Yang dimaksud di sini adalah bercampur-baurnya antara lawan jenis; laki-laki dan perempuan yang bukan mahram di satu tempat tanpa mengindahkan adab-adab syar’i. Padahal, syariat kita melarang terjadinya ikhtilath tersebut. Banyak sekali dalil yang mengindikasikan hal itu. Bila dalil-dalil itu sudah jelas, valid dan dapat dipertanggung-jawabkan, maka sikap seorang muslim yang pertama-tama hanyalah sam’an wa thaa’atan (menerima dengan ketundukkan), terlepas apakah di balik itu ada rahasia (hikmah) ataukah tidak. Sekalipun begitu, tetap saja muncul keingintahuan untuk bertanya: “Apa rahasia di balik larangan syariat itu? “
Dalam nash-nash Al-Qur`an dan hadits nabawi yang dari sisi makna mengindikasikan terlarangnya perbuatan tersebut dan mengindikasikan pula rahasia di baliknya. Di antaranya,
1.Pengharaman atau pelarangan terhadap sebab-sebab ikhtilath seperti karena tidak mengenakan hijab (Baca : QS. Al-Ahzab : 53)
2.Adanya perintah menundukan pandangan. (Baca : QS. An-Nur : 31)
Hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang pandangan tak sengaja, lantas beliau memerintahkanku agar menundukan pandangan.” (HR. Muslim)
Hadits yang diriwayatkan dari Ali radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya, “Hai Ali, jangan kamu teruskan pandanganmu dengan pandangan yang lain, sebab pandangan yang pertama itu adalah milikmu (tidak apa-apa), sedangkan yang lainnya itu bukanlah untukmu (tidak dibolehkan).” (HR. Al-Hakim, dihasankan oleh al-Albani) Dan hadits-hadits yang semakna dengan itu banyak sekali.
3.Larangan duduk-duduk di jalan-jalan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Hindarilah duduk-duduk di jalan-jalan.” Mereka (para shahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah, bukankah tidak ada salahnya kami berbincang-bincang di tempat-tempat duduk kami?” Beliau menjawab, “Bila memang tidak dapat menghindarkan tempat duduk tersebut, maka berilah jalan tersebut haknya.” Mereka bertanya, “Apa gerangan hak jalan itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Menundukan pandangan, tidak mengganggu, membalas salam, Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar.” (HR. Al-Bukhari)
4.Larangan berkhalwat dengan wanita asing (bukan mahram).
Dari Ibn ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kamu berberkhalwat (menyendiri) dengan seorang wanita kecuali bersama mahramnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) Dan dari Jabir secara Marfu’, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka janganlah ia menyendiri dengan seorang wanita yang tidak disertai mahramnya, sebab yang ketiganya adalah syetan.” (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Al-Albani)
5.Diharamkan menyentuh wanita asing (bukan mahram).
Dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu ‘aanhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sungguh, dilukainya kepala salah seorang di antara kamu dengan jarum besi adalah lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Ath-Thabarani, dishahihkan oleh al-Albani)
Penyusun : Amar Abdullah bin Syakir
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel Hisbah di Fans Page Hisbah
Twitter @Hisbahnet,