Bukti yang terang dan dalil yang jelas dalam kitab Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan Sunnah Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- tentang penetapan tauhid sangat banyak sekali. Di antara contohnya adalah sebagai berikut :
1 -Allah –سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى– berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ (56) مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ (57) إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ (58) [الذاريات : 56 – 58]
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh. (adz-Dzariyat : 56-58)
Maknanya adalah, Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka mentauhidkan-Ku.[1]
2 -Dia –سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى– berfirman,
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ [النحل : 36]
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula diantaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). (an-Nahl : 36)
Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى – mengabarkan bahwa hujjah-Nya tegak di atas semua umat, dan bahwa tiada satu umat pun, baik yang terdahulu maupun yang terkemudian, melainkan Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- telah mengutus seorang rasul di tengah-tengah mereka. Semuanya sepakat dalam satu seruan dan satu agama, yaitu beribadah kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- semata yang tiada sekutu bagi-Nya. Kemudian umat-umat dalam hal memenuhi dakwah para rasul, terbagi menjadi dua : “diantara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah,” lalu mereka mengikuti para rasul, “dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya,” lalu ia mengikuti jalan yang sesat [2]
3 -Dia –سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى– berfirman,
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ [الأنبياء : 25]
dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan aku”.(al-Anbiya : 25)
Jadi, semua rasul sebelum Nabi Muhammad -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- inti dan pokok risalah mereka adalah perintah agar beribadah kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- semata yang tiada sekutu bagi-Nya, dan menjelaskan bahwa Dia-lah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- Ilah yang berhak untuk diibadahi serta bahwa peribadatan kepada selain-Nya adalah batil [3] Karena itu, Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- berfirman,
وَاسْأَلْ مَنْ أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رُسُلِنَا أَجَعَلْنَا مِنْ دُونِ الرَّحْمَنِ آلِهَةً يُعْبَدُونَ [الزخرف : 45]
dan tanyakanlah kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu: “Adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah yang Maha Pemurah?”(az-Zukhruf : 45)
4 -Dia –سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى– berfirman,
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا [الإسراء : 23]
dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. (al-Isra : 45)
Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menetapkan, mewasiatkan, memutuskan, dan memerintahkan kepada tauhid, lewat firman-Nya, “dan Tuhanmu telah memerintahkan” dengan ketetapan agama dan perintah syar’i, “supaya kamu jangan menyembah” seorang pun dari penduduk bumi dan langit, baik yang hidup maupun yang mati, “selain Dia,” karena Dia-lah yang Satu, yang Esa, yang Tunggal lagi Tempat bergantung.[4]
5 -Para Nabi –عَلَيْهِمُ السَّلَامُ– mengatakan kepada umat mereka,
يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ [الأعراف : 65]
“Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. (al-A’raf : 65)
Maknanya, sembahlah Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- semata, karena Dia-lah Pencipta, Pemberi rezeki, dan Pengatur semua urusan, sedangkan selain-Nya adalah makhluk yang diatur yang tidak memiliki kekuasaan sedikitpun [5]
6 -Dia –سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى– berfirman,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ [البينة : 5]
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya (al-Bayyinah : 5)
7 -Dia –سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى– berfirman,
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (162) لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ (163) [الأنعام : 162 ، 163]
Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. (al-An’am : 162-163)
Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- memerintahkan Nabi Muhammad -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- agar mengatakan kepada kaum Musyrikin “Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan apa yang aku lakukan di dalamnya, serta apa yang Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-jalankan dan takdirkan atasku, semuanya hanyalah untuk Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya dalam peribadatan, sebagaimana Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- tidak memiliki sekutu dalam kekuasaan dan pengaturan. Demikian itulah yang diperintahkan Rabbku kepadaku, dan aku adalah orang yang pertama dari umat ini yang menetapkan, tunduk, dan patuh kepada Rabbnya [6]
8 -Dari Muadz bin Jabal –رَضِيَ اللهُ عَنْهُ– bahwa Nabi –صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ– bertanya, ‘Wahai Muadz !, Tahukah engkau apakah hak Allah atas hamba-hamba-Nya ?’ Ia menjawab, ‘Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.’ Beliau bersabda, ‘Hak Allah atas hamba-Nya ialah mereka beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan sesuatu pun dengan-Nya.’ Kemudian beliau berjalan sesaat, lalu bertanya kembali, ‘Wahai Muadz!, Tahukah engkau apakah hak para hamba atas Allah jika mereka melakukannya?’ Ia menjawab, ‘Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.’ Beliau bersabda, ‘Hak para hamba atas Allah ialah Dia tidak akan mengadzab siapa saja yang tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya.’ [7]
Hadits agung ini menjelaskan bahwa hak Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- atas para hamba-Nya ialah agar mereka beribadah kepada-Nya semata yang tiada sekutu bagi-Nya dengan ibadah-ibadah yang disyariatkan-Nya kepada mereka, dan tidak mempersekutukan selain-Nya. Sementara hak hamba atas Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- ialah bahwa Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- tidak akan mengadzab siapa pun yang tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya. Tidak diragukan lagi, hak para hamba atas Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- ialah pahala yang dijanjikan-Nya kepada mereka. Maka, itu pasti dan wajib berdasarkan janji-Nya yang benar dan ucapan-Nya yang haq, yang tidak mungkin dusta dalam pemberitaan dan tidak menyelisihi janji. Ini adalah hak yang Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- tetapkan atas Diri-Nya, sebagai anugerah dan kemurahan. Dia-lah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- yang telah mewajibkan atas diri-Nya hak bagi para hamba-Nya yang beriman, seperti Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- mengharamkan kezhaliman atas Diri-Nya. Dan yang mewajibkan hal itu pada-Nya bukanlah makhluk dan itu tidak bisa dianogikan dengan makhluk-Nya. Bahkan, dengan rahmat dan keadilan-Nya-lah, Dia -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- mewajibkan rahmat (kasih sayang) atas Diri-Nya dan mengharamkan kezhaliman atas Diri-Nya [8]
9 -Dari Utban bin Malik –رَضِيَ اللهُ عَنْهٌ– yang dia marfu’-kan kepada Nabi –صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-,
فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ
“Sesungguhnya Allah mengharamkan atas neraka siapa saja yang mengatakan La ilaha illallah, yang diniatkannya karena Wajah Allah [9]
Wallahu A’lam
Amar Abdullah bin Syakir
Sumber :
Nur at-Tauhid Wa Zhulumatu asy-Syirki fi Dhau-i al-Kitabi Wa as-Sunnati, Syaikh. Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf al-Qahthani, ei, hal. 6-13
Catatan :
[1] Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an al-Karim, al-Qurthubi (17/47)
[2] Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsiri Kalam al-Mannan, as-Sa’di (hal.393)
[3] Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wili Ay al-Qur’an, ath-Thabari (18/427), Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan, as-Sa’di (hal.470)
[4] Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil Ay al-Qur’an, ath-Thabari(17/413) Tafsir al-Qur’an al-Azhim, Ibnu Katsir (3/34), Taisir al-Karim ar Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan, as-Sa’di (hal.407)
Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: MDH tv (Media Dakwah Hisbah )
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor