Batasan Aurat Wanita Dalam Shalat

  1. Jika seorang wanita melaksanakan shalat bersama kaum lelaki yang bukan mahromnya, maka ia harus menutup seluruh tubuhnya kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Demikian menurut pendapat Jumhur ulama (Lihat Majmu’ Fatawa, 22/113-120)
  2. Jika ada bagian yang terlihat –padahal bagian itu wajib ditutup- ketika ia berjama’ah dengan orang yang bukan mahramnya, maka ia berdosa, namun hal itu tidak membatalkan shalatnya-menurut pendapat yang benar di kalangan para ulama-. Jadi, tidak ada dalil yang menyatakan bahwa shalatnya menjadi batal karenanya.
  3. Jika seorang wanita shalat sendirian atau bersama suami atau mahromnya, maka ia boleh membuka wajah dan kedua telapak tangannya ketika shalat. Demikian pendapat mayoritas ulama.

Adapun tentang rambut wanita ketika ia mengerjakan shalat, maka Nabi ﷺ bersabda

لَا يَقْبَلُ اللهُ صَلَاةَ حَائِضٍ إِلَّا بِخِمَارٍ

Allah tidak menerima shalat wanita yang telah haidh (yang sudah baligh) kecuali jika ia memakai penutup kepala (kerudung) (HR. Abu Dawud, no. 641, at-Tirmidzi, no. 377 dan lain-lain. Beberapa ulama menganggap hadis ini memiliki cacat. Lihat juga Jami’ Ahkamin Nisa‘, 1/310)

Walaupun derajat hadis ini dha’if (lemah), namun at-Tirmidzi mengatakan, “(Hadis ini) boleh diamalkan menurut para ulama; apabila sebagian rambut seorang wanita terbuka ketika melaksanakan shalat, maka shalatnya tidak sah. Ini pula yang menjadi pendapat imam asy- Syafi’i, ia mengatakan, ‘Shalat seorang wanita dinyatakan batal jika sebagian dari badannya terbuka/terlihat”.

Namun jika rambut atau badan wanita hanya tersingkap sedikit ketika melaksanakan shalat, maka shalatnya tetap sah, dan ia tidak perlu mengulangnya -menurut pendapat mayoritas ulama-. Inilah yang menjadi madzhab Abu Hanifah dan Ahmad. Shalat yang harus diulang adalah jika rambut atau bagian badan yang terbuka/terlihat itu banyak atau lebar. Demikian menurut pendapat mayoritas ulama termasuk imam yang empat dan lainnya (Majmu’ Fatawa, 22/123. Lihat al-Mughniy, karya Ibnu Qudamah, 1/601).

 

Kaki Wanita Dalam Shalat

Diriwayatkan dalam hadis Ummu Salamah, bahwa ia pernah bertanya kepada Nabi ﷺ “Apakah seorang wanita melaksanakan shalat dengan mengenakan baju kurung dan kerudung tanpa memakai sarung ? ” Maka beliau menjawab :

“Jika baju kurung berbentuk panjang (lebar) sehingga menutupi punggung dua telapak kakinya (maka ia boleh shalat dengannya).” (HR. Abu Dawud, no. 640, al-Baihaqi, 2/232, dengan sanad yang dhaif (lemah) mauquf dan marfu)

Akan tetapi hadis ini dhaif (lemah).

Imam asy-Syafi’i berkata di dalam kitab al-Umm (1/77), “Setiap bagian tubuh wanita adalah aurat –yakni ketika melaksanakan shalat- kecuali wajah, telapak tangan dan punggung telapak kakinya.”

At-Tirmidzi menukil darinya, “Jika punggung telapak kakinya terbuka, maka shalatnya tetap sah.” Dan ini merupakan pendapat Abu Hanifah, seperti yang dinukil oleh Ibnu Taimiyah dalam kitab al-Fatawa (22/123).

Malik dan Ahmad berpendapat bahwa seluruh bagian tubuh wanita adalah aurat, akan tetapi Ahmad mengatakan bahwa ketika wanita shalat tidak ada satu pun anggota tubuhnya yang boleh terlihat. Tidak juga kuku dan yang lainnya.

Saya katakan, “Pendapat yang paling benar adalah dibolehkan melaksanakan shalat dengan punggung telapak kaki terbuka selama tidak ada orang lain yang bukan mahromnya. Meskipun lebih utama adalah menutupnya. Wallahu A’lam

  1. Wanita disunnahkan melaksanakan shalat dengan kain yang menutupi seluruh tubuhnya, dan akan lebih baik jika ada kain yang berlebih agar tubuhnya lebih tertutup.

Oleh karena itu, Imam asy-Syafi’i berkata, “Mayoritas ulama berpendapat bahwa shalat wanita yang hanya mengenakan dir’u (baju kurung) dan khimar (kerudung) adalah sah. Adapun kain yang lebih panjang dari kerudung, maka hal itu lebih baik dan lebih menutup auratnya ketika ia merenggangkan kedua tangan dan rusuknya di saat ruku’ dan sujud (al-Mughni,1/602, al-Muhadzdzab, 3/172, dari Jami’ Ahkamin Nisa (1/335))

  1. Jika wanita yang hendak melaksanakan shalat adalah wanita amatun (bukan wanita merdeka), maka hukumnya sebagaimana wanita merdeka, namun ia boleh melaksanakan shalat dengan kondisi kepala yang rambutnya terbuka menurut kesepakatan ulama, kecuali al-Hasan dan ‘Atha.
  2. Anak kecil yang belum baligh tidak wajib mengenakan kerudung ketika shalat. Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf (3/113) meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Ibnu Juraij, ia berkata, “Aku bertanya kepada ‘Atha, ‘Bagaimana dengan anak kecil yang belum haidh, namun ia ingin melaksanakan shalat? ‘ Ia menjawab, ia cukup mengenakan sarung.

Wallahu A’lam

 

Sumber :

Fiqhu as-Sunnah Li an-Nisa Wa Maa Yajibu An Ta’rifahu Kullu Muslimatin Min Ahkamin, Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim (Ei, Hal.91-92)

Amar Abdullah bin Syakir

Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: HisbahTv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *