Bolehkah memakai hijab yang berwarna?
Yang dimaksud penanya adalah hijab yang juga menutupi wajah dan telapak tangan, maka jika hijab yang berwarna tersebut berpotensi menimbulkan fitnah atau menjadi unsur yang sifatnya perhiasan maka tidak boleh memakainya.
Jika ‘berwarna’ yang dimaksud adalah warna selain hitam, seperti putih, hijau, merah, atau warna lainnya, maka warna-warna ini sudah biasa dipakai oleh wanita di beberapa negeri. Karena masalah pakaian, sebagaimana dikatakan para ulama, adalah perkara yang hukumnya mengikuti kebiasaan masyarakat. Kecuali beberapa jenis pakaian yang dilarang secara khusus yaitu pakaian yang dicelup ushfur :
[1], yang dipakaikan za’faran
[2], dan warna merah (polos)
bagi lelaki, semua ini terlarang. Adapun semua pakaian selain yang dilarang ini, hukumnya kembali kepada ‘urf (kebiasaan setempat). Jika warna-warna tadi digunakan oleh wanita bisa menimbulkan fitnah, maka tidak boleh.
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka…” (QS. An-Nuur: 31)
Atau, jika hijab yang berwarna tadi berpotensi menimbulkan fitnah terhadap orang lain, maka ini juga terlarang, dalam rangka mencegah terjadinya fitnah.
‘Ala kulli haal, hendaknya para wanita muslimah menimbang-nimbang maslahah. Dan masalah pakaian itu, sebagaimana sudah kami jelaskan, hukumnya kembali kepada ‘urf. Terkadang menurut ‘urf negeri A pakaian dengan warna tertentu itu menimbulkan fitnah, namun di negeri B tidak demikian. Oleh karena itu, masalah ini perlu melihat pada kebiasaan penduduk negeri yang bersangkutan secara khusus. Misalnya jika di Perancis mereka tidak merasa terfitnah dengan hijab yang berwarna selain hitam, maka tidak masalah memakainya. Karena perkara pakaian itu ‘urfiyyah. Namun jika wanita yang memakai hijab berwarna tertentu itu menimbulkan fitnah pada orang-orang, atau membuat orang-orang tertarik untuk melihat padanya, atau yang termasuk pakaian syuhrah (mencari popularitas), maka hukumnya tidak boleh.
Catatan :
[1] Hadits riwayat Muslim (2007) dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiallahu’anhuma, ia berkata: Rasulullah pernah melihatku mengenakan pakaian yang dicelup dengan ‘ushfur maka Nabi menegurku dengan mengatakan,
إِنَّ هَذِهِ مِنْ ثِيَابِ الْكُفَّارِ فَلا تَلْبَسْهَا
“Ini adalah pakaian orang-orang kafir jangan dikenakan.”
[2] Hadits riwayat Al Bukhari (5846), Muslim (2101), dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,
أَنَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهى عَنِ التَّزَعْفُرِ
“Nabi shallallahu ’alaihi wasallam melarang memakai za’faran.”
[3] Hadits riwayat Abu Daud (4069), At Tirmidzi (2807) dari ‘Abdullah bin Umar radhiallahu’anhuma, ia berkata:
مَرَّ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ عَلَيْهِ ثَوْبَانِ أَحْمَرَانِ، فَسَلَّمَ عَلَيْهِ، فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Seorang laki-laki melewati Nabi shallallahu ’alaihi wasallam sedangkan lelaki itu memakai dua potong pakaian merah. Lelaki tersebut mengucapkan salam, namun Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam enggan membalasnya.”
Diterjemahkan dari : http://ar.islamway.net/fatwa/43079
Penerjemah : Amar Abdullah bin Syakir
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel Hisbah.net di Fans Page Hisbah, Twitter @Hisbahnet, Google Plus +Hisbahnet