Sesungguhnya perbuatan zina termasuk salah satu hasil perbuatan wanita yang bertabarruj dan ikhtilath, maka ketika didapati adanya wanita-wanita yang masih senang bertabarruj dan ikhtilath bersama laki-laki lain maka sudah dapat dipastikan perbuatan zina akan selalu ada, keduanya tak ubah bagai dua tangkai yang tidak bisa dipisahkan.
Perbuatan zina merupakan bentuk kerusakan yang paling besar serta perbuatan keji yang paling berbahaya yang akan menghancurkan masyarakat sebagai hasil dari perbuatan ikhtilath (campur baur laki-laki dan perempuan) serta bertabarruj, mereka mendapat peringatan keras, dan hal itu dikarenakan beberapa sebab, di antaranya adalah:
- Bahwa perbuatan zina apabila sudah menyebar dan dibolehkan maka akan mengakibatkan hilangnya nikah syar’i yang tegak dengan syarat, tanggung jawab serta hak dan kewajiban di antara pasutri, karena mereka mengganti dengan zina dan merasa sudah cukup sebagai ganti dari menikah.
- Dengan berzina secara tidak langsung pelakunya sedang membatasi jumlah keturunan umat manusia, yang berdampak habisnya anak dan keturunan manusia. Karena seorang pezina, keduanya tidak pernah berniat di dalam perbuatannya yang terkutuk tersebut untuk memperoleh anak keturunan, akan tetapi yang mereka inginkan hanyalah untuk menyalurkan syahwatnya dan bersenang-senang saja. Oleh karenanya seorang pelacur akan berusaha dengan segala cara untuk mencegah supaya dirinya tidak bisa hamil.
- Perbuatan zina akan menghadapkan lingkungan pada penyakit kelamin yang akan menyebar dengan cepat.
- Perbuatan zina akan menyebabkan tali silaturahim menjadi terputus serta hilangnya anak keturunan, demikian pula akan menjadikan hubungan antar keluarga serta masyarakat menjadi cerai berai.
- Dengan berzina akan menjadikan seseorang pada akhlak yang buruk, terjatuh ke dalam lembah kenistaan, khianat, dusta, pandir, menipu, serta mengantarkan jiwanya untuk selalu tunduk kepada kekuasaan syahwatnya serta keinginan selalu berbuat zina, sampai kalau sekiranya dirinya melihat ada seorang perempuan yang menawan, maka ia akan berusaha dengan segala upayanya untuk mendapatkan keelokan tubuhnya. Sehingga dengan ini, menjadikan nilai harga diri dan kehormatan hilang di matanya, dirinya terus terjatuh ke dalam lembah kemaksiatan, dan akan mengantarkan adanya permusuhan, pertumpahan darah serta musnahnya rasa aman dan nikmatnya hidup di dunia pada lingkungan dan masyarakat.
- Perbuatan zina akan menelanjangi pelakunya dari rasa malu yang kemudian akan diganti dengan pakaian kehinaan serta kegelapan di wajahnya, dan rasa hina di antara manusia.
- Zina akan merobek-robek hati di dalam kegundahan cinta terhadap seorang perempuan, hatinya terus merasa sakit karena merindukan sosok wanita, dan terpenuhi dengan kesedihan dan kepiluan apabila ia dikhianati dan ditinggalkan, mempersempit keimanan yang ada di dalam hatinya dikarenakan sikap lalainya terhadap Allah dan hukum-hukumn Memusnahkan ketenangan iman yang melekat di dalamnya dikarenakan dosa besar yang dilakukannya, dan Nabi ﷺ pernah menjelaskan bahwa keimanan dua orang yang sedang berzina akan diangkat manakala mereka sedang melakukan perbuatan mesumnya tersebut, beliau bersaba
لَا يَزْنِي الزَّانِي حِيْنَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ
Tidaklah seorang yang sedang berzina dalam keadaan beriman (tatkala ia sedang melakukannya) (HR. Al Bukhari dan Muslim)
- Di antara madharat perbuatan zina yang paling besar adalah hilangnya rasa berdosa di dalam hati pelakunya serta jatuhnya di mata Rabb azza wa jalla dan jatuh harga dirinya di mata manusia.
- Pada dasarnya seorang pezina sedang mengantarkan dirinya kepada azab di dalam tungku api Neraka, yang digambarkan mulut tungku tersebut atasnya sempit akan tetapi bawahnya sangat luas sekali, hal itu sebagaimana yang pernah dilihat Rasulullah di dalam sebuah hadis shahih riwayat imam Al Bukhari, bahwa para pezina akan diazab di dalam sebuah tungku dalam Neraka.
- Bahwasanya akan menyebabkan manusia melihat dengan kaca mata khianat dalam interaksi sosialnya, dirinya merasa tidak aman pada seorang pun atas kehormatan dirinya serta anak-anaknya.
- Bahwa perbuatan zina akan menjadikan seseorang pada perbuatan durhaka kepada orang tuanya, memutus tali persaudaraan, mengais rizki dengan cara yang haram, berbuat zhalim kepada sesama, serta memporak porandakan anak dan keluarga.
- Bahwa pelaku zina telah menyia-nyiakan kesempatan dirinya untuk bisa bersenang-senang bersama bidadari di atas dipan-dipan yang indah di dalam Surga nanti.
- Bahwa perbuatan maksiat ini dikelilingi dengan perbuatan maksiat yang sangat banyak, karena tidak mungkin sempurna perbuatan ini melainkan setelah melewati tahapan-tahapan perbuatan maksiat yang lainnya baik sebelum maupun tatkala sedang melakukannya, semua perbuatan maksiat tersebut merubah kebahagiaannya di dunia dan akhirat.
- Wajibnya menegakkan hukum had bagi pelaku zina, adapun bagi seorang pemuda dan pemudi yang belum menikah maka keduanya diasingkan dari negerinya selama satu tahun penuh, sedangkan bagi pelaku yang sudah menikah maka ia dirajam dengan batu sampai meninggal dunia.
- Menumbuhkan keharaman dan menjadikan orang selalu terjatuh di dalam perbuatan keji ini sampai kiranya seperti sebuah agama yang dipeganginya.
- Pelakunya akan menjadi orang yang bangkrut pada hari Kiamat nanti dari amal amal shaleh yang telah dilakukannya.
- Seorang pezina yang telah berkhianat kepada istri orang lain, maka pada hari Kiamat nanti dia akan diambil kebaikanya lalu diberikan kepada suami yang istrinya telah dizinainya sampai habis seluruh kebaikan yang pernah dilakukannya.
- Seluruh anggota badan akan bersaksi atas dirinya pada hari Kiamat nanti, mulai dari tangan, kaki, kulit, telinga, mata dan lisan, hal itu sebagaimana yang Allah firmankan dalam kitabnya,
يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Pada hari, (ketika) lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. (Qs. An Nur : 24)[1]
Wallahu A’lam
Sumber :
Az Zina Wa Atsaruhu As Sayyiu ‘Alal Fardi Wal Mujtama’, Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim Al Jarullah, ei, hal.3-7
Amar Abdullah bin Syakir
[1] Lihat, Raudhatul Muhibbin, karya ; Ibnul Qayyim, hal. 358-361
Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: HisbahTV
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor