Berbagai Kesalahan Orang Berpuasa Bagian – 2

Alhamdulillah. Pada bagian pertama tulisan ini, telah disebutkan beberapa kesalahan orang yang berpusa, yaitu,

 

1-Tetap Makan Sahur Sampai Mendengar Lafazh Adzan : Hayya ‘Alash Shalah

2-Makan Sahur Lebih Awal

3-Sengaja Minum Saat Adzan Subuh

 

Berikut ini adalah beberapa kesalahan yang lainnya, yaitu,

 

4-Memajukan Waktu Adzan Subuh

 

Kesalahan lain yang berkaitan dengan puasa adalah adzan Subuh beberapa saat sebelum waktunya yang dilakukan sebagian muadzin. Mereka menganggap bahwa itu merupakan bentuk kehati-hatian dalam beribadah. Perbuatan mereka ini sangat buruk. Mereka tidak berhak mendapatkan citra baik yang diberikan oleh Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- kepada muadzin, dengan sabda beliau,

اَلْمُؤَذِّنُ مُؤْتَمَنٌ

“Muadzin itu dipercaya.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi dari Abu Hurairah-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-)



 

Al-Hafizh Ibnu Hajar-رَحِمَهُ اللهُ-mengatakan, “Di antara bid’ah munkar yang diada-adakan pada zaman sekarang adalah mengumandangkan adzan kedua sebelum terbit fajar sekitar 1/3 jam dalam bulan Ramadhan. Demikian juga, mematikan lampu-lampu sebagai tanda larangan makan dan minum bagi siapa saja yang ingin berpuasa. Orang yang mengadakan bid’ah itu mengklaim bahwa itu untuk kehati-hatian dalam beribadah, dan hanya segelintir orang yang tahu hal itu. Perbuatan itu telah menyeret mereka untuk tidak mengumandangkan adzan kecuali beberapa menit setelah matahari terbenam untuk memantapkan waktu. Dengan keyakinan itu, mereka telah mengakhirkan buka puasa dan menyegerakan makan sahur. Mereka telah menyelisihi sunnah. Karena itu, kebaikan mereka hanya sedikit, sedangkan keburukan mereka bertambah banyak. Hanya kepada Allah kita meminta pertolongan.’ [1]

 

Disamping menyelisihi sunnah, memajukan waktu adzan juga menyebabkan seorang muslim terhalang untuk makan yang pada dasarnya itu masih dibolehkan oleh Allah baginya. Akibatnya, shalat sunnah qabliyah dikerjakan sebelum waktunya.

 

5- Merasa berdosa karena lupa Makan dan Minum Saat Berpuasa

 

Sebagian orang terkadang merasa berdosa sekali bila mengingat dirinya telah makan atau minum saat puasa karena faktor lupa. Ia bahkan merasa ragu terhadap keabsahan puasanya. Untuk masalah seperti ini dan semisalnya, perlu dikatakan, bahwa tidak ada dosa seberat biji sawi pun, dan puasa tersebut tetap sah, insya Allah. Hendaklah puasa tersebut tetap disempurnakan. Inilah perdapat yang benar. Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda,

إِذَا نَسِيَ فَأَكَلَ وَشَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللَّهُ وسَقَاهُ

 

“Bila salah seorang dari kalian lupa, sehingga ia pun makan dan minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya. Allah telah memberinya makan dan minum.” (HR. al-Bukhari) [2]   

 

Dalam hal ini, tidak ada bedanya apakah makanan dan minuman itu sedikit atau banyak.

 

Al-Hafizh Ibnu Hajar-رَحِمَهُ اللهُ-mengatakan, “Hadis tersebut mengandung makna kelembutan Allah kepada para hamba-Nya dan bentuk kemudahan bagi mereka, serta diangkatnya kesukaran dan kesempitan dari mereka.” [3]

Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin -رَحِمَهُ اللهُ-ketika menjawab pertanyaan terkait masalah ini mengatakan, ‘Siapa saja yang makan atau minum saat berpuasa karena lupa, maka puasanya tetap sah. Akan tetapi, bila ia teringat, maka ia harus berhenti dan mengeluarkan makanan atau minuman yang ada di mulutnya.

 

Adapun, dalil sempurnanya puasa tapi sudah terlanjur makan karena lupa adalah hadis shahih yang disabakan oleh Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- dan diriwayatkan Abu Hurairah-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- :  “Bila salah seorang dari kalian lupa, sehingga ia pun makan dan minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya. Allah telah memberinya makan dan minum.” (HR. Muslim)

 

Karena, lupa itu tidak menyebabkan seseorang dihukum karena mengerjakan perbuatan terlarang. Ini berdasarkan firman Allah yang menyebutkan orang yang meminta ampun akibat lupa,

 

رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا [البقرة : 286]

 



Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami khilaf.” (al-Baqarah : 286)

Allah pun menjawab, ‘Telah Aku ampuni.”

 

6-Tidak mengingatkan Orang lain yang Makan dan Minum karena lupa

 

Kesalahan lain yang berkaitan dengan puasa adalah sebagian orang membiarkan orang lain makan dan minum karena lupa hingga ia menyelesaikannya. Orang yang mengetahui hal itu beranggapan bila orang yang lupa itu diingatkan, maka ia akan terhalang mendapatkan rezeki dari Allah. Orang tersebut tidak sadar kalau sikapnya itu merupakan sebuah kemunkaran dan menyetujui kemungkaran dengan kebodohannya itu.

 

Di sini, kami akan menyampaikan fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazz yang berkaitan dengan permasalahan ini. Ada orang yang bertanya, “Sebagian orang mengatakan, ‘Bila Anda melihat seorang muslim berpuasa, lalu makan atau minum pada siang hari bulan Ramadhan karena lupa, maka Anda tidak semestinya mengingatkannya. Sebab, Allah telah memberinya makan dan minum sebagaimana disebutkan dalam hadis. Apakah tindakan ini benar ? Berilah kami fatwa, semoga Anda dibalas pahala.”

 

Syaikh Ibnu Baz menjawab, “Siapa pun yang melihat orang berpuasa yang minum atau makan, atau menelan apa saja pada siang hari bulan Ramadhan, maka ia wajib mengingkarinya. Sebab, memperlihatkan makan dan minum pada siang hari bulan puasa adalah bentuk kemungkaran, meskipun pelakunya mempunyai alasan dalam perkara itu. Tujuannya, agar orang-orang tidak akan berani terang-terangan melanggar larangan Allah, dengan makan dan minum pada siang hari bulan puasa dengan alasan lupa.

Bila pelakunya memang jujur dalam hal klaim kelupaannya itu, maka ia tidak mengganti (mengqodha’) puasanya itu. Hal ini berdasarkan sabda Nabi –ضَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -, “Bila salah seorang dari kalian lupa, sehigga ia pun makan dan minum, maka hendaknya ia menyempurnakan puasanya. Allah telah memberinya makan dan minum.” (Muttafaq ‘Alaih)   

 

Pun demikian dengan musafir (orang yang tengah dalam perjalanan jauh), ia tidak boleh menampakkan makan dan minumnya di hadapan orang-orang yang tidak bepergian karena mereka tidak mengetahui statusnya. Ia harus mencari tempat tertutup supaya tidak dituduh melanggar larangan Allah, juga agar orang lain tidak berani berbuat serupa.

 

Orang-orang kafir juga sama, mereka dilarang memperlihatkan makan, minum dan semisalnya di hadapan kaum muslimin. Celah penyepelean ini harus ditutup rapat. Sebab, mereka dilarang menampakkan syi’ar agama mereka yang batil di hadapan kaum Muslimin. Hanya Allah sebagai pelindung dan pemberi taufiq. [4]

 

Kami sampaikan juga fatwa Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin terkait masalah ini. Syaikh Utsaimin pernah ditanya tentang hukum makan dan minum karena lupa, apakah orang yang melihat pelakunya wajib mengingatkan puasanya ?

 



Beliau menjawab, “Siapa saja yang makan atau minum saat berpuasa karena lupa, maka puasanya tetap sah. Akan tetapi, bila ia teringat, maka ia harus berhenti dan mengeluarkan makanan atau minuman yang ada di mulutnya. Adapun dalil yang menunjukkan kesempurnaan puasa karena lupa makan adalah hadis shahih yang disabdakan Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-dan diriwayatkan Abu Hurairah-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-, ‘Barangsiapa terlupa sedang ia berpuasa sehingga terlanjur makan dan minum, maka hendaklah ia menyempurnkan puasanya. Allah telah memberinya makan dan minum.’ (HR. Muslim)

 

Karena, lupa itu tidak menyebabkan seseorang dihukum karena mengerjakan perbuatan terlarang. Ini berdasarkan firman Allah yang menyebutkan orang yang meminta ampun akibat lupa, ‘Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami khilaf.” (al-Baqarah : 286). Allah pun menjawab, ‘Telah Aku ampuni.’

 

Adapun orang yang melihat orang makan dan minum saat berpuasa karena lupa, maka ia wajib mengingatkannya. Karena, ini termasuk mengubah kemungkaran. Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda,

 

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ

 

Barangsiapa di antara kalian melihat kemunkaran, maka hendaklah ia  mengubah dengan tangannya. Bila tidak mampu, maka hendaklah mengubah dengan lisannya. Bila tidak mampu, maka dengan hatinya.” (HR. Muslim)

 

Tidak diragukan lagi bahwa tindakan makan dan minum yang dilakukan oleh orang yang berpuasa adalah bentuk kemunkaran. Akan tetapi, pelakunya dimaafkan bila dalam kondisi lupa karena memang tidak ada sangsi hukuman baginya. Adapun, orang yang melihat perbuatan itu, maka tidak ada alasan baginya untuk tidak mengingkarinya.’ [5]

 

Berkaitan dengan masalah ini, Syaikh Ibnu Jibrin mengatakan, ‘Ada sebagian orang yang mengatakan, ‘Kami tidak akan mengingatkan orang yang lupa. Kami tidak akan menghentikan rezeki makanan dan minuman yang dikaruniakan oleh Allah kepadanya.’ Yang benar, orang yang melihat hendaknya mengingatkannya, karena itu wajib hukumnya dan termasuk bentuk amar makruf nahi munkar. Hal yang sama juga berlaku, ketika seseorang melakukan sesuatu yang bisa membatalkan puasa selain makan dan minum karena dianalogikan dengan kedua hal tersebut.” [6]

 

Wallahu A’lam

 

Amar Abdullah bin Syakir

 

Sumber :

Mukhalafat Ramadhan, Abdul Aziz bin Muhammad As-Sadhan, ei, hal. 47-52

 

Catatan :

[1] Fathul Bari, 4/199.

[2] Ibid, 4/155

[3] Ibid, 4/158

[4] Majalah Ad-Da’wah. Edisi : 1186, 30 Sya’ban 1409 H.

[5] Fatawash Shiyam, karya Syaikh Ibnu Jibrin dan Syaikh Ibnu Utsaimin, hal. 27-28

[6] Dinukil dari penjelasan Syaikh Jibrin dalam ulasan singkat tentang buku Manarus Sabil pada 10 Rabi’ul Awal 1406 H.

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: Hisbahtv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *