Syirik atau menyekutukan Allah Ta’ala adalah dosa dan kezaliman yang paling besar, kerena menempatkan sesuatu tidak pada posisinya, yaitu mempersembahkan peribadatan yang seharusnya hanya kepada Allah Ta’ala semata, namun seorang musyrik mempersembahkannya kepada selain-Nya dari makhluk ciptaan-Nya.
Syirik terbagi menjadi dua, syirik besar dan kecil, namun sekecil-kecilnya kesyirikan ia termasuk kedalam klasifikasi dosa-dosa besar.
Pada kesempatan kali ini kami akan paparkan beberapa bentuk dari jenis syirik akbar.
1. Syirik Ketika Berdoa atau Meminta
Allah Ta’ala berfirman:
فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ
“Maka apabila mereka naik kapal mereka mendoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah)”.(QS Al Ankabut: 65)
Pada ayat diatas, Allah Ta’ala menyatakan bahwa termasuk tindakan kesyirikan jika doa dan pinta seorang hamba ditujukan kepada selain Allah Ta’ala, seperti berhala, dewa, jin atau apapun itu dengan keyakinan sosok tersebut dapat mengabulkan permintaannya. seperti keadaan kaum musyrikin yang digambarkan pada ayat tersebut, yaitu mereka meminta kepada Allah Ta’ala hanya ketika keadaan genting dan terjepit saja, namun dalam keadaan normal dan lapang, mereka tujukan harapan doa mereka kepada selain Allah Ta’ala.
2. Syirik Niat dan Tujuan
Allah Ta’ala berfirman:
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ.
أُولَٰئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ ۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ.
“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.
(QS Hud: 15-16)
Bentuk kesyirikan ini sering terjadi pada orang-orang yang riya’, sum’ah dan ujub terhadap dirinya karena dimatanya ia telah mengerjakan amalan-amalan baik, padahal dia sedang membohongi dirinya sendiri, karena amalan-amalan tersebut dilakukannya tidak ikhlas, alias bukan untuk semata-mata dipersembahkan kepada Allah Ta’ala, namun karena maksud dan tujuan lain dari perkara duniawi, entah itu untuk tujuan popularitas atau tujuan komersial. Maka jika seseorang melakukan suatu amalan bukan dengan niat ibadah namun dengan mengharapkan ganjaran dari selain Allah Ta’ala, maka ia telah terjatuh kepada lubang kesyirikan.
3. Syirik Karena Memberikan Kepatuhan Mutlak Kepada Selain Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman:
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَٰهًا وَاحِدًا ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS At Taubah: 31)
Bentuk ketiga ini adalah perilaku ekstrim sebagian orang dalam bermuamalah dengan tokoh-tokoh mereka, sehingga mereka mengkultuskan tokoh-tokoh tersebut, entah itu dari kalangan penguasa, filsuf, bahkan ulama sekalipun, yakni saa menjadikan perkataan-perkataan mereka seakan titah yang tidak boleh dilanggar, harus dipatuhi tanpa tanda tanya dan koreksi, maka perbuatan ini ibarat menuhankan mereka, dan sesungguhnya hanya Allah Ta’ala lah yang tidak boleh dilanggar aturannya, bukan siapapun dari makhluknya kecuali Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, karena sejatinya perintah beliau berdasarkan perintah Allah Ta’ala.
4. Syirik Karena Berlebihan Dalam Mencintai
Allah Ta’ala berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ ۗ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (QS Al Baqarah: 165)
Yaitu memberikan mutlak kecintaan kepada selain Allah Ta’ala juga, sehingga ia menuruti segala permintaan sosok yang ia cintai tersebut layaknya ia menuruti segala aturan tuhan. Maka tidak boleh seorang muslim sampai meninggalkan perintah Allah Ta’ala atau melanggar larangan-Nya karena takut kehilangan cinta dari sesama makhluk.
Rujukan: Kitab Al Wajibat karya Syaikh Muhammad Al Qar’awi Rahimahullah.