Dialog Antara Seorang Artis dan Ukhti Muslimah

Seorang artis terkenal, mengadakan lawatan di salah satu negara teluk, untuk memeriahkan sebuah pesta malam kolosal di negara tersebut. Bersama grupnya, ia akan menggelar konser spektakuler.

Salah seorang wanita shalihah menghubungi artis tersebut via telepon. Ia akan melaksanakan tugas amar ma’ruf nahi munkar. Segera ia mencari nomor telepon kamar di hotel tempat artis itu menginap. Setelah menemukannya, ia segera menghubungi. Selanjutnya terjadilah dialog seperti di bawah ini:

Ukhti: “kami ucapkan selamat atas kedatangan anda di negeri kami. Kami senang sekali atas kehadiran anda disini. Kami ingin mengajukan beberapa pertanyaan kepada anda, saya harap anda sudi menjawabnya.”

Artis: ” Dengan segala senang hati, silahkan anda bertanya!”

Ukhti: “Jika anda memiliki barang yang berharga, dimana anda akan meletakkannya?”

Artis:”Di tempat yang khusus, aku akan menguncinya sehingga tidak seorangpun bisa mengambil.”

Ukhti:”Jika sesuatu itu barang yang amat berharga sekali, di mana anda akan menyembunyikannya?”

Artis:”Di tempat yang sangat khusus, sehingga tak ada satu tangan pun bisa menyentuhnya.”

Ukhti: “Apakah sesuatu yang paling berharga yang dimiliki oleh seorang wanita?”

Artis : “(Lama tidak ada jawaban)

Ukhti: Bukankah kesucian dirinya sesuatu yang paling berharga yang ia miliki?”

Artis : “Benar….Benar, sesuatu yang paling berharga dari milik wanita adalah kesuciannya.”

Ukhti: ‘Apakah sesuatu yang amat berharga itu boleh dipertontonkan di muka umum?”

Dari sini artis itu mengetahui kemana arah pembicaraanselanjutnya. Ia tercenung beberapa saat, lalu berteriak riang, seakan suara itu dari lubuk fithrahnya. Ia tersadarkan.

Artis: “Ini sungguh ucapan yang pertama kali kudengar selama hidupku. Saya harus bertemu anda, sekarang juga! Saya ingin lebih banyak mendengarkan petuah-petuah anda”.

Wahai ukhti, jika engkau menampakkan auratmu dan bersolek demi suamimu atau di depan sesama kaummu maka hal itu tidak mengapa selama tidakkeluar dari rumah. Jika antar sesama wanita, maka hendaknya engkau tidakmenampakkan aurat yang tidak boleh dilihat sesama wanita, yakni antara pusar dengan lutut.

Sumber :

Dinukil dari, “ Ilaa Ukhtii Ghair al-Muhajjabah, Ma al-Maani’ Min al-Hijab ? , Abdul Hamid al-Bilali (e.i, hal.65-66)

Amar Abdullah bin Syakir

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *