Dari Abu Mas’ud-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-ia berkata, Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- bersabda,
اسْتَوُوا وَلاَ تَخْتَلِفُوا فَتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ
Luruskanlah dan janganlah kalian melenceng, karena hati kalian pun akan melenceng (bercerai-berai)…(HR. Muslim)
***
Kata pertama dari hadis tersebut اسْتَوُوا (luruskanlah) berbentuk kata perintah. Dan kata perintah tersebut pada dasarnya memberikan makna wajib, kecuali kalau ada qarinah (indikator lain) yang menunjukkan bahwa kata perintah itu bukan untuk yang wajib. Namun dalam masalah ini, qarinah-qarinah yang menekankan makna wajibnya cukup banyak. Di antararanya adalah hadis :
أَحْسِنُوْا إِقَامَةَ الصُّفُوْفِ فِي الصَّلَاةِ
Hendaklah kalian memperbagus dalam menegakkan (meluruskan) shaf dalam shalat.
Di antara qarinahnya juga adalah apa yang bisa kita lihat pada hadis itu sendiri, yaitu larangan untuk melenceng dalam shaf. Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-bersabda,
وَلاَ تَخْتَلِفُوا
Janganlah kalian melenceng
Di sini ada qarinah yang menguatkan bahwa kata perintah yang ada sebelumnya bermakna wajib, karena larangan memberikan makna pengharaman, kecuali ada qarinah yang membelokkannya.
Perintah dan larangan telah terhimpun sekaligus dalam hadis ini ; sehingga masing-masing dari perintah dan larangan ini menjadi qarinah yang memberikan makna penegasan satu sama lain.
Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- telah memerintahkan untuk meluruskan shaf dan memperingatkan agar perintahnya itu jangan diabaikan. Karena hal itu akan menggiring pada perselisihan, sebagaimana dalam hadis :
« أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ ». ثَلاَثًا « وَاللَّهِ لَتُقِيمُنَّ صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللَّهُ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ »
Luruskanlah shaf-shaf kalian ! Demi Allah, Kalian benar-benar meluruskan shaf-shaf kalian, atau (kalau tidak-pen) Allah akan membuat perselisihan di antara hati kalian (HR. Abu Dawud)
Dalam satu riwayat,
أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللَّهُ بَيْنَ وُجُوْهِكُمْ
atau (kalau tidak-pen) Allah akan membuat perselisihan di antara wajah kalian (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Huruf fa’ dalam kalimat فَتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ adalah fa’ sababiyah (artinya, kejadian atau peristiwa yang disebutkan sebelum huruf tersebut menjadi sebab dari kejadian yang disebutkan setelahnya). Dengan demikian, maka makna hadis tersebut adalah ketidak beresan atau tidak lurusnya shaf adalah sebab bercerai-berainya hati.
Lalu mengapa ada yang mengatakan bahwa meluruskan shaf dan mempermasalahkannya membuat umat ini terpecah belah ?!
Apakah mereka menyangsikan sabda Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- ini ? Padahal sungguh, Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-telah bersumpah dengan nama Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-buat mereka-dan beliau adalah orang yang benar lagi dibenarkan oleh Allah.
Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-telah menegaskan dengan menggunakan banyak perangkat penegasan dalam nash ini dan juga pada nash lainnya. Di antaranya adalah dengan menggunakan huruf lam juga nun taukid yang bertasydid (huruf nun yang memberi arti penegasan) dalam dua kata yaitu tuqiim dan yukhaalif. Kemudian, Nabi -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- memadukan perangkat penegasan laiannya. Namun meski demikian, mereka melewatkannya begitu saja tanpa digubris.
Jika mereka berijtihad, bagaimana bisa mereka berijtihad dalam masalah-masalah yang sudah ada nashnya ?
Andai saja hal ini berhenti sampai di sini saja, namun ternyata tidak, bahkan ijtihad mereka bertolak belakang dengan pemahaman yang shahih lagi tegas. Sungguh, orang yang paling minim pengetahuannya tentang fikih dan bahasa Arab ; sekiranya ia membaca hadis-hadis mengenai perintah meluruskan shaf itu, pasti ia akan paham bahwa tidak meluruskan shaf itu akan menyebabkan hati menjadi berselisih dan bercerai-berai.
Dari manakah sumber ijtihad yang datang kepada mereka yang menggiring mereka untuk tidak membicarakan masalah meluruskan shaf agar hati mereka menjadi bersatu padu ?
Masalah perselisihan umat ini tidak luput dari benak dan perhatian Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -, bahkan sungguh beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- lebih dahulu mengetahui dan mengenalinya dibandingkan kita. Allah-سُبْحاَنهَ وَتَعَالَى – berfirman,
إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى [النجم : 4]
Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya) (Qs. an-Najm : 4)
Rasul menyebutkan masalah perselisihan dalam banyak nash dengan lafazh yang beragam. Di antaranya :
فَتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ
karena hati kalian pun akan melenceng (bercerai-berai)
أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللَّهُ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ »
atau (kalau tidak-pen) Allah akan membuat perselisihan di antara hati kalian
أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللَّهُ بَيْنَ وُجُوْهِكُمْ »
atau (kalau tidak-pen) Allah akan membuat perselisihan di antara wajah kalian.
Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-sudah tahu perihal perselisihan, sebab-sebabnya dan beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- membenci perselisihan. Meski demikian, beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- tetap memerintah kaum Muslimin agar meluruskan shaf. Ini menunjukkan bahwa meluruskan shaf tidak termasuk sebab perselisihan. Perintah meluruskan shaf ini supaya mereka terbebas dari perdebatan dan pertikaian. Kemudian juga agar mereka terjaga dari perselisihan hati yang timbul akibat dari shaf yang tidak lurus.
Beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-adalah orang yang lebih tahu dari kita tentang kemaslahatan umat ini. Beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- lebih paham daripada kita mengenai mana yang urgen dan mana yang lebih urgen.
Disamping beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- memerintahkan meluruskan shaf, beliau -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- juga memeringatkan dari perselisihan yang timbul akibat tidak meluruskan shaf.
Ini semakin menegaskan bahwa tak mungkin kita bisa menghindar dari perkara meluruskan dan menegakkan shaf, juga tidak mungkin bisa menghindari pembicaraan tentang masalah ini.
Adapun orang yang memandang bahwa solusi yang benar tidak lain adalah dengan menutup mata dari masalah meluruskan shaf dan bahasan-bahasan lain yang semisal dengannya, kemudian mengalihkan perbincangan ke masalah bagaimana memerangi musuh dan menghadapi berbagai bentuk serangan brutal mereka, yang kita pun tidak menganggapnya sepele, maka orang seperti ini tak ubahnya seperti orang yang berpendapat bahwa shalat itu lebih penting daripada puasa dan lain sebagainya. Lalu, berpijak dari anggapan ini, ia mengingkari orang yang berbicara tentang haramnya riba, dengan argumen bahwa orang-orang pada zaman ini telah menyia-nyiakan shalat dan meremehkannya !?
Orang seperti ini jelas salah. Karena kewajiban yang ada itu banyak dan beragam. Dan seorang Muslim dituntut untuk menunaikan kewajiban tersebut sesuai kemampuannya. Kita tidak boleh membenturkan sebagian ajaran agama ini dengan sebagian lainnya. meluruskan akidah itu wajib, jihad di jalan Allah juga wajib, dakwah menuju agama Allah juga wajib, waspada terhadap segala konspirasi musuh juga wajib, memerangi ghibah dan namimah (adu domba) wajib, berbakti kepada dua orang tua juga wajib, dan termasuk meluruskan shaf juga wajib.
Bagaimana mungkin kita bisa berjihad, membela agama ini, sedangkan kita sendiri berpecah belah dan bertikai ?!
Dan, jangan lupa ! Bahwa setan-setan yang menggerakan para penyuara pemikiran yang destruktif (yang merusak) adalah setan-setan atau dari golongan setan yang hidup di celah-celah bengkoknya shaf sehingga ia leluasa membuat perselisihan antara hati kaum Muslimin dan menjauhkannya. Setan ini membuat hati mereka akan senantiasa berada dalam kondisi tidak akur dan jauh dari kata harmonis. Dan juga agar umat ini tidak mampu untuk menghancurkan para penyeru pemikiran-pemikiran busuk dan akidah palsu. Karena setan tahu betul bahwa lurusnya shaf akan menimbulkan keharmonisan hati kaum Muslimin. Bila keharmonisan hati telah tercapai dan kaum Muslimin saling mencintai di antara mereka, maka ini akan bisa memukul mundur dan menaklukan setan dari bangsa manusia maupun dari bangsa jin. Inilah yang membuat mereka harus berpikir panjang dan membuat perhitungan ; dan itulah yang mereka khawatirkan.
Semoga Allah menggerakkan hati kita dan hati kaum Muslimin untuk senantiasa meluruskan shaf dalam shalat yang dengan sebab itu Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى – menyatukan hati-hati ini. Amin
Wallahu A’lam
Sumber :
Majalah as-Sunnah, Edisi 08 Th.1437 H/2015 H, hal. 26-28. Dengan sedikit gubahan.
Amar Abdullah bin Syakir
Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: HisbahTv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor