Kemungkaran akan senantiasa ada di setiap waktu dan tempat, ia bagaikan lobang pada dasar kapal yang jika dibiarkan akan meluas sedikit demi sedikit dan akan membawa ummat tenggelam ke dalam kemurkaan Allah subahanahu wa ta’ala, dan jika sudah demikian maka ditakutkan adzab Allah akan turun sebagaimana umat-umat terdahulu yang membiarkan kemungkaran dan kemaksiatan ditengah-tengah mereka. Sehingga umat akan senantiasa memerlukan orang-orang yang merubah kemungkaran, mensehati orang-orang yang tenggelam dalam kemaksiatan, agar umat ini terjauhkan dari murka dan adzab Allah subhanahu wa ta’ala.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah teladan pertama dan terutama dalam segala hal termasuk dalam mengingkari kemungkaran. Beliau adalah orang yang paling cemburu terhadap perintah dan larangan Allah subahanhu wa ta’ala. Kasih sayang beliau kepada ummatnya yang begitu besar tidak rela untuk membiarkan ummatnya terjerumus keapi neraka karena berbuat perbuatan yang dimurkai oleh Allah subahanhu wa ta’ala.
Dalam artikel sebelumnya {Cara-cara Rasulullah SAW Mengingkari Kemungkaran (1)} kami sudah bahas tentang cara Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengingkari kemungkaran dengan lisan, dan sudah kami sebutkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memiliki dua cara dalam mengingkari kemungkaran, yaitu dengan cara langsung, dan dengan cara tidak langsung. Cara langsung sudah kami bahas pada atikel yang telah lalu, sedangkan pada artikel ini kami ingin bahas cara yang kedua, yaitu cara tidak langsung.
Dalam beberapa keadaan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menegur orang yang bersalah dengan cara tidak langsung, yaitu dengan menyinggung perbuatannya tanpa menyebut orang yang beliau maksud, namun orang tersebut bisa paham. Cara ini beliau gunakan bilamana beliau melihat bahwa ia lebih mashlahat. Misalkan untuk memberi pelajaran kepada para sahabat yang lain agar tidak melakukan perbuatan yang sama, dan agar tidak membuatnya tersinggung jika ia ditegur secara langsung.
Sayyidah Aisyah radhiyallahu’anha pernah berkata, “Jika ada suatu hal yang tidak Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sukai dari seseorang beliau mengatakan; mengapa ada orang yang melakukan begini dan begitu.” (HR. Baihaqi).
Terkadang beliau menaiki mimbar dan berkhutbah dihadapan para sahabat untuk menjelaskan suatu kemungkaran yang telah dilakukan oleh oknum tertentu agar yang melakukan tahu dan para sahabat tidak berbuat sepertinya.
Suatu hari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah menaiki mimbar lalu bersabda:
مَا بَالُ أَقْوَامٍ يَشْتَرِطُونَ شُرُوطًا لَيْسَتْ فِى كِتَابِ اللَّهِ ، مَنِ اشْتَرَطَ شَرْطًا لَيْسَ فِى كِتَابِ اللَّهِ فَلَيْسَ لَهُ ، وَإِنِ اشْتَرَطَ مِائَةَ مَرَّةٍ
“Mengapa banyak dari kaum muslimin yang menetapkan syarat-syarat yang tidak didapatkan dalam Al-Qur’an. Barangsiapa yang menetapkan syarat yang tidak ada dalam Al-Qur’an, maka dia tidak mempunyai hak sekalipun walaupun membuat seratus syarat.” (HR. Bukhari & Muslim).
Di kesempatan lain Sayyidah Aisyah radhiyallahu’anha juga berkata, “Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah melakukan sesuatu kemudian beliau memberikan keringanan dalam sesuatu tersebut, namun sebagian orang tidak mengambil keringanan yang beliau berikan. Ketika hal tersebut kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau berkhutbah, mengucapkan hamdalah lalu bersabda:
مَا بَالُ أَقْوَامٍ يَتَنَزَّهُوْنَ عَنْ الشَّيءِ أَصْنَعُهُ فَوَاللهِ إِنِّي لأَعْلَمُهُمْ بِاللهِ وَأَشَدُّهُمْ لَهُ خَشْيَةً
“Bagaimana halnya kaum-kaum yang menjauhkan diri dari sesuatu yang kulakukan? Demi Allah Azza wa Jalla , aku adalah orang yang paling tahu tentang Allah Azza wa Jalla dan yang paling takut kepada-Nya.” (Muttafaq ‘alaih).
Dalam kisah ini Nabi shallallahu alaihi wa sallam menegur orang-orang yang tidak mau mengambil keringanan yang nabi shallallahu alaihi wa sallam berikan kepada mereka saat itu dengan alasan ingin mengamalkan yang lebih afdhal menurut mereka, padahal nabi sendiri mengambilnya sedang beliau adalah makhluq palig bertaqwa, dan keringanan yang beliau berikan tentunya bukan berasal dari beliau pribadi melainkan wahyu dari Allah subhanahu wa ta’ala.
Ini adalah cara kedua Nabi shallallahu alaihiwa sallam dalam menegur orang atau kelompok yang berbuat kemungkaran, yaitu dengan menyinggungnya dan membuatnya merasa tanpa mempermalukannya. Dengan demikian, pesan yang ingin beliau sampaikan bisa sampai kepada orang yang dituju dan juga menjadi pelajaran bagi yang mendengarnya.
Semoga kita dapat meneladani beliau dalam segala aspek kehidupan kita.
Wallahu a’lam
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet,
1 Komentar