DOSA KOK DIBANGGAKAN?!?

Setelah membaca judul diatas, kesimpulan pertama yang akan melintas adalah siapa yang sama sekali tidak berdosa? Ya! Betul sekali, siapa yang sama sekali tidak berdosa, tidak ada! jelas tidak ada yang ma’shum setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Seluruh  Bani Adam pasti berbuat salah dan dosa, dan tak ada satupun yang dapat menghitung kesalahannya.Pada kesempatan kali ini, kita tidak akan memfokuskan pembahasan kita tentang mengapa bisa berbuat dosa, akan tetapi point kita adalah MENGAPA BERBANGGA DENGAN DOSA?

Pada dasarnya setiap dosa akan diampuni jika dibarengi dengan taubat, sebagaimana Nabi bersabda:

التائب من الذنب كما لا ذنب له

Seorang yang telah bertaubat dari suatu dosa maka bagaikan ia tidak berdosa sama sekali” (1)

Maka salah satu rahmat Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya ialah mengampuni mereka yang berbuat dosa, dengan syarat ia tidak membeberkan dosanya sendiri kepada orang lain, mempublikasikannya dan ia berbangga bahwa ia telah melakukan perbuatan tersebut, hal ini disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ ، وَإِنَّ مِنْ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلًا ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ فَيَقُولَ : يَا فُلَانُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا، وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ،  وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ

Seluruh umatku diampuni kecuali al-mujaahirun (orang yang melakukan al-mujaaharah). Dan termasuk bentuk al-mujaaharah adalah seseorang berbuat dosa pada malam hari, kemudian di pagi hari Allah telah menutupi dosanya namun dia berkata: “Wahai fulan semalam aku telah melakukan dosa ini dan itu.” Allah telah menutupi dosanya di malam hari, akan tetapi di pagi hari dia membuka kembali dosa yang telah ditutup oleh Allah tersebut.” (2)

Inilah fenomena yang semakin hari semakin sering kita dapati, ya kita memang sepakat bahwa siapapun pasti pernah berbuat kesalahan dan dosa, namun jika bermaksiat dengan terang-terangan, menceritakan dan mempublikasikannya dengan bangga dimedia sosial, jelas itu merupakan satu tindakan baru yang pembahasannya beda, bukan lagi sesiapapun bisa berdosa akan tetapi mengapa bisa sampai berbangga diri dengan dosa tersebut, ada yang salah disini, baik itu secara psikis, karena manusia normal justru malu jika kesalahannya diketahui orang lain, kemudian tindakan “mujaaharah” atau berterang-terangan dan berbangga dengan dosa ini memberikan makna bahwa si pelaku belum benar-benar tertancap iman dihatinya, mengapa? Karena iman yang jujur akan menimbulkan rasa “muraaqabah” atau rasa terus diawasi oleh Allah Ta’ala, dan tentu akan ada malaikat yang selalu mencatat segala tindak tanduknya, kemudian tindakan berbangga dengan dosa ini juga menunjukkan bahwa si pelaku kurang mengenal tuhannya, Allah Ta’ala, yang salah satu namanya adalah As Sittir (Yang Maha Menutupi) yaitu menutupi dosa seorang hamba dan mengampuninya, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

اجتنبوا هذه القاذورات التي نهى الله تعالى عنها فمن ألم بشيء منها فليستتر بستر الله و ليتب إلى الله فإنه من يبد لنا صفحته نقم عليه كتاب الله

  “Jauhilah perkara-perkara keji (maksiat) yang telah dilarang oleh Allah, maka barangsiapa yang telah melakukannya, hendaklah dia menyembunyikannya dengan tutupan (yang diberikan) Allah dan bertaubat kepada Allah Ta’ala. Maka barangsiapa  menampakkan perkara keji (yang dilakukannya) kepada kami, kami akan menjatuhkan hukuman yang telah diperintahkan oleh Allah ‘Azzawa Jalla.”  (3)

 

Untuk itu, mari kita perbaiki media sosial kita menjadi sarana berbagi kebaikan, bukan menjadi sumber malapetaka bagi akhirat, berapa banyak dosa yang terluput dari kita untuk meminta ampun kepadanya, maka sebagai insan yang berfikir, tentu kita tidak ingin semakin terhalang dari ampunan sebab mujaharah/ berbangga dengan dosa ini.

(1 ) روى ابن ماجة (4250) والطبراني في ” المعجم الكبير ” (10281) وأبو نعيم في ” حلية الأولياء ” (4/210) والبيهقي في ” السنن ” (20561) من طريق أبي عبيدة بن عبد الله بن مسعود عن أبيه, قال الحافظ في الفتح (13/471) : ” سنده حسن “

( 2 ) أخرجه البخاري 8/24(6069) و\”مسلم\” 8/224

( 3 ) رواه الحاكم والبيهقي , تحقيق الألباني ( صحيح ) انظر حديث رقم : 149 في صحيح الجامع

Artikel : www.hisbah.net

Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet,

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *