عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ جَاءَتْنِى مِسْكِينَةٌ تَحْمِلُ ابْنَتَيْنِ لَهَا فَأَطْعَمْتُهَا ثَلاَثَ تَمَرَاتٍ فَأَعْطَتْ كُلَّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا تَمْرَةً وَرَفَعَتْ إِلَى فِيهَا تَمْرَةً لِتَأْكُلَهَا فَاسْتَطْعَمَتْهَا ابْنَتَاهَا فَشَقَّتِ التَّمْرَةَ الَّتِى كَانَتْ تُرِيدُ أَنْ تَأْكُلَهَا بَيْنَهُمَا فَأَعْجَبَنِى شَأْنُهَا فَذَكَرْتُ الَّذِى صَنَعَتْ لِرَسُولِ اللَّهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- فَقَالَ « إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَوْجَبَ لَهَا بِهَا الْجَنَّةَ أَوْ أَعْتَقَهَا بِهَا مِنَ النَّارِ ».
Dari Aisyah –رَضِيَ اللهُ عَنْهاُ-bahwa ia berkata :
“Telah datang kepadaku seorang perempuan miskin dengan membawa dua anak perempuannya. Aku memberinya tiga buah kurma. Maka ia memberi setiap anaknya satu buah korma dan satunya lagi hendak ia masukkan ke mulutnya untuk dimakan. Tetapi dua anaknya meminta makan lagi. Ia pun membagi korma yang hendak dimakan tadi kepada keduanya. Peristiwa itu menakjubkanku, maka aku ceritakan hal itu kepada Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-. beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan baginya untuk masuk Surga atau memerdekakannya dari api neraka.”
Dalam riwayat lain :
“Barang siapa diuji dengan anak-anak perempuan lalu ia berbuat baik kepada mereka maka mereka menjadi penghalang dari api neraka.”
(HR. Bukhari 3/283, 10/10/426, Muslim (2630), (2629) dan Muslim meriwayatkan sendirian dalam riwayat pertama)
Beberapa faedah dari hadis :
1-Keterangan bahwa ‘Aisyah –رَضِيَ اللهُ عَنْهاُ- seorang yang suka berbuat kebaikan dan penyayang kepada manusia. Dalam sebagian riwayat disebutkan bahwa ia tidak punya apa-apa kecuali yang ia berikan kepada wanita miskin tadi. Dan inilah yang masyhur tentangnya. Yang semisal dengan itu, pernah suatu ketika Mu’awiyah mengiriminya uang seratus ribu dirham dan tidaklah memasuki waktu sore kecuali semuanya itu telah ia bagikan kepada orang-orang miskin dan yang membutuhkan. [1]
Hadis ini menjelaskan keutamaan berbuat baik kepada anak-anak, khususnya anak perempuan. Karena sebagian orang ada yang merasa kecewa jika diberi anak perempuan saja. Oleh karenanya Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-telah mencela orang-orang Jahiliyah yang benci dengan lahirnya anak perempuan.
Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,
وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالْأُنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ (58) يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ (59) [النحل : 58 ، 59]
“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburnya ke dalam tanah (hidup-hidup). Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.”
(QS. An-Nahl : 58-59).
Watsilah bin Asqa’ berkata :
“Sesungguhnya termasuk di antara keberuntungan dari seorang wanita yakni keberkahan dan kebahagiaan adalah dengan melahirkan anak perempuan lebih dahulu sebelum lelaki, hal ini karena Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,
يَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ الذُّكُورَ [الشورى : 49]
“Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki.”
(QS. Asy-Syuura : 49)
Ia dimulai dengan anak anak perempuan.
Di antara kisah menarik dalam bab ini yaitu :
bahwa ada seorang pemimpin Arab yang dijuluki Abu Hamzah. Ia menikah dengan seorang perempuan dan berharap agar diberi anak lelaki. Tetapi istrinya melahirkan anak perempuan. Maka ia pun meninggalkan rumahnya kerena besarnya amarah disebabkan lahirnya anak perempuan. Sehingga ia tinggal di rumah lain. Setelah beberapa tahun ia lewat di depan rumah istrinya dan mendengarkannya mencandai anaknya dengan bait-bait syair.
Istrinya berkata :
Mengapa Abu Hamzah tidak datang kepada kita, ia justru tinggal di rumah yang bukan milik kita.
Karena marah kami tidak melahirkan anak lelaki
Padahal urusan ini tidak tergantung kepada kemauan kita
Kita hanya bisa mengambil apa yang diberikan kepada kita dan kami adalah seperti bumi bagi petani.
Menumbuhkan apa yang telah ditanamnya pada kami.
Tidaklah Abu Hamzah mendengar bait-bait syair tadi sehingga muncul naluri kebapakannya, lalu ia masuk ke rumah dan mencium istri serta anaknya [2]
Di antara yang membuat para bapak dan ibu lebih mengutamakan anak lelaki dibanding anak perempuan adalah keyakinan mereka bahwa anak lelaki lebih bermanfaat dibanding anak perempuan. Padahal hal itu tidak mesti demikian. Boleh jadi kadang seorang anak perempuan lebih berbakti kepada orang tua dibanding anak lelaki, lebih penyayang dan lebih lembut kepada orang tuanya.
Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,
آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا [النساء : 11]
“(Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu.”
(QS. An-Nisaa : 11)
2-Orang-orang Arab sebelum Islam tidak menunaikan hak-hak anak perempuan, maka Islam mengembalikan hak-hak mereka. Bahkan memberi dorongan untuk mengasuhnya dan memuliakannya.
Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda,
“Barangsiapa menanggung dua anak perempuan sampai ia baligh, ia akan datang pada hari Kiamat saya dan dia.” Beliau mendekatkan jemarinya.” (HR. Muslim) [3]
Alangkah bagusnya perkataan Shahib bin Abbad yang mensifati anak perempuan :
“Selamat datang kepada wanita yang berakal, ibunya anak-anak, pembuat tali pernikahan anak-anak yang suci dan pemberi kabar gembira dengan saudara-saudara yang akrab dan anak-anak cerdas yang saling berdatangan.”
Sekiranya wanita seperti apa yang kami sebutkan tadi, tentu wanita akan lebih utama dibanding lelaki.
Tidaklah ta’nits (alamat wanita) bagi matahari sebagai aib dan tidaklah tanda lelaki bagi bulan sabit satu kebanggaan.
3-Di antara tanda kesempurnaan dalam berbuat baik kepada anak perempuan adalah bersemangat untuk mendidik mereka, menjaganya agar menjadi wanita suci dan menjaga diri dan memilihkan suami yang shalih untuk mereka. Barangsiapa di antara orang tua yang mengerjakan hal yang demikian itu maka selamat baginya dengan pahala yang dijanjikan atas perbuatannya tadi, dijauhkan dari neraka dan dimasukkan Surga.
Wallahu A’lam
Amar Abdullah bin Syakir
Sumber :
Latha-if Wa Fawaid Min al-Hayati az-Zaujiyah Fii Baiti an-Nubuwwah, Khalid bin Abdurrahman Asy-Syaayi’, ei, hal. 68-73.
Catatan :
[1] Siyaru A’lami Nubala, 2/186
[2] Al-Bayan Wa Tabyin (1/286)
[3] Shahih Muslim (2631)
Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: Hisbahtv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor