Pembaca yang budiman, Memperbanyak puasa di bulan sya’ban termasuk bagian dari perkara yang diteladankan Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam, di antara hal yang menunjukkan hal ini adalah hadits Aisyah berikut ini,
عن عائشة – رضي الله عنها – قالت: لم يكن النبي -صلى الله عليه وسلم- يصوم شهراً أكثر من شعبان وكان يصوم شعبان كله”
Dari Aisyah –semoga Allah meridhainya-, ia berkata, tidaklah Nabi memberbanyak melakukan puasa (sunnah) pada suatu bulan yang lebih banyak daripada pada bulan Sya’ban, beliau pernah berpuasa pada bulan sya’ban seluruh (harinya) (HR. Al-Bukhari, No. 2970)
Dalam riwayat Abu Dawud, dengan redaksi,
“لا يصوم من السنة شهراً تاماً إلا شعبان يَصِلُه برمضان”
Beliau tidak berpuasa (sunnah) selama satu bulan penuh kecuali pada bulan Sya’ban, beliau menyambungnya dengan puasa (wajib) di bulan Ramadhan.
Yakni, beliau berpuasa mayoritas harinya. At-Tirmidzi menukil dari Ibnu Mubarak bahwa ia berkata, ‘dalam unkapan orang arab bila seseorang berpuasa mayoritas harinya dalam sebulan boleh diungkapkan dengan ungkapan, “berpuasa seluruh harinya”. Ada juga yang mengatakan bahwa beliau terkadang berpuasa seluruh harinya, dan terkadang beliau berpuasa sebagian besar harinya. Ada juga yang mengatakan, “sejak hari pertama hingga hari terakhir (Fathul Baari, 4/286)
Hikmah Memperbanyak Puasa Sunnah di Bulan Sya’ban
Apa hikmah hikmah memperbanyak puasa di bulan ini, Sya’ban, dibanding dengan bulan lainnya yang dilakukan oleh Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam– ?
Tidak diragukan bahwa perkara yang disyariatkan memiliki hikmah dan makna yang mendalam. Termasuk dalam hal ini, yakni, memperbanyak puasa di bulan sya’ban.
Ibnu al-Qoyyim di dalam Tahdzibu as-Sunan (3/318) menuturkan, ‘di dalam puasa yang dilakukan Nabi-shallallahu ‘alaihi waslalam, dimana beliau melakukannya lebih banyak daripada yang beliau lakukan di luar bulan Sya’ban, memiliki tiga makna,
Pertama, Biasanya beliau berpuasa tiga hari setiap bulannya, maka boleh jagi beliau tersibukkan oleh suatu hal sehingga tidak dapat melakukannya pada beberapa bulan, maka beliau menggabungkannya di bulan sya’ban; agar beliau mendapatkannya sebelum melakukan puasa fardhu.
Kedua, Bahawa beliau melakukan hal tersebut sebagai bentuk pengagungan terhadap bulan Ramadhan, dan puasa ini (puasa di bulan sya’ban) menyerupai (shalat) sunnah sebelum shalat fardhu sebagai bentuk pengagungan terhadap haknya.
Ketiga, bahwasanya sya’ban itu adalah bulan diangkatnya amal-amal; oleh karenya beliau-shallallahu ‘alaihi wasallam senang amalnya diangkat sementara beliau tengah berpuasa.
Namun, al-Hafizh Ibnu Hajar menguatkan pendapat yang terakhir ini, seraya mengatakan, ‘yang lebih utama dalam masalah ini adalah apa yang datang dalam hadis yang lebih shahih daripada hadis yang telah telah lalu penyebutannya, hadis tersebut dikeluarkan oleh an-Nasai, Abu Dawud dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaemah bersumber dari Usamah bin Zaed, ia berkata, aku pernah bertanya (kepada Rasulullah), Wahai Rasulullah ! aku belum pernah melihat Anda (banyak) berpuasa (sunnah) dalam sebulan daripada yang Anda lakukan di bulan Sya’ban? (yakni, mengapa demikian ?-pen) beliau menjawab, ‘ hal demikian itu karena (bulan Sya’ban itu) bulan yang banyak manusia lalai, bulan tersebut berada di antara bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan tersebut merupakan bulan di mana amal-amal diangkat kepada Rabb semesta alam, oleh karenanya aku senang amal ku diangkat sementara aku dalam keadaan tengah berpuasa. Semisal dengan riwayat ini datang dari hadis ‘Aisyah dari Abu Ya’la, hanya di dalamnya beliau bersabda,
“إن الله يكتب كلَّ نفس ميتة تلك السنة؛ فأحب أن يأتيني أجلي وأنا صائم”
Sesungguhnya Allah menuliskan ketentuan kematian setiap jiwa pada tahun tersebut ; oleh karenanya aku senanng ajalku datang sementara aku tengah berpuasa (Fathul Baari, 4/269)
Dinukil dari مسائل وفضائل في شعبان رمضان وذي القعدة (Masa-il Wa Fadha-il Fii Sya’ban Wa Ramadhan Wa Dzil Qi’dah, 1/3) Maktabah asy-Syamilah, dengan sedikit gubahan.
Amar Abdullah
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel di Fans Page Hisbah.net
Twitter @Hisbahnet,