Hadits-hadits Tentang Puasa 2

Para pembaca yang budiman.

عن عبد بن عمر – رضي الله عنهما – قال: قال رسول الله r: “لا تصوموا حتى تروا الهلال ولا تفطروا حتى تروه. فإن غُمَّ عليكم فاقدروا له”، رواه البخاري ومسلم ، وفي رواية لهما “فإن غُمّ عليكم فأكملوا العدة ثلاثين”.

Dari Abdun bin Amr-semoga Alloh meridhoi keduanya-, ia berkata, Rosululloh shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda, janganlah kalian berpuasa sebelum kalian melihat hilal, dan jangan pula kalian berbuka sebelum kalian melihatnya. Maka jika terhalang(tidak bisa melihatnya) karena terdapat awan maka maka perkirakanlah(HR. al-Bukhori, 4/119, Muslim, no.1080)  dan dalam riwayat keduanya,

فإن غُمّ عليكم فأكملوا العدة ثلاثين

Jika terhalang, maka sempurnakanlah bilangan (bulan sya’ban) 30 hari.

Hadis ini merupakan dalil wajibnya puasa romadhan bila telah valid terlihat bulannya secara syar’i, dan bahwasanya wajib (hukumnya) menyempurnakan (bilangan) bulan sya’ban 30 hari bila mendung atau sejenisnya menghalangi terlihatnya bulan Romadhan. Juga menunjukkan wajibnya menyempurnakan (bilangan) bulan romadhan 30 hari bila mendung atau sejenisnya menghalangi terlihatnya bulan syawwal, karena pada asalnya tetapnya bulan. Maka, tidaklah dihukumi keluarnya kecuali dengan yakin. Bila seseorang yang dipercaya persaksiannya dalam hal masuknya bulan atau keluarnya, maka hukum ditetapkan.

Dan makna sabda beliau, فإن غُّمَّ عليكم ( yakni :  ستر الهلال وغطِّي بغيم أو نحوه, hilal tertutup oleh awan dan semisalnya)

Sabada beliau, فاقْدُرُوا له , dengan huruf Daal didhommah atau dikasroh, yakni : أبلغوه قدره , yaitu : sempurna ( bilangannya ) 30 hari.

Makna ini diperkuat dengan riwayat di dalam shohihain, فإن غُمَّ عليكم فأكملوا العدة ثلاثين“.

Jika terhalang, maka sempurnakanlah bilangan (bulan sya’ban) 30 hari.

Dan hari ke-30 dari bulan sya’ban tidak dilakukan puasa padanya bila hilal tertup oleh awan atau semisalnya. Karena malam tersebut termasuk ke dalam bulan sya’ban pada asalnya. Maka, tidak termasuk dalam bulan romadhan kecuali ditetapkan secara yakin ( bahwa malam tersebut adalah bulan Romadhan). Dan berdasrkan perkataan Ammar bin Yasir –semoga Alloh meridhoinya-,

“من صام اليوم الذي يُشَكُّ فيه فقد عصى أبا القاسم “.

Barangsiapa puasa pada hari yang diragukan padanya, sungguh ia telah bermaksiat/menentang Abu al-Qoshim-shalallohu ‘alaihi waslalam (Imam al-Bukhori menyebutkan hadis ini secara mu’allaq, 3/119, Abu Dawud, 6/457 dan at Tirmidzi, 3/365 menyebutkannya secara bersambung . imam at Tirmidzi berkata, hadis hasan shohih. Hadis ini juga diriwayatkan oleh an Nasai dan ibnu Majah dan yang lainnya. Al-Hafizh ibnu Hajar mengatakan di dalam Taghliiqi at Ta’liiq, 3/141, ini hadis shohih. Beliau menyebutkan beberapa syahid dan mutaba’at. Ad Daruquthni di dalam sunannya(2/157) mengatakan,  ini isnadnya shohih, dan para perowinya semunya terpercaya)

Pendapat ahli falq tentang masuknya bulan(ramadhan) ataupun tenang keluarnya tidak dibisa dijadikan landasan, karena nabi shallallohu ‘alaihi wasallam menggantungkan hokum dengan rukyah (melihat hilal/bulan baru) tidak kepada hisab. Metode rukyah dapat dilakukan baik oleh orang tertentu maupun orang awam, orang bodoh maupun orang yang berilmu. Dan ini termasuk kemudahan dalam syariat. Segala puji bagi Alloh.

Hadis ini juga menunjukkan bahwa puasa atau berbuka tidak wajib bagi orang yang keberadaannya jauh dari tempat terlihatnya bulan bila berbeda matla’nya ; karena syariat menggantungkan hokum kepada rukyah. Dan disini hilal tidak terlihat baik secara hakikat/sebenarnya maupun secara hokum. Meskipun hadis mengajak bicara seluruh ummat. Maka, puasa dan berbuka dilakukan tatkala adanya sebab yaitu terlihatnya hilal. Maka, bagi kalangan yang melihat hilal, wajib baginya berpuasa atau berbuka karena adanya sebabnya. Dan bagi orang yang tidak terjadi panya terlihat bulan maka tidak ada kewajiban bagi mereka untuk berpuasa atau berbuka karena tidak adanya sebabnya, seperti halnya dengan waktu-waktu sholah. Wallohu a’lam

Dan bulan sya’ban harus diperhatikan hingga malam ketiga puluh dapat diketahui yang mana pada malam tersebut hilal romadhan dicari. Disamping itu, agar bisa digenapkan bulan tersebut bila bulan baru ( Romadhan) tidak bisa terlihat, berdasarkan hadis Abu Huroiroh –semoga Alloh meridhoinya-, ia berkata, Rosulullohu shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda,

“أحصوا هلال شعبان لرمضان . . . الحديث”.

Perhitungkanlah ( bilangan ) bulan sya’ban untuk (menentukan masuknya) bulan Romadhan … al-Hadits(HR. at Tirmidzi, 3/368 Tuhfatul Ahwadzi, al-Hakim,1/425, al-Baihaqi, 4/206, al Baghowi di dalam Syarhu Sunnah, 6/239, ad Daruquthniy, 2/163, dan sebagian lainnya meriwayatkan hadis secara ringkas seperti ini. Dan sebagian lainnya meriwayatkannya dengan redaksi yang lebih sempurna. Sanad  hadis ini hasan sebagaimana disebutkan dalam ash Shohihah, no. 565. )

Yakni : bersungguh-sungguhlah dalam menghitungnya secara tepat,dengan cara mencarinya dan mengamati peredarannya, agar kalian memiliki landasan ilmu dalam mengetahui masuknya bulan Romadhan, sehingga tak terlewatkan sedikitpun darinya.( Tuhfatul Ahwadzi, 3/368 )

Apabila ada bukti telah masuknya bulan romadhan setelah terbitnya fajar atau di tengah siang hari berupa terlihatnya hilal malam sebelumnya, maka wajib hukumnya orang-orang menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa untuk sisa waktu pada hari tersebut, akan tetapi hari tersebut termasuk romdhan. Hal ini berdasarkan hadis Salamah bin Akwa’ –semoga Alloh meridhoinya-, ia berkata,

“أمر النبي r رجلاً من أسلم أن أذّن في الناس أن من أكل فليصم بقية يومه، ومن لم يكن أكل فليصم، فإن اليوم يوم عاشوراء”

Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam memerintahkan seseorang dari Aslam agar ia mengumumkan kepada khalayak bahwa barangsiapa yang telah mengonsumsi makanan, hendaklah ia berpuasa untuk sisa waktu  pada hari tersebut, dan barangsiap yang belum mengonsumi makanan maka hendaklah ia berpuasa, karena hari ini adalah hari ‘asyuro(HR. al-Bukhori, 4/245, Muslim, no.1132 )

Dan, wajib diqodho puasa hari tersebut – yang Nampak- dari pendapat para ulama. Karena, hal itu sebagai kehati-hatian lepasnya diri dari kewajiban sesuatu perkara yang wajib lagi agung ini.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah –semoga Alloh merahmatinya- wajib menahan diri dan tidka wajib mengqodhonya (Silakan lihat : Majmu’ al-fatawa, 25 )

Syaikhul Islam ibnu Taimiyah –semoga Alloh merahmatinya- berkata, ia wajib menahan diri namun tidak wajib mengganti puasa (  Silakan lihat : Majmu’ al-Fatawa(25/109), Zaadul Ma’ad,2/74, dan al-Mukhtaroot al-Jaliyyah, hal. 60, karya : Ibnu Sa’diy. ) pendapat ini diikuti oleh muridnya ibnu Qoyyim, semoga Alloh merahmatinya ; karena hokum itu tidak diharuskan kecuali dengan sampainya hukum tersebut kepada orang yang terkena pembebanan hukum. Syariat menjadikan hukum orang yang tersalah dan orang yang lupa satu yaitu sahnya puasanya, dan niat di malam hari bukan merupakan syarat (syah tidaknya puasa) baginya karena ia tidak mampu. Dan, diantara kaidah syariat dan usulnya adalah bahwa kemampuan menjadi patokan dalam pembebanan suatu kewajiban. Alloh ta’ala berfirman,

{لا يكلف الله نفساً إلا وسعها}

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya(Qs.al-Baqoroh:286)

Dan bila seseorang puasa di suatu negeri dan puasa sisanya di negeri lainnya sementara negeri yang ia singgah orang-orang masih berpuasa, maka orang tersebut tidak berbuka kecuali dengan bukanya mereka meskipun puasanya lebih dari 30 hari, berdasarkan sabda beliau shallallohu ‘alaihi wasallam,

“الصوم يوم تصومون، والفطر يوم تفطرون، والأضحى يوم تضحُّون”

Puasa adalah pada hari kelian berpuasa, dan ifthor(tidak berpuasa) adalah pada hari kalian ifthor, dan iedul adha adalah pada hari kelian berhari raya iedul adha (HR. at Tirmidzi, 3/382, bersumber dari Abu Huroiroh –semoga Alloh meridhoinya, dan isnadnya hasan, silakan lihat : irwaul gholil, karya : al-Albaniy, no.905)

Imam at Tirmidzi –semoga Alloh merahmatinya- sebagian kalangan ahli hadis menafsirkan hadis, seraya mengatakan, makna hadis ini adalah bahwa puasa dan tidak puasa itu besama jama’ah dan kebanyakan orang. Selesai perkataan beliau.

Akan tetapi bila ia berpuasa sebanyak 28 hari karena daerah yang ia kunjungi(orang-orang yang berpuasa di daerah tersebut) telah mengakhiri puasanya, maka ia mengakhiri puasa bersama mereka kemudian ( pada hari lainnya) ia berpuasa sehari karena bulan itu tidak kurang dari 29 hari (silakan lihat : Roudhotuththolibin,2/349, dan syarh al-Muhadzdzab, 6/274, dan Fatawa Islamiyyah, 2/133)

Ya Alloh munculkanlah bulan kepada kami dengan penuh keamanan dan keimanan, penuh keselamatan dan kesejahteraan, bantulah kami untuk (dapat mengisinya) dengan kebaikan wahai dzat yang bila dimintai pertolongan niscaya menolong. Ampunilah kami dan kedua orang tua kami serta seluruh kaum muslin dengan rahmatmu wahai dzat yang Maha penyayang di antara yang penyayang. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada nabi kita Muhammad beserta keluarga dan para pengikutnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *