Nama beliau adalah Nuh bin Lamik bin Mutawasylikh bin Khanukh (Idris ‘alaihis salam). Beliau adalah Rasul pertama yang diutus oleh Allah subhanahu wata’ala di muka bumi ketika mulai munculnya kesyirikan dan penyembahan terhadap berhala-berhala.
Allah subhanahu wata’ala menyebutkan kisah Nabi Nuh ‘alaihis salam dengan kaumnya dibanyak tempat didalam Al-Qur’an, bahkan nama ‘Nuh’ menjadi salah satu nama surat di dalam Al-Qur’an yang semua isi surat tersebut adalah kisah beliau dengan kaumnya.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas beliau berkata, “Antara Adam ‘alaihis salam dengan Nuh ‘alaihis salam jarak waktu sepuluh abad, selama itu seluruh manusia menyembah Allah.”
Ulama berbeda pendapat tentang makna abad disini, sebagian mereka mengatakan bahwa yang dimaksud adalah seratus tahun, sebagian yang lain mengatakan generasi. Setelah sepuluh abad mulailah muncul kesyirikan dan penyembahan kepada berhala-berhala.
Allah ta’ala berfirman:
وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا
“Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwwa’, Yaghuts, Ya´uq dan Nasr.” (QS. Nuh: 23)
Ibnu Abbas berkata dalam menafsirkan ayat ini, “Ini adalah nama-nama orang-orang shaleh dari kaum Nabi Nuh alaihis salam, setelah mereka meninggal, setan membisikkan kepada kaum Nuh agar mereka membuat patung ditempat yang biasa mereka duduki, kemudian patung-patung tersebut diberi nama dengan nama-nama mereka. Akhirnya merekapun melaksakannya, namun patung-patung tersebut belum disembah, setelah generasi mereka wafat, dan datang generasi berikutnya dan ilmu telah hilang, maka patung-patung tersebut disembah.”
Pada awalnya, tujuan mereka membuat patung orang-orang shaleh tesebut adalah agar mengingatkan mereka kepada ibadah para pendahulu mereka, sehingga dapat menjadi motivasi bagi mereka untuk lebih giat beribadah, setelah mereka meninggal dan digantikan oleh generasi berikutnya, berhala tersebut mulai diagungkan namun belum sampai disembah, setelah beberapa generasi berganti dan tiap generasi mengagungkan patung-patung tersebut melebihi generasi sebelumnya, akhirnya patung-patung itu disembah, dan terjadilah kesyirikan kepada Allah yang pertama kali di muka bumi.
Ketika penyembahan terhadap berhala merajalela dimana-mana, Allah mengutus Rasul pertamanya Nabi Nuh ‘alaihis salam untuk mengajak kaumnya meninggalkan penyembahan berhala dan menyembah Allah satu-satunya.
Nabi Nuh mulai berdakwah kepada kaumnya, Allah ta’ala berfirman:
قَالَ يَاقَوْمِ إِنِّي لَكُمْ نَذِيرٌ مُبِينٌ﴿٢﴾أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاتَّقُوهُ وَأَطِيعُونِ﴿٣﴾يَغْفِرْ لَكُمْ مِنْ ذُنُوبِكُمْ وَيُؤَخِّرْكُمْ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى ۚ إِنَّ أَجَلَ اللَّهِ إِذَا جَاءَ لَا يُؤَخَّرُ ۖ لَوْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ﴿4﴾
“Nuh berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan kepada kamu. (yaitu) sembahlah olehmu Allah, bertakwalah kepada-Nya dan taatlah kepadaku. Niscaya Allah akan mengampuni sebagian dosa-dosamu dan menangguhkan kamu sampai kepada waktu yang ditentukan. Sesungguhnya ketetapan Allah apabila telah datang tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu mengetahui”.” (QS. Nuh: 2-4)
Sejak menerima perintah dari Allah subhanahu wata’ala untuk berdakwah, Nabi Nuh mulai berdakwah dengan bermacam-macam cara, beliau berdakwah siang dan malam, terkadang dengan cara memperingatkan mereka akan adzab Allah, terkadang dengan memberi kabar gembira kepada mereka akan karunia yang Allah berikan kepada orang-orang yang beriman baik didunia ataupun di akhirat. Namun semua itu tidak berhasil, mereka terus berada dalam kesesatan dan penyembahan terhadap berhala, mereka malah memusuhi Nabi Nuh dan menuduhnya sebagai orang yang sesat. Mereka berkata:
قَالَ الْمَلَأُ مِن قَوْمِهِ إِنَّا لَنَرَاكَ فِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ ﴿60﴾ القول في تأويل قوله :قَالَ الْمَلأُ مِنْ قَوْمِهِ إِنَّا لَنَرَاكَ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ ﴿60﴾
“Pemuka-pemuka dari kaumnya berkata: “Sesungguhnya kami memandang kamu berada dalam kesesatan yang nyata.” Nuh menjawab: “Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikitpun tetapi aku adalah utusan dari Tuhan semesta alam”.” (QS. Al-A’raf: 60-61)
Waktu terus berlalu dan generasi terus berganti generasi, namun kaum Nabi Nuh hanya sedikit yang beriman dan mayoritas tetap tidak mau beriman, mereka terus berdebat bahkan memusuhi beliau. Setiap generasi berlalu, mereka berwasiat kepada generasi berikutnya untuk tidak beriman kepada Nabi Nuh. Jika seorang anak mulai baligh dan berakal, ayahnya mengajarinya untuk tidak beriman kepada Nabi Nuh. Allah berfirman:
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحاً إِلَى قَوْمِهِ فَلَبِثَ فِيهِمْ أَلْفَ سَنَةٍ إِلَّا خَمْسِينَ عَاماً فَأَخَذَهُمُ الطُّوفَانُ وَهُمْ ظَالِمُونَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Ankabut: 14)
Walau ratusan tahun Nabi Nuh berdakwah dengan bermacam-macam cara, namun hanya sedikit sekali kaumnya yang beriman. Akhirnya Allah memerintahkannya untuk membuat kapal dari kayu, beliau mulai membuat kapal, setiap ada kaum beliau yang lewat, mereka mengejek beliau, sebagi tanda akan ketidak percayaannya terhadap berita Nabi Nuh yang mengatakan bahwa akan datang adzab dari Allah.
Setelah datang waktu yang telah Allah tentukan, maka Allah menurunkan hujan yang sangat deras sehingga seluruh permukaan bumi tertutup air, dan tenggelamlah seluruh yang ada dipermukaan bumi termasuk orang-orang kafir dari kaum Nabi Nuh dan salah seorang anak beliau yang tidak beriman sehingga Allah membinasakan mereka semua, yang selamat tinggallah orang-orang beriman dan hewan-hewan yang menaiki bahtera bersama Nabi Nuh ‘alaihis salam.
وَهِيَ تَجْرِي بِهِمْ فِي مَوْجٍ كَالْجِبَالِ وَنَادَى نُوحٌ ابْنَهُ وَكَانَ فِي مَعْزِلٍ يَا بُنَيَّ ارْكَبْ مَعَنَا وَلَا تَكُنْ مَعَ الْكَافِرِينَ ﴿42﴾ قَالَ سَآَوِي إِلَى جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاءِ قَالَ لَا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِلَّا مَنْ رَحِمَ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ ﴿43﴾ وَقِيلَ يَا أَرْضُ ابْلَعِي مَاءَكِ وَيَا سَمَاءُ أَقْلِعِي وَغِيضَ الْمَاءُ وَقُضِيَ الْأَمْرُ وَاسْتَوَتْ عَلَى الْجُودِيِّ وَقِيلَ بُعْدًا لِلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ ﴿44﴾
“Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.” Anaknya menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!” Nuh berkata: “Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang”. Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. Dan difirmankan: “Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,” dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: “Binasalah orang-orang yang zalim.” (QS. Hud: 42-44)
Dipetik dari kitab ‘Al-Bidayah Wan Nihayah’ Jilid 1 Hal. 237.
Penyusun: Arinal Haq
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel Hisbah di Fans Page Hisbah
Twitter @Hisbahnet, Google+ Hisbahnet