Beberapa Akhlak Di Rumah

  • Mentradisikan Pergaulan yang Baik (keramahan) di Rumah.

Dari Aisyah radhiyallah ‘anhu ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا أَرَادَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ بِأَهْلِ بَيْتٍ خَيْرًا أَدْخَلَ عَلَيْهِمْ الرِّفْقَ

“Jika Allah ‘Azza Wa Jalla menghendaki kebaikan kepada suatu keluarga maka Ia menganugerahkan atas mereka pergaulan yang baik”. (HR. Ahmad)

Dalam

riwayat lain disebutkan :

إِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ أَهْلَ بَيْتٍ أَدْخَلَ عَلَيْهِمْ الرِّفْقَ

“Sesungguhnya Allah jika mencintai suatu keluarga maka Ia anugerahkan atas mereka pergaulan yang baik”. (HR. Ibnu Abi Dunya dan yang lainnya)

Artinya masing-masing mempergauli yang lain dengan baik. Inilah salah satu sebab kebahagiaan di rumah. Pergaulan yang baik dan keramah-tamahan adalah sangat bermanfaat antara kedua suami isteri, juga dengan anak-anak, yang daripadanya akan melahirkan hasil yang tak mungkin dihasilkan oleh kekerasan. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ مَا لَا تُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ وَمَا لَا يُعْطِى عَلَى سِوَاهُ

“Sesungguhnya Allah mencintai pergaulan yang baik (keramahan), dan Ia memberikan kepada pergaulan yang baik (keramahan) apa yang tidak diberikanNya kepada kekerasan dan apa yang tidak diberikan kepada selainnya”.

 

  • Membantu Keluarga dalam Pekerjaan Rumah.

Banyak lelaki yang enggan melakukan pekerjaan rumah, sebagian mereka berkeyakinan bahwa di antara yang menyebabkan berkurangnya kedudukan dan wibawa laki-laki yaitu ikut bersama anggota keluarga yang lain melakukan pekerjaan mereka.

Adapun Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau menjahit sendiri bajunya, menambal sandalnya dan melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan oleh laki-laki di dalam rumah mereka.

Demikian dikatakan oleh isteri beliau Aisyah radhiyallah ‘anha ketika ia ditanya apa yang dikerjakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam rumahnya. Aisyah radhiyallah ‘anhu menjawab dengan apa yang dilihatnya sendiri.

Dalam riwayat lain disebutkan:

كَانَ بَشَرًا مِنَ الْبَشَرِ يُفْلِي “يُنْقِي ” ثَوْبَهُ وَيَحْلِبُ شَاتَهُ وَيَخْدُمُ نَفْسَهُ

“Ia adalah manusia di antara sekalian manusia, membersihkan bajunya, memerah susu kambingnya dan melayani dirinya”.

Aisyah radhiyallah ‘anhu juga ditanya apa yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam rumahnya. Ia berkata:

كَانَ يَكُوْنُ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ –تَعْنِي خِدْمَةَ أَهْلِهِ-فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلَاةُ خَرَجَ إِلَى الصَّلَاةِ

“Ia ada (bersama) pekerjaan keluarganya -maksudnya membantu keluarganya- dan apabila datang (waktu) shalat ia keluar untuk shalat”.

Jika hal itu kita praktekkan sekarang, berarti kita telah mewujudkan beberapa kemaslahatan:

  • Meneladani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
  • Kita ikut membantu keluarga.
  • Kita merasa rendah hati dan tidak takabbur (sombong).

Sebagian suami meminta kepada isterinya agar menghidangkan makanan dengan segera, sementara periuk masih di atas tungku api, anak kecilnya berteriak ingin disusui, ia tidak menyentuh anak tersebut, juga tidak mau sabar sedikit menunggu makanan. Hendaknya beberapa hadits di atas menjadi pelajaran dan peringatan.

 

  • Menyingkirkan Akhlak Buruk di Rumah.

Salah seorang dari anggota keluarga tidak mungkin bisa lepas dari akhlak buruk dan menyimpang, seperti: dusta, menggunjing, mengadu domba atau yang semacamnya. Akhlak buruk ini harus dilawan dan disingkirkan.

Sebagian orang menyangka bahwa hukuman jasmani adalah satu-satunya jalan keluar untuk mengatasi masalah tersebut. Di bawah ini Aisyah radhiyallah ‘anha meriwayatkan hadits -dalam persoalan tersebut- yang penuh muatan pendidikan :

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اِطَّلَعَ عَلَى أَحَدٍ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ كَذِبَ كَذْبَةً لَمْ يَزَلْ مُعْرِضًا عَنْهُ حَتَّى يُحَدِّثَ تَوْبَةً

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila mengetahui seseorang anggota keluarganya melakukan sekali dusta, beliau terus memalingkan diri daripadanya sehingga ia mengatakan bertaubat.” (Lihat, Musnad al-Imam Ahmad, 6/152)

Dari hadits di atas, jelaslah bahwa memalingkan diri dan hajr (memisah, mendiamkan, meninggalkan) dia dengan tidak mengajaknya bercakap-cakap serta memberikan hukuman yang setimpal – dalam hal ini – adalah lebih berpengaruh daripada hukuman jasmani. Karena itu hendaknya para pendidik di rumah merenungkannya.

 

Wallahu A’lam

 

Sumber :

Arba’una Nashihatan Li-Ishlahi al-Buyut, Muhammad bin Shaleh al-Munajjid, 1/30-31. Dengan ringkasan

 

Amar Abdullah bin Syakir

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: HisbahTv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *