Kita hidup saling berdampingan antar suku dan agama di negeri yang besar ini, dan sejak awal kemerdekaannya semua umat saling menghormati dan menghargai satu sama lain dengan batasan-batasannya.
Negara sendiri memiliki Kementerian Agama, yang mengurus hal-hal yang terkait setiap agama dan pemeluknya, semua mendapatkan hak yang adil.
Dan khususnya Islam sebagai agama terbesar di Indonesia, memiliki Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai panutan dalam beragama, maka umat Islam selayaknya mendengarkan fatwa-fatwa Ulama yang berkaitan dengan cara berkehidupan dan beragama mereka.
Di antara permasalahan yang terus berulang setiap tahunnya adalah pertanyaan mengenai cara bersikap yang benar secara Islam terhadap perayaan agama selain Islam di Indonesia.
Dan untuk permasalahan ini terdapat dua kubu yang berlebihan dan bertolak belakangan:
Pertama: Mereka yang ekstrim sehingga melakukan perusakan dan kerusuhan bahkan pembunuhan terhadap umat lain pada perayaan mereka, dan Islam berlepas diri dari tindakan terorisme mereka tersebut.
Kedua: Golongan yang liberalis, yang mencampur-adukkan masalah akidah sehingga mereka membolehkan bahkan menyeru agar umat Islam ikut merayakan perayaan umat lain, dalam rangka toleransi menurut mereka, dan ini juga sebuah kekeliruan.
Jadi, bagaimana sikap yang benar dalam bertoleransi? MUI telah mengeluarkan fatwa terkait permasalahan ini, yaitu FATWA MUI TAHUN 1981 TENTANG PERAYAAN NATAL BERSAMA. yang mana, di antara isinya:
“Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia, setelah:
Memperhatikan:
- Perayaan Natal Bersama pada akhir-akhir ini disalahartikan oleh sebagian umat Islam dan disangka dengan umat Islam merayakan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW.
- Karena salah pengertian tersebut ada sebagian orang Islam yang ikut dalam perayaan Natal dan duduk dalam kepanitiaan natal.
- Perayaan Natal bagi orang-orang kristen merupakan ibadah.
Menimbang:
- Umat Islam perlu mendapat petunjuk yang jelas tentang Perayaan Natal Bersama.
- Umat Islam agar tidak mencampuradukkan aqidah dan ibadahnya dengan aqidah dan ibadah agama lain.
- Umat Islam harus berusaha untuk menambah Iman dan Taqwanya kepada Allah Swt.
- Tanpa mengurangi usaha umat Islam dalam Kerukunan Antar Umat Beragama di Indonesia.
MEMUTUSKAN
Memfatwakan:
- Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa AS, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas.
- Mengikuti upacara Natal bersama bagi umat Islam hukumnya haram.
- Agar umat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah Swt dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan Natal.
Dan di antara dalil MUI bahwa umat Islam tidak boleh mencampuradukkan aqidah dan peribadatan agamanya dengan aqidah dan peribadatan agama lain berdasarkan Al-Quran surat al-Kafirun ayat 1-6 :
“Katakanlah: “Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah. Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al-Kafirun [109] : 1-6)
Dan Islam mengajarkan kepada umatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan dari larangan Allah Ta’ala serta untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan, berdasarkan atas Kaidah Ushul Fikih:
“Menolak kerusakan-kerusakan itu di dahulukan daripada menarik kemaslahatan-kemaslahatan (jika tidak demikian sangat mungkin mafasidnya (kerusakan) yang diperoleh, sedangkan masholihnya (kebaikan) tidak dihasilkan).”
Demikian isi fatwa MUI terkait permasalahan di atas.
Maka, toleransi sudah cukup terlaksana karena ibadah mereka sudah dijamin keamanannya oleh Negara dan diijinkan, serta sudah sangat dihormati tanpa perlu umat Islam ikut serta dalam upacara perayaannya.
Semoga Allah Ta’ala senantiasa menjaga negeri ini dan memberkahinya serta menaunginya dengan taufik dan hidayah-Nya.
Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: Hisbahtv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor