Mengajak dengan lemah lembut adalah salah satu cara para nabi dalam berdakwah, cara ini selalu menjadi cara pertama mereka dalam berdakwah, jika kaumnya tidak merespon positif, barulah mereka menggunakan berbagai cara untuk menyampaikan dakwah.
Bahkan ketika Allah mengutus Nabi Musa kepada orang yang paling kufur yaitu Fir’aun yang mengaku dirinya sebagai tuhan, Allah memerintah beliau untuk menggunakan kata-kata yang lembut, Allah berfirman:
اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى. فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
“Pergilah kamu berdua kepada Fir´aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (QS. Thaha: 43-44)
Tabiat manusia cenderung menerima jika diperlakukan dengan lembut, sebaliknya ia akan menolak jika diperlakukan dengan kasar dan tanpa etika. Tekadang seseorang tahu bahwa apa yang disampaikan kepadanya adalah benar, dan ajakan yang ditujukan kepadanya adalah demi kebaikannya, namun ia berat untuk menerimanya lantaran terhalangi oleh rasa marah dan kesal jika ajakan tersebut disampaikan dengan aksar dan keras. Inilah hal yang perlu diperhatikan oleh setiap dai.
Dalam berdakwah dan mengajari para sahabat, Nabi senantiasa menggunakan cara lemah lembut, banyak sekali contoh lemah lembut Nabi dalam berdakwah.
Dari Muawiyah bin Al-Hakam –radhiyallahu ‘anhu– berkata, “Disaat saya shalat (menjadi makmum-red) bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dikala itu ada salah seorang jamaah yang bersin, maka aku menjawabnya, “Yarhamukallah” sehingga beberapa orang melirik kepadaku, akupun berkata, “Kenapa kalian menatapku?” merekapun memukulkan tangan-tangan mereka ke paha-paha mereka, ketika aku melihat mereka menyuruhku diam, maka akupun diam. Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selesai shalat, maka -ayah dan ibuku sebagai tebusannya- saya tidak pernah melihat seorang guru sebelumnya atau setelahnya yg lebih baik caranya dalam mengajari daripada beliau, demi Allah beliau tidak menghardikku, atau memukulku, ataupun mencelaku, beliau bersabda, “Sesungguhnya shalat ini didalamnya tidak boleh ada perkataan manusia sedikitpun, tetapi perkataan didalamnya hanyalah tasbih, tahmid dan membaca Al-Qur’an.” (HR. Muslim no. 537)
Demikianlah lemah lembut nabi dalam mengajari sahabatnya, sikap lemah lembut ini lebih ditekankan lagi jika yang didakwahi adalah orang yang awam yang sangat sedikit sekali ilmu agamanya, Nabi telah memberikan teladan yang patut kita ikuti tentang tatacara beliau berinteraksi dengan orang awam.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Seorang badui buang air kecil di masjid, sehingga beberapa orang sahabat berdiri untuk melarangnya, maka Nabipun bersabda; “Biarkanlah dia, dan siramlah air kencingnya dengan dengan seember air, karena kalian diutus untuk mempermudah bukan untuk mempersulit.” (HR. Bukhari no. 220)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memeritahkan kaum muslimin secara umum untuk selalu berlemah lembut dalam segala urusan mereka, tetunya seorang da’i dalam lebih utama untuk berlemah lembut. Sayyidah Aisyah meriwayatkan bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
يَا عَائِشَةَ! إِنَّ اللهَ رَفِيْقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ، وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ مَا لاَ يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ، وَمَا لاَ يُعْطِي عَلَى مَا سِوَاهُ
“Wahai Aisyah! Sesungguhnya Allah itu maha lembut, Ia mencintai kelembutan, Ia memberi diatas kelembutan sesuatu yang tidak Ia beri dengan kekasaran, dan tidak pula dengan selainnya.” (HR. Muslim No.2593)
Dalam hadits lain yagn juga diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah Nabi bersabda:
إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُوْنُ فِي شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ، وَلاَ يُنْـَزعُ عَنْ شَيْءٍ إَلاَّ شَانَهُ
“Sesungguhnya kelembutan tidak terdapat pada sesuatu melainkan membuatnya indah, dan tidak dicabut dari sesuatu melainkan membuatnya jelek.” (HR. Muslim No.2594)
Imam Sufyan At-Tsauriy berkata: “Tidaklah pantas seseorang menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran kecuali yang memiliki tiga sifat, yaitu; lembut dalam menyeru dan lembut dalam mencegah, adil dalam menyeru, dan adil dalam mencegah, berilmu tetang yang ia seru dan berilmu tentang yang ia cegah.”
Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Orang-orang membutuhkan sosialisasi dan kelembutan dalam amar ma’ruf nahi munkar dan tanpa kekerasan, kecuali seseorang yang menampakkan kefasikannya (terang-terangan) maka ia tidak layak dihormati.”
Allah berfirman kepada NabiNya:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَا نْفَضُوْا مِنْ حَوْلِكَ
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu…” (QS. Ali-Imran: 159)
Dengan sikap lembutlah penyakit dan penawarnya bisa diketahui, dengannya pula penyakit yang ada pada jiwa orang yang melakukan kemungkaran bisa diobati.
Sumber : Kitab ‘Haqiqatul Amri bil Ma’ruf wan Nahyi ‘Anil Munkar’ karya Dr. Muhammad Al-Ammar. hal 89-94.
Penyusun : Arinal Haq
Artikel : www.hisbah.net
Ikuti update artikel Hisbah.net di Fans Page Hisbah.net
Twitter @hisbahnet, Google+ Hisbahnet