Dari ‘Aisyah-semoga Allah meridhainya-, ia berkata, Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wasallam- pernah melakukan shalat dengan mengenakan khomishah yang bercorak (yang merupakan hadiah dari Abu Jahm), maka, (selesai shalat) beliau bersabda, “corak pada khomishah ini telah menyibukkanku, bawalah pergi oleh kalian khamishah bercorak ini kepada Abu Jahm dan datangkan kepadaku anbijaniyah (pakaian tebal yang tidak bercorak) (miliknya) (HR.Ibnu Khuzaemah. Diriwayatkan pula oleh imam al-Bukhari, 2/273-274, hadis no. 752, dan Muslim 5/46, hadis no. 1238)
Ihtisab di dalam Hadis
Dalam hadis ini terdapat banyak faedah dan pelajaran yang dapat dipetik yang terkait dengan masalah amar ma’ruf nahi munkar, di antaranya yang terangkum dalam poin berikut ini :
Pertama, seorang muhtasib hendaknya memperhatikan hal-hal yang akan menyebabkan timbulnya kekhusyu’an di dalam shalat dan menganjurkan untuk melakukan hal tersebut.
Kedua, ihtisab, amar ma’ruf nahi munkar terhadap para pengelola masjid yang berlebihan di dalam memberikan hiasan dan ornamen pada mihrob-mihrom dan tembok-tembok masjid berupa tulisan-tulisan dan pahatan-pahatan.
Ketiga, Termasuk sifat seorang muhtasib adalah berakhlak baik.
Penjelasan :
- Seorang muhtasib hendaknya memperhatikan hal-hal yang akan menyebabkan timbulnya kekhusyu’an di dalam shalat dan menganjurkan untuk melakukan hal tersebut.
Di dalam hadis ini terdapat hal yang menunjukkan disyariatkannya khusyu’ ketika shalat, dan disyariatkannya juga untuk melakukan sebab-sebab yang dapat mendatangkan kekhusyu’an ketika itu, menjauhkan diri dari segala hal yang berpotensi akan menyibukkan seseorang ketika shalat (selain urusan shalat), dorongan agar menghadirkan hati ketika shalat, menghayati dan merenungkan (bacaan yang dibaca), menghindarkan diri dari tindakan melepaskan pandangan mata kepada sesuatu yang akan menyibukkannya, menghilangkan perkara yang dikhawatirkan akan menyibukkan hati. Di mana kesemua hal tersebut termasuk upaya untuk menutup celah terjatuhnya orang yang tengah shalat ke dalam perkara yang terlarang. [1]
Oleh karena itu, kaum muslim secara umum dan seorang muhtasib secara khsus hendaknya bersemangat untuk melakukan sebab-sebab yang akan dapat menjadikan khusyu’ ketika shalat.
- Ihtisab, amar ma’ruf nahi munkar terhadap para pengelola masjid yang berlebihan di dalam memberikan hiasan-hiasan dan ornamen pada mihrob-mihrom dan tembok-tembok masjid berupa tulisan-tulisan dan pahatan-pahatan.
Sesungguhnya pemberian hiasan-hiasan dan ornamen pada masjid-masjid merupakan tindakan menyelisihi sunnah Nabi-shallallahu ‘alaihi wasallam-, karena tindakan-tindakan tersebut merupakan tindakan pemborosan dan menghambur-hamburkan harta, disamping itu karena tindakan-tindakan tersebut berpotensi menyibukan pikiran orang-orang yang shalat dari shalatnya. Dan segala sesuatu yang akan menghilangkan kekhusyu’an (ketika shalat) maka (hukumnya) terlarang. Hadis ini yang tengah kita bahasa ini termasuk yang menguatkan hal tersebut.
Oleh kerena itu, seorang muhtasib hendaknya mengingkari tindakan para pengelola masjid yang melakukan tindakan berlebihan dalam hal menghiasi dan membuat ornamen-ornamen masjid, karena sesungguhnya masjid-masjid itu tidaklah dibangun melainkan untuk dijadikan sebagai tempat beribadah kepada Allah yang tidak patut dilakukan melainkan dengan penuh kehusyu’an. Karena, bila mana kekhyusu’an itu tidak ada jadilah ibadah itu layaknya jasad tanpa ruh.
Berkata al-Imam an-Nawawi[2] –semoga Allah merahmatinya-: di dalam hadis tersebut terdapat hal yang menunjukkan tidak disukainya tindakan dan memberikan hiasan dan ornemen pada mihrob-mihrob dan tembok-tombok masjid, demikian juga memahatnya dan bentuk tindakan lainnya yang berpotensi justru akan menyibukkan (orang-orang yang shalat di dalamnya)
- Termasuk sifat seorang muhtasib adalah berakhlak baik.
Abu Jahm pernah memberikan hadiah kepada Nabi berupa khomishah yang bercorak, dan di antara perkara yang menunjukkan kemuliaan akhlak Nabi-shallallahu ‘alaihi wasallam- adalah beliau menerima hadiah, beliau menerima hadiah yang diberikan oleh Abu Jahm tersebut dan mendoakannya (dengan kebaikan).
Namun, oleh karena khomishah tersebut bercorak yang menarik padangan mata telah melalaikan Nab-shallallahu ‘alaihi wasallam- di dalam shalatnya, maka beliau memerintahkan mereka (para sahabatnya) untuk mengembalikan khomishah tersebut kepada Abu Jahm. Dan agar pengembalian hadiah tersebut tidak menjadikan hati Abu Jahm merasa tidak enak, dan agar hatinya menjadi tenang maka beliau memerintahkan mereka untuk mendatangkan salah satu pakaian Abu Jahm yang tidak bercorak (sebagai ganti hadiah yang diberikannya). Tindakan ini termasuk bentuk kebaikan akhlak beliau –shallallahu ‘alaihi wasallam- untuk memberitahukan kepada Abu Jahm bahwa sejatinya beliau tidak menolak pemberian hadiahnya. Atas dasar ini, maka hendaknya seorang muhtasib meneladani Nabi dalam hal tersebut, mengambil petuntuk dengan petunjuk beliau.
Semoga Allah memberikan taufik kepada kita untuk dapat mengikuti petunjuk-petunjuk beliau secara umum, termasuk juga dalam hal berihtisab, beramar ma’ruf Nahi Munkar secara khusus. Amin
Wallahu a’lam
Penulis : Amar Abdullah bin Syakir
Sumber :
“ al-Ihtisab Fii Shahih Ibni Khuzaemah”, karya : Abdul Wahab bin Muhammad bin Fayi’ ‘Usairiy, hal. 87-89
[1] Lihat, Syarh Muslim, karya : Imam an-Nawawi, 5/46, al-Mufhim, karya : al-Qurthubiy, 2/163, Fathul Baariy, karya : Ibnu Hajar, 1/576, Taisir al-‘Allam, karya : al-Bassam, 1/289
[2] Syarh Muslim, karya : Imam an-Nawawi, 5/46. Lihat juga, al-Mufhim, karya : imam al-Qurthubiy, 2/163