Antara kehidupan seorang hamba Allah Ta’ala dengan selainnya adalah keyakinan dan iman bahwa tidak ada yang terjadi pada kehidupannya melainkan adalah ketetapan atau takdir dari Allah Ta’ala, apakah itu yang baik, seperti rejeki, atau hal buruk dalam pandangannya, seperti musibah dan kegagalan. Sebab itu, diapun menjalani kehidupannya dengan tenang karena menerima apapun yang terjadi dengan ikhlas. Maka dari itu, Nabi pun menyifati kehidupan mukmin ini dengan sabdanya berikut:
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Semua urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (HR. Muslim(
Dan Al Qur’an pun menegaskan kepada seluruh kaum beriman, agar tenang dan tidak mengeluh, Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلَانَا ۚ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal”. (QS Attaubah: 51)
Untuk itu, ketika seorang mukmin sedang mengupayakan satu hal, dia harus optimis setelah upayanya yang optimal dan tawakkalnya kepada Allah Ta’ala, karena jika memang bagian dari rezekinya maka pasti akan dia dapat, jika tidak maka itu juga bagian dari kehidupan, yaitu kadang bersyukur, kadang bersabar.
Namun di sisi lain, tentunya syaitan tidak akan tinggal diam melihat seorang hamba Allah Ta’ala hidupnya tenang, dia akan membisikkan dan meniupkan rasa was-was ke telinga si hamba tadi, bahwa dia itu nasibnya sial karena ini dan itu, sehingga daripada terus mencoba dan akhirnya gagal juga sehingga semakin menyakitkan, maka lebih baik tidak dilakukan sama sekali, begitu bisikan syaitan dan hal itu keliru besar, karena hasil akhir dari sebuah usaha baru diketahui setelah dicoba dan itu di tangan Allah Ta’ala.
Maka dari itu, Nabi melarang dari sikap merasa sial dan perintahkan sikap optimis dalam haditsnya:
لا عدوى ولا طيرة ويعجبني الفأل الصالح الكلمة الحسنة
“Tidak ada penyakit menular (tanpa izin Allah) dan rasa sial, tetapi optimis yang Saya cintai, yaitu kata-kata yang baik.” (HR Bukhari dan Muslim)
Maka, berprasangka baiklah dengan Allah Ta’ala, bertawakkal kepadanya sembari menyupayakan yang terbaik. Dan jauhilah sikap pesimis, dan sadari bahwa itu merupakan bisikan syaitan semata, sebagaimana yang Allah Ta’ala kabarkan:
الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ ۖ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلًا ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui. (QS Albaqarah: 268)
Semoga Allah Ta’ala senantia menaungi kita dengan taufik dan hidayah-Nya
Artikel: www.hisbah.net
Ikuti update artikel kami di Hisbah.net
Youtube: Hisbahtv
Instagram: Hisbahnet dan Al Hisbah Bogor