Durhaka kepada Orang Tua

(Serial Dosa yang Diremehkan Wanita 83)

Salah satu bentuk kabair (dosa besar) yang sering terjadi pada sebagian wanita adalah durhaka kepada orang tua, menganiaya keduanya, menyia-nyiakan hak-hak keduanya dan menyusahkan keduanya.

Dari Abu Bakrah diriwayatkan bahwa ia berkata, Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ ثَلاَثًا قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ الإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ

“Maukah aku tunjukkan kepada kelian tentang dosa besar yang paling besar ? Kami menjawab “Tentu, ya Rasulullah.” Beliau –shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “Syirk kepada Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.”

Ketika itu beliau sedang bersandar, kemudian duduk seraya bersabda,

أَلاَ وَقَوْلُ الزُّورِ وَشَهَادَةُ الزُّورِ

‘Juga ucapan dusta dan saksi palsu.” (Shahih al-Bukhari)

Di antara hal yang amat disayangkan adalah kita melihat ada sebagian saudari-saudari kita yang baik hatinya, baik pergaulannya, ramah, dan toleran kepada teman-teman putrinya. Namun terhadap ibunya, dia justru berlaku kasar lagi bengis, keras hati, sedikit rasa hormatnya, dan tidak serius dalam menunaikan hak-haknya. Dia keraskan suaranya melebihi suara ibunya. Dia begitu perhitungan terhadap ibunya (dalam masalah harta) sebagaimana memperlakukan anak kecil saja. Dia tentang perintah ibunya, berlaku sewenang-wenang kepadanya dan meremehkan hak-haknya. Dia tidak tahu, padahal ibunyalah manusia yang paling berjasa yang menjadi penyebab dirinya ada di muka bumi ini-setelah Allah azza wa jalla-.

Dari Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya- diriwayatkan bahwa ia berkata, “Seseorang pernah berkata, ‘Wahai Rasulullah ! Siapakah manusia yang paling berhak aku pergauli dengan baik ? Maka beliau bersabda,

أُمُّكَ ثُمَّ أُمُّكَ ثُمَّ أُمُّكَ ثُمَّ أَبُوكَ ثُمَّ أَدْنَاكَ أَدْنَاكَ

Ibumu, kemudian ibumu, kemudian ibumu, kemudian bapakmu. Setelah itu, kerabatmu yang paling dekat dan seterusnya (Shahih Muslim)

Celakalah orang yang masih berjumpa dengan kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya, namun bakti dan perbuatan baiknya kepada keduanya tidak menjadikannya mendapat rahmat Allah dan dimasukkan ke dalam jannah (Surga).

Dari Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya- diriwayatkan bahwa Nabi-shallallahu ‘alaihi wasallam-bersabda, “Celakalah, kemudian celakalah, kemudian celakalah.” Seseorang bertanya,”Siapakah (orangnya), ya Rasulullah ?” Beliau bersabda,

مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا ثُمَّ لَمْ يَدْخُلِ الْجَنَّةَ

Siapa saja yang mendapati kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya sudah lanjut usia, namun tidak menyebabkannya masuk ke dalam Surga (Shahih Muslim)

Duhai, di manakah gerangan orang yang mau mengikat keridhaan Allah dengan keridhaan kedua orang tuannya, dan menggabungkan kebencian dan kemurkaan-Nya dengan kemurkaan kedua ?

Dari Ibnu Umar-semoga Allah meridhainya- diriwayatkan bahwa ia berkata, Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

رِضَى الرَّبِّ فِي رِضَى الوَالِدِ ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ

Keridhaan Allah itu ada dalam keridhaan orang tua, dan kemurkaan Allah itu ada pada kemurkaan orang tua (HR. at-Tirmidzi)

Wallahu A’lam

Sumber :

Mukhalafat Nisa-iyyah, 100 Mukhalafah Taqa’u Fiahaa Katsiir Min an-Nisa, Abdul Lathif bin Hajis al-Ghamidi, (ei, hal. 201-202 )

Amar Abdullah bin Syakir

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *