Berdakwah Dengan Ilmu

Dakwah adalah jalan mulia, jalannya para Nabi dan Rasul. Membimbing umat agar mengenal agama Allah Ta’ala, dari perintah dan larangan-Nya. Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Katakanlah (Hai Muhammad): ‘Inilah jalanku: aku dan orang-orang yang mengikutiku berdakwah (mengajak kamu)  kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik’”. (QS. Yusuf, 12: 108).

 

Dan tentang keutamaan berdakwah. Nabi juga bersabda:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا، وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنْ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا.( رواه مسلم )

“Barangsiapa yang menyeru kepada sebuah petunjuk maka baginya pahala seperti pahala-pahala orang-orang yang mengikutinya, hal tersebut tidak mengurangi akan pahala-pahala mereka sedikitpun dan barangsiapa yang menyeru kepada sebuah kesesatan maka atasnya dosa  seperti dosa-dosa yang mengikutinya, hal tersebut tidak mengurangi dari dosa-dosa mereka sedikitpun.”(HR Muslim)

Maka, dengan kemulian-kemulian yang begitu besar ini, sepantasnya seorang Da’i juga memberikan yang terbaik, yaitu dengan cara berilmu dalam setiap hal yang dia sampaikan kepada umat. Karena jika keliru, itu juga menjadi tanggung jawabnya kelak di akhirat. Sebagaimana Syaikh Muhammad bin Salih Al ‘Utsaimin juga mengatakan:

ومما يجب على الداعية أن يكون بصيرًا بما يدعو إليه، فلا يتكلم إلاَّ بما يعلم أنه الحق، أو بما يغلب على ظنه أنه الحق، إذا كان هذا الشيء الذي يدعو إليه مما يسوغ فيه الظن، أما أن يدعو بجهل؛ فإنه يهدم أكثر مما يبني، مع أنه آثم إثمًا كبيرًا، يقول الله ـ سبحانه وتعالى ـ: {وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولـئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً مَسْؤُولاً} [الإسراء: 36]. (تعاون الدعاة وأثره في المجتمع)

“Dan di antara hal yang wajib atas seorang Da’i adalah memahami hal apa yang didakwahkannya. Maka tidaklah dia berbicara kecuali pada apa yang dia tahu itu benar, atau pada apa yang kuat sangkanya bahwa itu benar. Adapun jika pada hal yang di ragukannya, apalagi yang dia tidak ketahui, maka sungguh yang dia lakukan lebih banyak merusaknya ketimbang kebaikannya. Dan itu adalah dosa besar, sebagaiman firman Allah Ta’ala:

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesunggunya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu  akan diminta pertanggungjawabannya”. (QS Al Isra’: 36)

Sehingga di medan dakwah, tidak menyeru kapada yang bukan ma’ruf, atau melarang dari yang mungkar. Karena banyak hal-hal yang diamalkan oleh kaum muslimin yang termasuk ke dalam ranah ikhtilaf ulama. Seperti hal-hal yang mubah dari adat dan kebiasaan, dan yang tidak wajib dari ibadah. Sehingga menempatkan setiap permasalahan dalam porsinya masing-masing. Sehingga tidak menimbulkan permasalah sosial yang baru di masyarakat.

Berkata Syaikh Muhammad Al Amin Assyinqithy Rahimahullah:

“يشترط في جواز الأمر بالمعروف أن لا يؤدي إلى مفسدة أعظم من ذلك المنكر”

أضواء البيان (ج1/ص464)

“Dan disyaratkan untuk dibolehkannya Ama Ma’ruf yaitu tidak mengakibatkan kerusakan yang lebih besar dari kemungkaran yang terjadi itu. (Adhwaul Bayan 1/464)

 

Terakhir, semoga Allah Ta’ala menjadikan kita da’i-da’I yang menyeru ke pintu surga dan membalas amal usaha kita dengan surga terbaik-Nya.

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: HisbahTv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *