkara berasal dari Allah ‘azza wajalla, dan pandangan ini membuatnya tidak menoleh kepada selain-Nya. Seorang hamba melihat yang baik dan yang buruk, yang berguna dan yang berbahaya dan semisalnya semuanya berasal darinya. Seorang hamba menyembahNya dengan ibadah yang ikhlash hanya kepadaNya dan tidak menyembah kepada yang lainNya.
Seorang hamba hanya boleh bertawakkal kepada Allah subhanahu wa ta’ala semata, tidak memohon kepada makhluk serta tidak memperdulikan celaan mereka. Ia ridha kepada Allah, mencintaiNya dan tunduk kepada hukumNya.
Tauhid rububiyyah diakui manusia dengan naluri fithrahnya dan pemikirannya terhadap alam semesta. Tetapi sekedar mengakui saja tidaklah cukup untuk beriman kepada Allah dan selamat dari siksa. Sungguh iblis telah mengakuinya, juga orang-orang musyrik, namun tidak ada gunanya bagi mereka karena mereka tidak mengakui tauhid ibadah kepada Allah ta’ala semata. Siapa yang mengakui tauhid rububiyah saja, niscaya dia bukanlah seorang yang bertauhid dan bukan pula seorang muslim serta tidak dihormati/diharamkan darah dan hartanya sampai dia mengakui dan menjalankan tauhid uluhiyyah. Sehingga dia bersaksi bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya. Dan dia mengakui hanya Allah saja yang berhak disembah, bukan yang lainnya. Dan konsekuensinya adalah hanya beribadah kepada Allah saja, tidak ada sekutu bagiNya.
Sumber : Kartu Dakwah “Keutamaan Tauhid”, hal. 2, Yayasan Al-Hisbah Bogor.
(Amar Abdullah/hisbah.net)
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel Hisbah di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet, Google+ Hisbahnet