Cinta Orang Tua Tak Membuat Dirinya Membela Kesalahan Anaknya

Segala puji bagi Allah, Dzat yang mengaruniakan rasa kasih sayang kepada setiap orang tua, sehingga mereka mengasihi, mencintai dan menyayangi anak-anaknya. Dengan kasih sayang dan rasa cinta orang tua sungguh banyak kemaslahatan yang didapatkan oleh anak-anaknya.

Tidakkah Anda sering menyaksikan jabang bayi -mungkin ia adalah adik Anda- yang tengah terbaring di tempat pembaringannya, ia merengek, menangis sebegitu kencangnya, lalu sang ibu pun –yang tengah berada di luar rumah ketika mendengar tangisannya- bergegas menuju ke tempat di mana sang bayi berada. Kemudian, segera saja ia mengangkatnya, lalu mendekapnya diiringi dengan ungkapan kata cinta yang boleh jadi sang bayi tidak mengerti maknanya, setelah itu sang ibu pun memberikan kepada bayinya air susunya yang merupakan asupan terbaik untuk bayinya. Ia bermaksud memberikan ketenangan kepada bayinya. Apakah gerangan yang mendorongnya sehingga ia bersegera melakukan tindakan tesebut kalau bukan karena terdorong oleh rasa cinta dan kasih sayangnya kepada anaknya ?! Ya, rasa cinta dan kasih sayang orang tua terhadap anaknya merupakan faktor pendorong yang mendorong orang tua untuk berbuat demi anak-anaknya.

Pembaca yang budiman…

Demikianlah satu gambaran sederhana yang menunjukkan sebuah bukti nyata cinta orang tua kepada anaknya. Masih banyak tentunya contoh lainnya yang menunjukkan rasa cinta dan kasih sayang orang tua kepada anaknya. Bukan hanya saat sang anak masih kecil, namun hingga seorang anak telah dewasapun, cinta orang tua dan kasih sayangnya sedemikian kentara terlihat oleh padangan mata kita. Mereka, sedemikian luar biasanya pengorbanannya dan pembelaannya terhadap anaknya. Hingga terkadang banyak orang tua yang melakukan pembelaan terhadap anaknya –misal dalam perselisihan antara anaknya dengan orang lain- tak memperdulikan lagi posisi anaknya, apakah di pihak yang benar ataukah di pihak yang salah. Ia selalu saja memenangkan anaknya padahal boleh jadi sejatinya anaknya sebagai pihak yang salah. Sungguh, model pembelaan seperti ini merupakan model pembelaan yang tidak benar. Seharusnya, orang tua mendudukkan masalah secara benar dan berpegang teguh kepada kebenaran. Jika anaknya di pihak yang salah, maka tidak selayaknya dibela. Jika anaknya di pihak yang benar, maka ia harus membelanya semampunya.

Pembaca yang budiman…

Demikianlah yang telah diteladankan oleh seorang hakim yang bernama Syuraih bin al-Harits al-Kindi, seorang hakim dari kalangan generasi tabi’in yang merupakan pilihan Amirul Mukinin Umar bin Khaththab.  Marilah kita baca petikan kisahnya yang singkat berikut ini,

Pada suatu hari putra Syuraih berkata kepada ayahnya, “Ayahku, antara aku dan sekelompok orang telah terjadi sebuah persengketaan, maka selesaikanlah. Jika kebenaran di pihakku, aku akan memperkarakan mereka. Namun jika kebenaran ada di pihak mereka, aku akan berdamai dengan mereka.” Kemudian ia menceritakan kejadiannya kepada ayahnya. Dan kata Syuraih, sang ayah, “Pergi dan perkarakan mereka !” Maka sang anak pun pergi mendatangi lawan sengketanya dan mengajak mereka untuk berperkara. Ajakan itu pun mereka penuhi.

Tatkala mereka telah hadir di hadapan Syuraih, beliau memutuskan kemenangan mereka atas putranya. Sesampainya di rumah, anaknya yang telah dikalahkan berkata kepadanya, “Engkau telah memperlakukan aku, ayah. Demi Allah, seandainya aku tidak meminta pendapatmu sebelumnya, niscaya aku tidak mengecammu “. Mendengar penuturan putranya tersebut maka Syuraih, sang ayah pun berkata, “ Anakku, demi Allah, sungguh engkau lebih aku cintai daripada bumi ini yang diisi oleh orang-orang semacam mereka, tapi Allah lebih mulia bagiku daripada engkau. Aku sebenarnya takut untuk mengatakan kepadamu bahwa kebenaran ada di pihak mereka, lalu engkau berdamai kepada mereka namun harus menghilangkan beberapa hak mereka. Sekarang, aku berterus terang kepadamu.”

Pelajaran berharga

Pembaca yang budiman…

Sungguh banyak pelajaran berharga yang dapat dipetik dari kisah singkat ini, di antaranya,

  1. Kecintaan orang tua kepada anaknya merupakan bagian dari anugerah ilahi yang harus dijaga.
  2. Merupakah fitrah manusia lebih mencintai anaknya daripada orang lain.
  3. Hendaklah kecintaan orang tua tidak mendorong dirinya membela kesalahan anaknya, mengabaikan hak-hak orang lain yang menjadi seteru anaknya, padahal mereka berada di pihak yang benar.
  4. Hendaknya kebenaran dijunjung tinggi dan pelakunya dibela.
  5. Hendaknya kecintaan orang tua terhadap anaknya tidak menjadikannya berpaling dari ketentuan hukum-hukum Allah subhanahu wa ta’ala.
  6. Wajibnya ditegakkan keadilan terhadap siapa pun orangnya.

Wallahu a’lam

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad beserta keluarga dan para sahabatnya.

Penulis : Amar Abdullah bin Syakir

Artikel : www.hisbah.net

Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet,

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *