Fatalnya Amar Makruf Nahi Munkar Jika Ditegakkan Tanpa Ilmu
مفاسد إقامة شعيرة الاحتساب بلا علم
Amar Makruf Nahi Munkar adalah syiar Islam yang agung, karena dengannya syariat Islam akan tegak dikerjakan oleh kaum muslimin, dan kekufuran serta kemaksiatan akan dijauhi kaum muslimin, selama masih ada orang-orang yang menegakkan Amar Makruf Nahi Munkar.
Maka dari itu, Allah Ta’ala memuji Umat Muhammad sebagai umat terbaik, dalam firman-Nya:
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ ۗ وَلَوْ ءَامَنَ أَهْلُ ٱلْكِتَٰبِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُم ۚ مِّنْهُمُ ٱلْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ ٱلْفَٰسِقُونَ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”. (QS Ali Imran:110)
Namun, harus ada ilmu sebelum perkataan dan perbuatan. Begitu juga dalam Amar Makruf Nahi Munkar. Meski seseorang berangkat menyebarkan kebaikan dan membarantas keburukan dengan semangatnya, namun jika tidak dibarengi dengan ilmu, ditakutkan darinya malah mewajibkan apa yang tidak wajib atas dasar kemakrufan, dan melarang apa yang boleh atas nama kemungkaran, sehingga menyebabkan kegaduhan dan permasalah besar di tengah lapangan dakwah.
Simak tuturan Imam berikut:
قال الخرشي في شرح المختصر: الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر من فروض الكفاية بشروط: أن يكون الآمر عالمًا بالمعروف والمنكر؛ لئلا ينهى عن معروف يعتقد أنه منكر، أو يأمر بمنكر يعتقد أنه معروف، وأن يأمن أن يؤدي إنكاره إلى منكر أكبر منه.
Berkata Al Kharasyi:
“Hukum Amar Makruf Nahi Munkar adalah Fardhu Kifayah, dan ia disyaratkan: Hendaknya orang yang menyeru itu mengetahui mana yang Makruf dan mana yang Munkar; agar jangan sampai ia melarang dari yang makruf karena mengiranya adalah kemungkaran. Atau menyeru kepada yang munkar karena mengiranya makruf. Atau pengingkarannya terhadap suatu kemungkaran malah justru menimbulkan kemungkaran yang lebih besar lagi”. (Syarah Al Mukhtasar)
Ini penting untuk dipahami. Harus mengerti, mana yang wajib mana yang tidak. Mana yang haram, makruh, dan boleh. Karena masing-masing ada hukumnya tersendiri.
Sehingga jangan sampai memaksakan kehendak memerintahkan orang lain kepada sesuatu padahal perkara tersebut terdapat padanya pilihan, bukan kewajiban. Atau melarang seseorang dari melakukan sesuatu, padahal permasalahan tersebut terdapat perbedaah di kalangan Ulama.
Maka, kita kembalikan ke defenisi Makruf dan Munkar, yaitu:
قال السفاريني في شرح منظومة الآداب: الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر في ترك الواجب وفعل المحرم واجب، وفي ترك المندوب وفعل المكروه مندوب.
Berkata Assafarini dalam Syarah Mandzhumah Adab:
“Amar Makruf Nahi Munkar wajib dalam hal yang meninggalkan kewajiban atau melakukan keharaman. Dan dia sunnah hukumnya pada hal yang meninggalkan perkara sunnah atau melakukan hal yang makruh”.
Maka, dalam penegakkan kita terhadap syiar Amar Makruf Nahi Munkar, harus berilmu tentang perkara yang terjadi di depan kita. Mana yang wajib diingkari mana yang tidak. Agar tidak menimbulkan masalah baru jika ternyata kita mengingkari apa yang tidak haram, atau memaksa orang melakukan apa yang tidak wajib.
Wallahu A’lam
Muhammad Hadrami, LCM