Berhutang ke Bank untuk Membangun Rumah

Soal :

Saya sudah rumah tangga 4 thun dan di karuniai 1 orang anak.smpai saat ini blum bisa menafkahkan tempat tinggal.uang yg saya kumpulkan masih jauh dari kata cukup untuk membangun rumah. saya masih tinggal bersma ortu.dan saya di suruh untuk pinjam uang ke bank untuk kekurangan nya.tapi saya masih ragu takut haram.tpi istri sya bilang kalo gk pinjam dulu kapan punya rumahnyA.mohon solusinya bagai mana..

Jawab :

Alhamdulillah.

Pertama, Semoga Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-memberkahi Anda sekeluarga. Semoga pula Allah memberikan keberkahan dalam kehidupan keluarga Anda, dan meliputinya dengan cinta kasih dan rahmat-Nya-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-.

Semoga pula Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menjadikan pasangan hidup sebagai penyenang hidup Anda.

Semoga pula Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menjadikan anak keturunan Anda termasuk orang yang shaleh. Semoga pula Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- mengarunikan kepada Anda kesungguhan usaha untuk mewujudkannya.

 

Kedua, Perlu kiranya difahami bahwa termasuk kewajiban seorang suami terhadap istrinya dan ini merupakan salah satu hak seorang istri atas suaminya yang harus dipenuhi menurut cara yang patut dan sesuai dengan kesanggupan atau kemampuannya  adalah sebagaimana yang difirmankan oleh Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى -,

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا [البقرة : 233]

Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya (al-Baqarah : 233)

Dan Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ –bersabda, dalam khutbah saat haji Wada,

” وَلَهُنّ عَلَيْكٌمْ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ “

Dan mereka (para istri) memiliki hak atas kalian berupa nafkah dan pakaian dangan cara yang patut (HR.Muslim)

Nafkah itu mencakup makan, minum, pakaian dan tempat tinggal. (al-Fiqh al-manhaji, 4/65)

Dan Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-juga berfirman,

أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ [الطلاق : 6]

Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka… (ath-Thalaq : 6)

Atas dasar ini, selagi suami belum mampu membangunkan rumah sebagai tempat tinggal istri, dirinya dan anak-anaknya, maka ia tidak dituntut lebih dari kesanggupannya.

 

Ketiga, Sejatinya berhutang untuk keperluan yang dibutuhkan hukum asalnya tidak mengapa alias boleh, dengan syarat keperluan yang dibutuhkan untuk dipenuhi dengan hutang tersebut merupakn perkara yang dibolehkan oleh Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى. Dasarnya adalah firman Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى.,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ [البقرة : 282]

Wahai orang-orang yang beriman ! Apabila kalian melakukan utang-piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kalian menuliskannya…(al-Baqarah : 282),

Dan, Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-pernah berhutang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Sebagaimana kata Istrinya, Aisyah bintu Abu Bakr-رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا-,

تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَدِرْعُهُ مَرْهُونَةٌ عِنْدَ يَهُودِيٍّ بِثَلَاثِينَ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ

Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- meninggal dunia sementara baju besinya masih tergadaikan pada seorang Yahudi (sebagai jaminan hutangnya) berupa 30 sha’ (makanan pokok berupa) Sya’ir (gandum) (HR. al-Bukhari)

 

Keempat, Meskipun hukum asal berhutang untuk memenuhi kebutuhan dibolehkan, namun, bila dalam transaksi hutang piutang yang dilakukan terdapat unsur yang diharamkan oleh syariat, semisal ‘riba’, maka hukumnya berubah menjadi ‘haram’. Riba dalam transaksi hutang piutang terjadi bila dalam transaksi tersebut mendatangkan manfaat, semisal ‘bunga’ atau bentuk manfaat yang lainnya.

Dalam sebuah atsar disebutkan,

عَنْ فَضَالَّةَ بْنِ عُبَيْدٍ صَاحِبِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ : كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ وَجْهٌ مِنْ وُجُوهِ الرِّبَا.

Dari Fudhalah bin Ubaid, seorang sahabat Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bahwasanya ia berkata, ‘Setiap transaksi hutang piutang yang menarik sebuah kemanfaatan maka hal tersebut merupakan satu bentuk dari bentuk-bentuk riba. (HR. al-Baihaqi, di dalam as-Sunan al-Kubra, no. 11252)

 

Kelima, Telah dimaklumi bahwa dalam transaksi hutang piutang (meminjam uang) di Bank (konfensional) terdapat unsur riba’, yaitu berupa ‘bunga’ (yang bervariatif), seseorang pinjam uang sebesar Rp.100.000.000,-misalkan, dikenakan bunga sekian persen (misalkan, 10%,). Jadi, pada saat ia harus melunasi hutangnya, maka ia diharuskan mengembalikan hutangnya sebanyak utang pokoknya, yaitu Rp. 100.000.000, ditambah dengan bunganya 10%, yaitu, Rp. 10.000.000,-. Sehingga totalnya adalah Rp. 110.000.000,- (Total utang yang harus dibayarkan, Rp. 100.000.000 + Rp. 10.000.000 = 110.000.000).

Transaksi seperti ini haram karena ada unsur ribanya, yaitu, tambahan atas pokok hutang yang harus dibayarkan.

Oleh karenanya, kami nasehatkan agar Anda tidak mengambil langkah ini, yakni, berhutang ke Bank untuk memenuhi kebutuhan Anda sekeluarga berupa membeli atau membangun rumah sebagai tempat tinggal Anda sekeluarga.

 

Keenam, Melalui media ini pula kami nasehatkan kepada diri kami sendiri dan Anda, serta kaum Muslimin pada umumnya, hendaknya kita bertakwa kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى. dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup kita, sebagaimana yang dinasehatkan oleh Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-dalam sabdanya,

أَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوْا اللهَ وَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ . فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوْتَ حَتَّى تَسْتَوْفِيَ رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا . فَاتَّقُوْا اللهَ وَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ . خُذُوْا مَاحَلَّ وَدَعُوْا مَا حَرُمَ

Wahai sekalian manusia ! Bertakwalah kalian kepada Allah dan perbaguslah upaya kalian dalam mencari rizki (untuk memenuhi kebutuhan hidup kalian), karena sesungguhnya suatu jiwa tak akan mati sebelum mengenyam jatah rizkinya secara sempurna meskipun terlambat datangnya. Maka, bertakwalah kalian kepada Allah dan perbaguslah upaya kalian dalam mencari rizki (untuk memenuhi kebutuhan hidup kalian). Ambillah yang telah dihalalkan dan tinggalkannya yang telah diharamkan (HR. Ibnu Majah)

Dan, salah satu hal yang diharamkan oleh Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- yang harus ditinggalkan dan dijauhi adalah riba. Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda,

اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ

Jauhilah oleh kalian tujuh dosa yang membinasakan.’ Mereka (para sahabat) bertanya, ‘Wahai Rasulullah ! Apa saja itu ?’ Beliau menjawab,’Menyekutukan Allah, sihir, membunuh nyawa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang dibenarkan, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri saat perang, menuduh zina wanita-wanita meredeka, lalai dari berbuat maksiat lagi beriman (HR. al-Bukhari dan Muslim)

 

Ketujuh, Adapun terkait dengan pernyataan istri Anda sebagaimana disebutkan dalam pertanyaan, maka bersabarlah, boleh jadi pernyataan semacam itu menyakitkan dan menorehkan luka di hati dan perasaan Anda, boleh jadi ketidaktahuan dirinyalah tentang hukum masalah ini sehingga ia mengucapkan kata-kata semacam itu. Meskipun demikian, mudah-mudah hal tersebut tidak menghalangi diri Anda untuk terus mempergauli istri Anda dengan baik, memberikan pemaafan kepadanya, dan Anda pun terus bersungguh-sungguh melakukan upaya yang halal untuk dapat membeli atau membangun rumah Anda sebagai tempat tinggal nantinya untuk Anda beserta keluarga Anda, anak-anak dan istri Anda.

Terakhir,

Semoga Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى.memberikan kemudahan kepada Anda dan kita semunya dalam segala urusan kita dan juga memberikan taufk-Nya kepada kita untuk mentaati-Nya dan mentaati Rasul-Nya. Amin

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad, beserta segenap keluarga dan para sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik hingga kiamat tiba.

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: Hisbahtv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *